Aditya duduk di sebelah Aisyah, matanya sesekali melirik ke arah istrinya yang sedang asyik berbincang dengan Aly, teman masa kecilnya. Hatinya terasa panas, rasa cemburu yang tak bisa dia kendalikan mulai menguasai dirinya. Dia melihat senyum lepas Aisyah, tawa ringan yang kerap dia dengar, kini terdengar begitu berbeda saat ditujukan pada Aly. Padahal saat bersama dirinya tidak pernah seperti itu.Aisyah dan Aly terlihat begitu akrab, seperti tak ada jarak di antara mereka. Mereka tertawa lepas, membicarakan hal-hal masa lalu, kenangan yang tak melibatkan Aditya. Piring lontong di depan Aditya tak lagi menggugah selera, meskipun aroma kuah santan yang harum memenuhi udara.Aditya berusaha menenangkan diri, tapi pikiran-pikirannya justru semakin liar. 'Apa yang mereka bicarakan? Apa Aisyah suka pria seperti Aly?' gumamnya dalam hati. Setiap detik yang berlalu, rasanya semakin berat baginya. Dia merasa tersisih, meski Aisyah tak sedikit pun bermaksud demikian.Aditya menggenggam sendo
Sera dengan diam-diam mengikuti Aditya sampai di lantai hotel yang sepi, memperhatikan dengan saksama setiap langkah pria itu. Sesampainya di depan kamar Aditya, dia berhenti sejenak. Rencananya jelas—dia akan menginap di kamar yang tepat berada di seberang, menunggu kesempatan untuk mendekatinya. Dia sudah terbiasa mendekati pria. Sera merasa ini adalah satu-satunya cara untuk bisa lebih dekat dengan Aditya. Dia menunggu Aditya keluar lalu pura-pura menabrak tidak sengaja dengan baju yang kurang bahan.Brug "Oh, maaf!" Sera menabrak tubuh Aditya."Sera," ucap Aditya terkejut."Mas Aditya, di mana Aisyah? Kebetulan sekali kalian nginap di hotel sini?" Sera ingin masuk ke kamar Aditya. "Ngapain, jangan ganggu istriku." Aditya menarik lengan wanita itu agar tidak mengganggu Aisyah tidur."Hem, maukah ngobrol di loby sambil ngopi," ajak Sera. "Maaf, aku banyak kerjaan." Aditya langsung pergi dari hadapan wanita itu. Sera tidak tinggal diam, dia mengikuti Aditya dari belakang. "Mas,
Aisyah termakan oleh rayuan Sera, dia merasa kasian dengan kehidupan Sera saat ini. Dia menyuruh masuk ke kamar, padahal Aditya masih berada di dalam kamar mandi. "Entar suami kamu marah," kata Sera dengan wajah polos."Tidak apa-apa, kamu sudah baik kepadaku saat di rumah paman." Tiba-tiba Aditya keluar dari kamar mandi dengan langkah cepat, tubuhnya masih berbalut handuk, wajahnya memerah menahan emosi. Di depannya, Sera, wanita licik yang selalu membuat masalah, berdiri dengan senyum tipis penuh kepalsuan. Aditya langsung menatapnya tajam, tetapi pandangannya kemudian beralih kepada Aisyah, istrinya yang tampak terkejut dan bingung di sudut ruangan."Apa-apaan ini, Aisyah?" suaranya meledak, penuh kemarahan. "Kenapa Sera ada di sini?"Aisyah hanya bisa menggeleng, kebingungan, tak sempat menjelaskan apapun. Emosi Aditya memuncak. Dia langsung mengarahkan jarinya ke arah pintu kamar."Sera, keluar! Sekarang juga!" perintahnya tegas, tanpa sedikit pun keraguan.Sera menghela napas
Aditya berdiri di depan Aisyah, tubuhnya yang atletis terlihat sempurna saat sinar matahari dari jendela menyentuh kulitnya yang kecokelatan. Otot-otot terlihat jelas, hasil dari kerja keras dan dedikasi dalam menjaga kebugaran. Pundak yang lebar dan dada bidang memperlihatkan kekuatan fisiknya, sementara garis-garis otot di perut semakin menegaskan betapa terjaga tubuhnya. Saat dia menarik napas dalam-dalam, otot-otot di lengan sedikit menegang, menciptakan siluet yang sempurna. Aisyah terpaku melihat jelas tubuh sang suami. Tangannya meraba-raba disetiap lekuk tubuh sang suami. Aditya menikmati apa yang dilakukan oleh istrinya."Hem, tambah lama kepolosan kamu sudah hilang. Aku tambah suka," ucap Aditya lirih. "Benarkah?" Aisyah bermain-main dengan bagian tengah sang suami. "Ahh ... Ahh ... sangat nikmat." Aditya meremas rambut istrinya dia sudah tidak tahan lagi. Tangan Aditya memegang bahu sang istri, lalu didorong pelan agar bersiap untuk menerima miliknya yang sudah membesar
"Ih, lepas ngapa!" Aisyah ingin mencoba melepas pelukan Aditya. "Enggak, aku tidak akan melepaskan pelukanku. Kamu harus janji dulu!" "Janji apaan?" "Mau janji dulu sore ini mandi bareng. Gimana?" "Aist ... dasar pria omes. Setiap hari ngajak anu mulu." Aisyah menggigit tangan yang melingkar di depannya. "Auh," rancau Aditya, seketika pelukan eratnya dia lepaskan.Aisyah duduk sofa, dia membuka laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaan kantor. Aditya ikut duduk di sebelahnya."Aku akan menemanimu duduk, aku tidak akan menggangu kamu bekerja." Aditya memeluk tubuh istrinya lagi, entah mengapa tubuh istrinya seperti ada magnetnya. Dia ingin terus menempel dengan sang istri. Aisyah hanya menghela napas panjang, lalu membiarkan suami ingin menyentuhnya. Aisyah khusu' melihat layar laptop, sementara Aditya dengan nakal memeluk istrinya. Mencium punggung sang istri yang masih berpakaian lengkap.Setelah selesai Aisyah langsung menarik sang suami untuk masuk ke kamar mandi. "Kenapa saya
"Apa kamu ingin menyiksaku seperti saat malam pertama?" tanya Aisyah dengan berani."Sayangku, memang dulu aku terlalu kejam. Aku sadar, tetapi tadi kamu menelpon siapa? Apakah aku suamimu tidak boleh tahu." Aisyah tersenyum manis, "Aku berbicara dengan Kakek Joseph." "Benarkah?" Aditya langsung memeluk istrinya dengan erat, lalu mencium kening sang istri.Cup! "Karena tadi sore tidak jadi bersenang-senang, seharusnya saat ini. Hem, gimana kamu mau?" Aditya mulai nakal lagi, tangannya menelusuri bagian-bagian intim. Aisyah menatap suaminya dengan sorot mata yang tegas, meskipun hatinya bergetar. Dia mengerti betul bahwa apa yang diminta suaminya mungkin dari napsu. Namun, ada sesuatu di dalam dirinya yang tidak bisa menerimanya begitu saja. "Maaf," ucapnya pelan, penuh dengan kepastian, "Aku tidak bisa mengikuti keinginanmu kali ini." Aisyah beranjak tidur di sofa sebelah kanan.Aditya terdiam sejenak, tidak percaya dengan penolakan itu. Mereka telah melewati banyak hal bersama. K
"Em, itu rahasia. Hanya aku dan Aisyah baru kutanyakan. Jika tidak boleh, aku akan pergi." Delon ingin meninggalkan dari hadapan mereka berdua. "Oke, baiklah. Kalian boleh bicara, tetapi awas jika kamu menganggu istriku. Aku langsung menendangmu ke laut." Aditya mengizinkan Delon berbicara dengan istrinya."Heh, aku tidak mau. Kenapa kamu mengizinkan?" Aisyah protes dengan ucapan Aditya. "Sudahlah, ikuti saja keinginannya. Ikuti rencananya bila ingin tahu tujuan mereka," bisik Aditya, lalu dia yang pergi dari hadapan mereka berdua."Mari Kakak Ipar, Mas Aditya tumben baik banget." Delon melangkah menuju keluar dari area tersebut."Mau kemana?" tanya Aisyah."Udahlah, mumpung sama suami kamu diizinin kita ngopi bareng di cafe tuh." Delon menunjuk ada cafe di sebelah perusahaan Atelier.Aisyah merasa risih bila berhadapan dengan Delon. Andai saja, tidak ingat kata-kata suaminya untuk mengikuti rencana Delon. Dia tidak akan mau diajak ke cafe tersebut.Awalnya Aditya ingin tahu apa yan
Aditya sangat malu atas perbuatannya sendiri. Matanya mungkin tampak cemas dan gelisah, sementara rahangnya tegang, menandakan kemarahannya. Dia menundukkan kepala, sebagai tanda rasa malunya yang mendalam. Sementara itu, bibirnya terkatup rapat, menahan emosi yang semakin memuncak.Aditya merasa sangat malu karena Delon merekam tindakannya terhadap sang istri. Perasaan malunya semakin mendalam ketika Delon mengancam akan menyebarkan video tersebut, yang membuat Aditya merasa marah dan tertekan.Dalam suasana yang semakin panas, Delon mengeluarkan kata-kata yang membuat Aditya marah. Delon juga mengancam akan menyebarkan video tersebut. Namun, Aditya tidak gentar, dengan tatapan tajam, dia langsung melayangkan tinjunya ke wajah Delon. Suara dentuman itu menggema, dan Delon terhuyung, terkejut dengan keberanian Aditya. Seketika, suasana berubah menjadi hiruk-pikuk, menandai awal dari konflik yang tak terelakkan.Setelah tinju Aditya mengenai wajah Delon, suasana semakin tegang. Aditya,
Beberapa bulan kemudian, Aisyah bercerita tentang Aditya di keluarga Glazer kepada Arjuna dan dia juga bertanya tentang kakaknya Arjuna yang bernama Andre. Ternyata dulu memang ada konflik besar antara perusahaan Pak Daniel dan perusahaan Glazer. Arjuna menghela napas panjang sebelum mulai bercerita. "Andre... Dia memang kakakku, tapi sejak kecil aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Konflik antara keluarga kami dan keluarga Glazer sudah berlangsung lama. Sejujurnya, aku juga tidak tahu detailnya, tapi Ayah dan Pak Daniel dulu adalah rekan bisnis yang akhirnya menjadi musuh," jelasnya.Aisyah mendengarkan dengan seksama, mencoba menyusun potongan-potongan puzzle yang semakin membingungkan. "Jadi... kalau benar Aditya adalah Andre, mungkin dia korban dari konflik keluarga ini? Apa mungkin identitasnya sengaja diubah?" tanyanya, berusaha mencari kebenaran.Arjuna mengangguk pelan. "Itu bisa saja terjadi. Aku pernah mendengar cerita bahwa saat kecil, kakakku menghilang di tengah konf
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f
"Tolong... ada yang bisa membantu saya?" Aisyah berteriak minta tolong.Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan keadaannya. Seorang wanita muda dengan cepat menghampiri Aisyah.Wanita paruh baya menghampiri Aisyah sambil berkata, "Bu, ibu baik-baik saja? Ini sudah mau melahirkan, ya?"Aisyah hanya mengangguk lemah sambil menahan rasa sakitnya."Tolong... saya butuh bantuan... saya sendirian..."Tepat pukul setengah dua siang, Aisyah yang sudah tidak tahan lagi merasakan gelombang kontraksi yang semakin hebat. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, namun dia tetap mencoba bertahan. Kerumunan orang di sekitarnya mulai panik melihat kondisinya.Orang-orang sekitar, "Cepat, tolong bantu dia! Bawa ke rumah sakit!"Dengan sigap, beberapa pria membantu mengangkat Aisyah ke dalam mobil warga yang bersedia mengantarnya. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit terdekat, Aisyah terus menggenggam perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aisyah dengan suara lemah, "Ya Allah... berikan aku ke
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,