Setelah Aditya minum kopi tersebut. Mereka berdua bermain panas di ruang kerja dengan penuh gairah. Setelah menikmati momen intim yang penuh kehangatan di ruang kerja, Aditya dan Aisyah memutuskan untuk kembali ke kamar. Mereka saling menggenggam, lalu berjalan menuju pintu ruang kerja. Namun, saat Aditya membuka pintu, pemandangan tak terduga membuat mereka terhenti.Delon berdiri di depan pintu, jelas terlihat sedang mengintai. Wajahnya seketika berubah, penuh keterkejutan, seolah tidak menyangka akan ketahuan. Aisyah menatap Delon dengan alis terangkat, sementara Aditya langsung memasang ekspresi curiga.Aditya dengan nada tajam bertanya , "Delon? Apa yang kamu lakukan di sini?"Delon mencoba menyembunyikan kegugupannya, tetapi tubuhnya yang sedikit kaku menunjukkan bahwa dia merasa bersalah. Dia tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian.Delon sambil menggaruk kepala, pura-pura santai sambil berkata, "Ah... aku cuma lewat, kok. Dengar suara aneh, jadi penasaran. Kupikir kalia
Aditya tidak konsentrasi saat mengemudi. Di tengah perjalanan, sebuah kecelakaan tragis terjadi. Mobilnya menabrak pembatas jalan dengan keras, membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Dia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis dengan orang setempat. Aisyah mendapat kabar segera pergi ke rumah sakit.Beberapa hari berlalu, Aditya masih terbaring koma di rumah sakit. Selang dan alat medis terpasang di tubuhnya. Aisyah duduk di samping tempat tidur, wajahnya penuh kecemasan dan rasa bersalah. Ia memegang tangan suaminya dengan erat, berharap Aditya segera sadar.Aisyah berbisik lirih sambil menahan air mata, "Mas, bangunlah... Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku butuh kamu di sini. Aku ingin menjelaskan semuanya. Tolong jangan pergi..."Waktu terasa begitu lambat. Aisyah hampir tidak tidur selama beberapa hari terakhir, mengawasi Aditya dengan harapan dia menunjukkan tanda-tanda membaik. Namun, rasa lelah membuatnya keluar sejenak dari ruang pasien unt
Di koridor rumah sakit Aisyah duduk di bangku panjang di luar ruang perawatan Aditya. Wajahnya tampak lelah, matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba ada Adre, asisten pribadi Aditya, berdiri di sampingnya dengan raut wajah serius."Bagaimana Tuan Aditya?" tanya Adre dengan sopan.Aisyah dengan suara lirih, "Kenapa semua ini terjadi? Kenapa Aditya harus mengalami ini?Adre menghela napas lalu berkata , "Tuan Aditya adalah orang yang kuat, Nyonya. Tapi banyak hal yang ia pendam selama ini."Aisyah menatap pria tersebut, "Apa maksudmu?"Adre diam sejenak, lalu memutuskan untuk berbicara, "Anda tahu, Nyonya, dulu Tuan Aditya saat menikahi Anda, dia sebenarnya masih terluka. Luka dari masa lalunya, terutama karena Shintya." Adre memberi tahu satu tahun yang lalu."Ya, aku tahu dia adalah kekasihnya," kata Aisyah.Adre berkata lagi, "Bukan sekedar kekasih, Shintya adalah cinta pertamanya. Namun, ketika dia bekerja di luar negeri, dia mengetahui Shintya berselingkuh. Itu menghancurkannya. Dia tidak
Setelah beberapa hari terbaring koma, Aditya akhirnya membuka matanya di ruang perawatan rumah sakit. Kondisinya masih lemah, tetapi pikirannya langsung dipenuhi oleh kemarahan dan rasa sakit. Setelah dokter datang dan memeriksa sang dokter pergi. Menjelaskan kalau kondisi pasien baik-baik saja. Wajah pertama yang dilihat Aditya adalah Aisyah yang duduk di samping tempat tidurnya dengan mata penuh air mata dan harapan.Aisyah segera mendekat, memegang tangan suaminya dengan lembut. Dia dengan suara penuh haru, "Mas... syukurlah kamu sadar. Aku sangat khawatir."Aditya menarik tangannya dengan kasar, menatap sang istri dengan tatapan penuh kebencian. Lalu, berkata dengan nada dingin, "Apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi."Aisyah tertegun, matanya mulai berkaca-kaca, dia mengira suaminya tidak tahu atas rencananya selama ini, "Mas, kumohon ... dengarkan aku. Aku tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku sangat mencintaimu." Aisyah tidak banyak menjelaskan,
Di pagi yang sunyi, setelah melihat Aditya masih dingin dan sulit diajak bicara, Aisyah memutuskan untuk mencoba cara lain untuk meluluhkan hati suaminya. Ia ingin membuat Aditya merasakan cinta dan usahanya dengan cara yang lebih halus. Ketika membuka ponselnya, ia menemukan sebuah aplikasi bernama "Orenge Pena" yang berisi novel-novel romantis yang menggugah. --- Aisyah mulai membaca sebuah novel karya Ucha Al-Fakiroh yang penuh inspirasi. Novel itu menceritakan seorang wanita yang berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan cinta suaminya melalui kelembutan, perhatian, dan pengorbanan tanpa pamrih. Ceritanya membuat Aisyah tersentuh dan memotivasi dirinya. Aisyah berbicara pada dirinya sendiri sambil membaca, "Aku harus lebih sabar dan kreatif. Kalau dia terus menjauh, aku akan mencari cara untuk mendekat tanpa membuatnya merasa tertekan. Pelan-pelan, aku yakin hati Aditya bisa luluh." Aisyah mencatat ide-ide dari novel itu di sebuah buku kecil. Mulai dari membe
Delon yang berdiri di dekat Aditya mendadak melangkah ke arah Aisyah, yang berada di belakang kursi roda. Tatapannya berubah licik, bibirnya menyunggingkan senyum penuh penghinaan. Ia mendekat, berbicara pelan namun cukup jelas untuk membuat Aisyah merasa risih.Delon berbisik dengan nada tak sopan, "Kakak ipar, kau tahu kan, aku bisa memberikan hidup yang lebih baik daripada kontrakan kumuh itu. Aditya tidak akan bisa memberimu apa-apa lagi. Bagaimana kalau kau menjadi milikku saja?"Aisyah membeku di tempat, wajahnya memucat. Dia merasa jijik mendengar tawaran tak bermoral itu. Sebelum sempat merespons, Aditya yang duduk di kursi roda langsung merasakan amarah yang membara. Ya, meskipun dia belum sepenuhnya memaafkan Aisyah, kata-kata Delon membuat darahnya mendidih. Dengan kekuatan yang tersisa, dia mengepalkan tangan dan menghantam meja di depannya.Aditya berteriak dengan penuh emosi, "Delon! Berani-beraninya kau bicara seperti itu di depanku, hah!"Delon melangkah mundur sedikit
Malam itu, Aisyah sibuk di dapur kecil kontrakan mereka. Dengan hati-hati, ia menyiapkan makanan sederhana untuk makan malam, memastikan setiap detail terlihat sempurna. Di dalam pikirannya, ia berharap makanan ini bisa membuat Aditya merasa sedikit lebih baik, meskipun hubungan mereka masih tegang.Namun, Aisyah memutuskan untuk mengambil langkah yang tidak biasa. Ia menyisipkan sedikit obat ke dalam makanan Aditya—bukan untuk mencelakainya, tetapi untuk berhubungan dengan sang suami. Dia merasa ini satu-satunya cara agar mereka bisa melewati malam dengan tenang.Aisyah berbicara pelan pada dirinya sendiri sambil mengaduk makanan, "Maafkan aku, Mas. Aku hanya ingin kau tenang malam ini, agar kita bisa bicara seperti dulu lagi."Setelah selesai memasak, Aisyah menyajikan makanan di meja kecil kontrakan mereka. Dia membawa piring ke Aditya, yang masih duduk termenung di kursi roda, terlihat lelah secara fisik dan emosional.Aisyah dengan suara lembut, "Mas, aku sudah menyiapkan makan
Aditya duduk di ruang tamu kecil kontrakan, pikirannya melayang ke hari-hari indah yang pernah ia lalui bersama Aisyah. Saat itu, meskipun kehidupannya penuh tekanan, cinta mereka terasa murni dan tanpa batas. Wajah lembut Aisyah, tawa kecilnya, dan perhatian tulusnya terus terlintas di pikirannya. Namun, lamunan itu terhenti ketika suara ketukan keras di pintu membuyarkan segalanya. Aisyah yang sedang menyiapkan teh di dapur segera membuka pintu. Ternyata, Adre berdiri di sana dengan wajah tegang, membawa kabar penting untuk Aditya. Setelah dipersilakan masuk, Adre langsung menuju ke arah Aditya yang tampak bingung melihat kedatangan asisten pribadinya. Aditya dengan nada tegas, "Adre, ada apa? Kenapa kau terlihat tegang?" Adre menarik napas dalam, lalu menjawab pelan, "Tuan Aditya, saya harus memberitahu Anda sesuatu... tentang perusahaan Glazer." Aditya langsung menegakkan tubuhnya di kursi roda, tanda ia siap menerima kabar buruk apa pun yang akan disampaikan. "Perusahaan
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f
"Tolong... ada yang bisa membantu saya?" Aisyah berteriak minta tolong.Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan keadaannya. Seorang wanita muda dengan cepat menghampiri Aisyah.Wanita paruh baya menghampiri Aisyah sambil berkata, "Bu, ibu baik-baik saja? Ini sudah mau melahirkan, ya?"Aisyah hanya mengangguk lemah sambil menahan rasa sakitnya."Tolong... saya butuh bantuan... saya sendirian..."Tepat pukul setengah dua siang, Aisyah yang sudah tidak tahan lagi merasakan gelombang kontraksi yang semakin hebat. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, namun dia tetap mencoba bertahan. Kerumunan orang di sekitarnya mulai panik melihat kondisinya.Orang-orang sekitar, "Cepat, tolong bantu dia! Bawa ke rumah sakit!"Dengan sigap, beberapa pria membantu mengangkat Aisyah ke dalam mobil warga yang bersedia mengantarnya. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit terdekat, Aisyah terus menggenggam perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aisyah dengan suara lemah, "Ya Allah... berikan aku ke
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,
Aditya menggeleng sambil berkata, "Nggak, dia cuma fokus cerita tentang Arjuna. Aku juga nggak berani tanya banyak-banyak, takut menyinggung."Aisyah memahami keraguan suaminya, tapi dalam hatinya, dia berharap suatu saat semua misteri tentang hubungan Aditya dan keluarga Pak Daniel bisa terjawab."Ya, sudah, mungkin nanti ada waktunya. Yang penting sekarang kita fokus sama kehidupan kita sendiri dulu, ya, Mas."Aditya tersenyum dan mengangguk, merasa bersyukur memiliki istri seperti Aisyah yang selalu mendukungnya. Mereka melanjutkan sarapan dengan suasana hati yang tenang, sambil memikirkan masa depan yang lebih cerah.Pagi itu, setelah selesai sarapan dan berpamitan dengan Aisyah, Aditya keluar rumah menuju halte angkutan umum di dekat kontrakannya. Hujan semalam masih menyisakan udara yang sejuk, dengan jalanan yang sedikit basah. Aditya berjalan santai sambil memikirkan pekerjaannya hari ini.Sesampainya di halte, dia naik angkutan umum yang sudah setengah penuh. Penumpang lain