"Oh, ya, sekarang kamu sudah menikah?" tanya Aisyah."Belum, setelah kejadian itu. Aku dimarahin sama papa. Hem, jadi aku benar-benar pergi dari rumah," jelas Sera bohong. "Kabar paman bagaimana?" tanya Aisyah. "Entahlah, aku tidak tahu setelah pergi dari rumah aku tak pernah pulang." 'Tampan sekali suami Aisyah, em, aku harus merebutnya kembali,' batin Sera, dia masih memandang wajah tampan suami Aisyah."Sayangku, aku mau ke toilet dulu," ucap Aditya berpamitan. "Hem." Aditya segera pergi menuju toilet yang ada di restoran tersebut. Aditya berjalan menuju toilet yang terletak di ujung restoran, langkahnya mantap tetapi terlihat santai. Sera yang duduk tidak jauh dari sana, memperhatikan gerak-gerik Aditya dengan tatapan penuh minat. Saat Aditya menghilang di balik pintu toilet, Sera menunggu beberapa detik, mungkin sekitar lima atau sepuluh, sebelum berdiri dari kursinya. Tanpa tergesa, dengan niat yang jelas, dia mulai melangkah mengikuti Aditya. Senyumnya tersirat, memperlih
"Hem, tidak apa-apa." "Bagaimana cara mengobati luka seperti ini?" Aisyah masih bingung. "Gimana kalau kamu bantu agar tidak terasa sakit dengan menyenangkanku, luka tidak akan terasa sakit bila ada yang menyenangkan," ucap Aditya merencanakan sesuatu. "Apa?" "Menurutmu, apa kesenanganku?" "Entahlah. Aku tidak tahu kesenangan kamu, yang aku tahu kamu suka main panas," ucap Aisyah."Nah, itu tau." Aisyah membelalakkan matanya, terkejut tebakannya benar. Dia hanya asal menebak saja."Ayo kita lakukan di sini sebelum Pak Rudy datang," kata Aditya.'Astaga, pria ini memang benar-benar mesum. Aku tidak habis pikir,' batin Aisyah terheran-heran. Dia ingin menolak tetapi ingat tadi malam pura-pura baik pada suaminya. Pikiran Aisyah berputar-putar, 'Jika aku menolaknya otomatis aku tidak bisa menghancurkan dirinya.' "Jika kakimu tambah sakit oleh gesekanku gimana?" tanya Aisyah."Sakit lukaku akan terlewati jika sudah bercinta denganmu. Buruan, entar Pak Rudy datang, ah," ucap Aditya s
Aisyah mengikuti Kakek Glazer keluar dari ruang rawat Aditya dengan hati yang masih bercampur aduk. Di luar, Kakek Glazer berhenti sejenak dan menatap Aisyah dengan sorot mata penuh harapan.“Kau tahu, Aisyah,” ujar Kakek Glazer dengan suara lembut namun tegas, “Aditya memang terlihat kasar dan keras. Sering kali dia menunjukkan sikap yang kejam. Tapi, jauh di dalam hatinya, dia adalah orang yang penyayang dan penuh perhatian. Dia butuh seseorang yang bisa melihat itu, seseorang yang bisa membantunya melewati masa-masa sulit ini.”Aisyah terdiam, mencerna kata-kata Kakek Glazer. Dia ingat bagaimana Aditya sering bersikap dingin dan kasar padanya, tetapi ada momen-momen kecil yang menunjukkan bahwa Aditya sebenarnya peduli, meskipun dia tidak pernah mengungkapkannya secara langsung.“Aku tahu dia tidak mudah didekati,” lanjut Kakek Glazer, “Tapi dia membutuhkanmu. Aku memintamu untuk tetap di sini dan merawatnya dengan baik. Tolonglah, Aisyah. Dia bukan orang jahat, hanya seseorang yan
Di dalam ruang rawat, saat malam gelap gulita terlihat di jendela kamar. Berhubung kamar Aditya VIP tidak ada dokter yang keluar masuk. Hanya dokter khusus saja, mereka menikmati permainan panas dengan santai dan sangat lama. Kaki Aditya masih sakit, tetapi tidak menghilangkan rasa hasrat tinggi yang dia miliki saat ini. Dia berganti posisi di atas, hanya bagian tengah yang masuk di bagian tengah istrinya. Tangan Aditya masuk ke dalam baju Aisyah dengan lembut memainkan sesuatu sang istri bolak balik sambil melumat bibir. Desahan demi desahan suara mereka berdua bergantian. Baru kali ini keduanya sama-sama menikmati momen yang intim. Aditya memasukkan miliknya dengan pelan, lalu menariknya lagi. "Ini enak banget sayang, aku sangat menyukainya. Entah mengapa kamu membuatku candu," kata Aditya lirih.Aisyah tersenyum manis pipi lensung membuat Aditya bertambah napsu. Sesekali menyesep v sang istri, bau khas wanita membuat hasrat liar Aditya memuncak. Dia langsung memompa dengan cepat
Aisyah tidak menghiraukan suaminya ingin marah, seketika piring dan sendok dilempar di lantai. Ada sisa nasi yang berserakan di lantai.Seketika Aisyah langsung terkejut mendengar suara keras tersebut. Dia tidak habis pikir emosi suaminya gampang berubah. Aditya tersadar melihat wajah sang istri sangat ketakutan. "Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu." Aditya dengan pelan melangkah di dekat Aisyah. Terlintas masa lalu muncul dibenak Aisyah, saat di kamar tersebut. Waktu itu, Aditya sedang sakit. Merawat Aditya sakit dengan dingin dan ketus, Aisyah hanya bisa dengan sabar. Dulu Aditya terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat, matanya memerah karena amarah yang tak tertahan. Saat Aisyah menyodorkan segelas air dan obat kepadanya, Aditya menepisnya dengan kasar. Gelas tersebut melayang, pecah berkeping-keping di lantai. Suara kaca yang pecah menambah kegaduhan di ruangan itu.Barang-barang di sekitarnya satu per satu dilempar dengan kekuatan penuh; bantal, botol a
"Lihatlah dengan jelas, dia benar-benar istrimu?" kata Elsa tangannya memegang foto vulgar tersebut. Aditya melihat foto tersebut ingin marah, rasa cemburunya ingin meledak. Namun, terlintas kata-kata Aisyah dibenaknya, 'kamu percaya kepadaku meskipun tanpa kujelaskan.' Dia mencoba mencerna emosinya dan berfikir untuk membalas perkataan Elsa."Jika memang itu Aisyah? Kapan kejadiannya? Selama ini dia tidak pernah tidak bersamaku?" "Di waktu dia kabur dari rumahlah," sahut Shintya."Jika memang seperti itu, kenapa dia mau kembali bersamaku?" Aditya tidak ingin kepercayaannya hilang."Tentu saja ingin menghancurkanmu dan balas dendam," kata Elsa memprovokasinya."Jika ingin balas dendam, apakah dia sekarang mau merawatku dan bercinta setiap malamnya." Aditya tidak ingin kalah debat dengan mereka."Aditya, dia itu wanita nakal. Kenapa kamu selalu membelanya?" Elsa sedikit marah kepada Aditya."Lihatlah Aditya, wanita itu tersenyum." Shintya menunjuk ke arah Aisyah yang terlihat menahan
Aditya memberhentikan mobilnya, dia menarik napas dalam-dalam. Tangannya memegang wajah Aisyah yang sangat cantik. "Aisyah, aku tetap percaya kamu melarikan diri. Aku sangat mencintaimu, entar kita melakukan versi terbaru seperti apa yang kamu inginkan. Gimana?" ajak Aditya melepas wajah cantik sang istri lalu melanjutkan perjalanan sambil tersenyum. Aisyah membelalakkan matanya seakan bola mata ingin keluar. "Kaki kamu sudah sembuh?" tanya Aisyah. "Sudah. Gimana nanti malam jadi yak?" 'Ada apa dengan pria ini?' batin Aisyah bertanya-tanya yang tidak ada jawabannya. _______________ Di lain sisi, Shintya marah pada Rakka. "Tinggal minumin obat kuat yang aku kasih. Bisa-bisanya saat Aditya ke sana wanita itu malah kabur." "Apa! Kamu ingin mencicipi punyaku apa? Walaupun aku dibayar tetapi kamu tidak berhak memarahiku." Seketika Rakka marah mendorong tubuh Shintya ke dinding meminumkan obat kuat yang dia kasih untuk Aisyah. "Dasar bajingan, aku ini bos kamu!" "Di
Setelah sedikit marah, Aisyah ingat tujuan utama kembali pada suaminya. Dia melihat kamar mandi yang megah dengan desain modern dan mewah. Dindingnya dilapisi marmer putih yang berkilau, dengan aksen emas di setiap sudut. "Ngapain mikir Aditya berbicara dengan wanita atau tidak. Lebih baik nikmati mandi. Hem, baru kali ini melihat kamar mandi begitu mewah." Aisyah melihat sekeliling, ya meskipun selama setahun lebih masuk kamar mandi. Dia tidak pernah menikmati kemewahan di rumah itu. Sekarang dia putuskan untuk menikmatinya tanpa takut.Di tengah ruangan, terdapat bathtub besar berbentuk oval dengan air hangat yang sudah menguap tipis, memancarkan aroma lavender yang menenangkan. Di sebelahnya, shower kaca dengan pancuran air yang bisa diatur, mengalir dari langit-langit seperti hujan. Lampu-lampu kristal tergantung di atas, memancarkan cahaya lembut yang membuat suasana semakin nyaman. Rak-rak kecil di sekitar ruangan dipenuhi dengan handuk putih lembut dan perlengkapan mandi ekskl
Tiba-tiba…BRAK!Pintu kontrakan mereka dihantam keras dari luar. Aditya sigap meraih sebatang kayu di sudut ruangan, bersiap menghadapi siapa pun yang mencoba masuk. Aisyah mundur perlahan, melindungi bayinya yang mulai rewel."Siapa di luar?! Mau apa?!" bentak Aditya.Tidak ada jawaban, hanya suara napas berat yang terdengar di balik pintu. Kemudian, suara itu berbisik lirih, cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri."Aisyah… Kau harus mati!"Aisyah menahan napas, matanya membelalak. Suara itu… terdengar familiar, tetapi penuh kebencian.Aditya tidak menunggu lebih lama. Dengan cepat, dia membuka pintu dan mengayunkan kayunya… tetapi sosok di luar lebih cepat.Sebuah pisau berkilat meluncur ke arah Aditya!Dalam sepersekian detik, Aditya berhasil menangkis serangan itu, tetapi tangan kirinya tergores cukup dalam. Dia meringis, darah mulai mengalir.Aisyah berteriak panik, "Abi!"Di bawah cahaya lampu jalanan yang redup, akhirnya wajah pelaku terlihat jelas.Ternyata… Elsa! D
"Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p
Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua
Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka
Konflik Keluarga MemanasKeesokan harinya, Elsa dan suaminya datang dengan wajah penuh amarah. Mereka ingin meminta agar membantu perusahaan Glazer yang diambang kebangkrutan."Pak Daniel! Keluarga Glazer sudah di ambang kebangkrutan! Aku akan melupakan semua dendam masa lalu agar kamu membantu perusahaan Glazer!" seru Elsa dengan mata penuh kebencian.Pak Daniel tetap tenang, "Aku tidak pernah menginginkan kehancuran keluarga Glazer. Aku justru ingin menebus kesalahan masa lalu, jika kalian tidak membuat masalah, aku akan membantu perusahaan Glazer. Tetapi sungguh sayang, dendam kalian kepadaku sampai sekarang."Elsa mendengus, "Jangan berlagak suci! Kau ingin menguasai semuanya! Aku tahu pasti semua perusahaanmu kamu kasih putra sulung mu."Arjuna mengepalkan tangan, rahangnya mengeras saat mendengar perusahaan ayahnya untuk Aditya."Ayah, ini tidak adil! Aku yang selalu di sisimu! Aku yang bertarung untuk keluarga kita, tapi kenapa kau malah memberikan semuanya kepada Aditya?! Aku
Malam itu masih penuh ketegangan. Pak Daniel menatap tajam ke arah Arjuna, mencoba memahami sumber kebencian putranya selama ini. "Aku ingin tahu yang sebenarnya, Arjuna." Suaranya bergetar, campuran amarah dan kesedihan. "Siapa yang menanamkan kebencian dalam dirimu terhadap kakakmu sendiri?" Arjuna menghela napas berat, menunduk sesaat. Lalu dia mengangkat kepalanya, menatap ayahnya dengan mata yang kini lelah dan penuh penyesalan. "Aku mencari tahu sendiri, Ayah. Setahun yang lalu, aku baru sadar kalau Andre yang selama ini kau cari ternyata adalah Aditya." Pak Daniel mengerutkan kening. "Dan kau memutuskan untuk menghancurkannya?" Arjuna menggertakkan giginya. "Aku... aku ingin mengambil tempatnya, Ayah! Aku ingin menjadi anak yang Ayah banggakan! Selama ini, semua orang membandingkan aku dengan seseorang yang bahkan aku tak tahu keberadaannya!" "Siapa yang memberitahumu tentang Andre sebenarnya?" Arjuna terdiam. Tangannya mengepal, lalu perlahan berkata, "Kakek Glaze
Saat malam tiba, Aditya mulai kewalahan merawat bayi mereka sendirian. Andre kecil rewel, menangis terus-menerus meskipun sudah disusui dan digendong.Dengan wajah lelah, Aditya akhirnya menelpon Aisyah lewat video call. Saat panggilan tersambung, wajah lembut Aisyah muncul di layar. "Ada apa, Mas? Kok nelpon malam-malam?" tanyanya dengan suara lembut.Aditya menghela napas sambil menampilkan wajah putus asanya di layar. "Sayang, aku nggak tahu lagi harus gimana. Andre nangis terus, aku udah coba segalanya. Kamu ada saran?"Aisyah tersenyum lembut melihat suaminya yang tampak lelah tetapi tetap berusaha. "Coba Mas gendong sambil menyanyikan sholawat atau lagu nina bobo. Kadang bayi suka tenang kalau dengar suara ayahnya."Aditya menurut, menggendong Andre kecil sambil bersenandung pelan. Perlahan-lahan tangisan bayi itu mulai mereda, matanya mengantuk, dan akhirnya ia tertidur di dada ayahnya.Aditya tersenyum lega. "Terima kasih, Sayang. Aku nggak tahu bisa apa tanpa kamu."Aisyah te
Aditya yang sejak tadi diam langsung bergerak cepat, menahan tubuh Kakek Joseph agar tidak jatuh. "Aisyah, panggil ambulans!"Aisyah gemetar, tetapi segera berlari mencari bantuan. Sementara itu, Aditya mencoba menenangkan Kakek Joseph yang terlihat semakin lemah."Kek, bertahanlah!" ucap Aditya, meskipun dalam hatinya ada perasaan bimbang.Beberapa menit kemudian, ambulans datang. Aisyah dan Aditya menemani Kakek Joseph ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Aisyah menggenggam tangan Kakek Joseph erat, hatinya masih diliputi kebingungan."Aku tidak bisa mengubah masa lalu, Kek... Tapi aku tidak mau kehilangan keluarga lagi," bisik Aisyah.Air mata Kakek Joseph mengalir, tetapi ada sedikit senyum di wajahnya. "Terima kasih, Nak... Terima kasih..."Setidaknya, dia masih memiliki kesempatan untuk menebus kesalahannya.Di dalam kamar rumah sakit, Kakek Joseph terbaring lemah dengan alat bantu oksigen terpasang di hidungnya. Tatapan matanya menerawang, seolah mengingat kembali masa lalu yang s
Aditya tak lagi bisa menahan gejolak perasaannya. Ia langsung menarik Aisyah ke dalam pelukannya, mendekap erat tubuh istrinya yang selama ini ia rindukan. "Aisyah… maafkan aku…" suaranya bergetar, dadanya naik turun menahan sesak haru. "Aku bodoh, aku salah paham… Aku merindukanmu setiap hari…" Aisyah menangis di dada suaminya, menggenggam erat punggung Aditya seolah tak ingin kehilangan lagi. "Aku juga, Mas… Aku selalu menunggumu…" Aditya lalu menunduk, memandangi bayi kecil mereka yang ada dalam gendongan Aisyah. Dengan hati-hati, ia mengambil bayi itu ke dalam pelukannya. Mata Aditya berkaca-kaca saat melihat wajah mungil yang begitu mirip dengannya. "Anakku… Maafkan Ayah, Nak…" bisiknya, menciumi dahi dan pipi bayinya penuh kasih sayang. Aisyah tersenyum di sela air matanya. "Dia selalu menangis mencari ayahnya… Sekarang dia sudah bertemu Ayahnya…" Aditya tersenyum bahagia, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Setelah sekian lama terpisah, setelah semua penderitaan