Aditya tidak sabar lagi bermain panas dengan istrinya meski kaki agak sedikit sakit. Dia masih bisa melakukan permainan panas tersebut di atas kursi roda. Setelah puas Aisyah membantu sang suami mandi. Di kamar mandi tidak kalah hebatnya juga, sentuhan intim Aisyah membuat hasrat Aditya mulai liar. Selesai bermain dan bebersih badan. Di dalam kontrakan kecil yang sederhana, suasana terasa hangat setelah kejadian sebelumnya. Aditya duduk di kursi rodanya dengan wajah sedikit memerah, sementara Aisyah tampak sibuk membereskan ruang tamu kecil mereka. Meskipun Aditya mencoba menyembunyikan rasa malunya, sesekali dia melirik ke arah istrinya, mencari-cari perhatian dengan caranya yang khas.Aisyah mengetahui tingkah suaminya, tersenyum tipis sambil pura-pura tidak menyadari.Aditya batuk kecil, mencoba menarik perhatian, "Sayang, kenapa sofa ini seperti berdebu? Kau sudah lama tidak membersihkannya, ya?"Aisyah berhenti sejenak, menoleh dengan ekspresi geli, lalu menjawab dengan nada me
Aisyah membuka pintu kontrakan dengan langkah lemah. Wajahnya tampak masam, mencerminkan hari yang melelahkan. Dia meletakkan tas kecilnya di meja, lalu duduk di kursi dengan napas berat. Aditya, yang tengah membaca dokumen di kursi roda, menoleh ke arah istrinya dengan alis terangkat."Maafkan aku sayang, kamu terlihat sangat lelah. Bagaimana? Dapat pekerjaan?"Aisyah menggelengkan kepalanya pelan, menunduk dan menghela napas panjang.Aisyah dengan lesu berkata, "Tidak. Aku sudah ke beberapa tempat, tapi semuanya menolak. Malah, di tengah jalan aku bertemu dengan Sera dan Delon."Mendengar nama Delon, Aditya langsung menghentikan aktivitasnya. Dia menatap Aisyah dengan wajah serius."Delon? Apa yang dia lakukan? Dan kenapa kamu masih mau berbicara dengan Sera?"Aisyah menghela napas, "Aku tidak sengaja bertemu mereka. Aku menegur Sera karena aku tahu Delon pria licik. Aku hanya ingin memperingatkan dia, tapi dia malah menghina dan mendorongku. Delon... dia juga mencoba bicara sesuatu
Aditya dan Aisyah berangkat menggunakan taksi, beberapa saat kemudian tiba di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Aisyah membantu suaminya mendorong kursi roda ke arah meja tempat seorang pria bernama Radit sedang duduk. Radit segera bangkit menyambut mereka dengan senyuman hangat. "Aditya, lama tidak bertemu. Ini pasti istrimu, ya?" Aditya mengangguk sambil berjabat tangan, "Ya, Radit. Ini Aisyah. Aku ingin mengenalkan kalian berdua dan... ada sesuatu yang perlu kubicarakan." Radit mempersilakan mereka duduk. Setelah berbasa-basi sebentar, "Aku sungguh prihatin dengan keadaaanmu. Bagaimana ceritanya?" "Itu sebuah ujian dan musibah," kata Aditya sedikit sedih. "Ya, semua manusia tidak akan terhindar dari yang namanya ujian. Istriku saja sekarang sedang ngambek," kata Radit. "Ah, aku tidak tahu." Setelah basa basi Aditya mulai menceritakan tentang pertemuannya dengan Radit di masa lalu dan bagaimana Radit pernah menjadi korban penipuan Sera. Aditya dengan serius berka
Keesokan paginya, Aisyah berangkat menuju perusahaan yang direkomendasikan oleh Radit. Ia ingin mencoba mencari pekerjaan untuk membantu keuangan mereka. Namun, saat tiba di lobi gedung perusahaan, matanya membelalak ketika melihat logo besar yang menunjukkan bahwa perusahaan ini berkolaborasi dengan Atelier, perusahaan yang kini dipimpin oleh Kakek Joseph.Aisyah terdiam, menimbang-nimbang apakah ia tetap masuk atau langsung pergi. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk mendapatkan penjelasan mendorongnya untuk melangkah ke dalam kantor.Saat bertemu Radit di ruangannya, ia langsung mengutarakan kekhawatirannya.Aisyah dengan tegas berkata, "Radit, kenapa kau tidak memberitahuku kalau perusahaan ini bekerja sama dengan Atelier? Aku tidak bisa menerima pekerjaan di sini. Aku tidak mau ada hubungannya dengan Kakek Joseph lagi."Radit: terkejut "Aisyah, tenang dulu. Aku tahu kau punya masalah pribadi dengan Kakek Joseph, tapi pekerjaan ini bisa membantumu. Kau tidak perlu terlibat la
Malam yang awalnya penuh kehangatan berubah mendadak ketika Aisyah memegang perutnya dengan wajah yang tiba-tiba pucat. Ia merasa mual dan segera berlari kecil ke wastafel di dapur.Aisyah berbisik lemah sambil menahan rasa mual, "Mas... tunggu sebentar."Aditya masih duduk di kursi roda tampak bingung dan khawatir. Ia mencoba memanggil istrinya, tetapi suaranya sedikit gemetar dan panik, "Sayang! Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?"Di depan wastafel, Aisyah menunduk, mencoba menenangkan dirinya. Ia berkumur dengan air sambil memegang perutnya. Sesaat kemudian, ia berdiri dengan wajah bingung, lalu kembali ke kamar dengan langkah perlahan.Aditya dengan nada cemas, "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan? Kita harus ke dokter, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa!"Aisyah menggeleng pelan sambil mencoba tersenyum, "Aku tidak tahu, Mas. Mungkin hanya kelelahan atau makananku tadi siang yang kurang cocok."Aditya menatap istrinya dengan penuh rasa khawatir. Meski masih bersikap gengsi, hat
Aditya dan Aisyah setelah melepas lelah dari klinik, mereka duduk di lantai sambil menikmati teh hangat. Suasana santai terasa begitu hangat, membuat keduanya mulai berbincang tentang banyak hal.Aisyah tersenyum kecil sambil menatap Aditya, "Kamu tahu, aku tiba-tiba teringat sesuatu."Aditya: mengangkat alis, penasaran "Apa itu?"Aisyah berusaha menahan tawa, "Malam pertama kita. Kamu begitu dingin dan kejam. Aku sampai berpikir, apakah aku menikahi pria yang salah waktu itu."Aditya langsung tertegun. Senyum di wajahnya memudar, digantikan dengan rasa bersalah yang terpancar jelas.Aditya dengan nada serius, "Sayang, aku minta maaf. Malam itu aku sedang dikuasai emosi dan kesalahpahaman. Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi perasaanku sendiri. Aku benar-benar menyesal."Aisyah menatapnya dengan penuh arti, menikmati momen saat suaminya begitu tulus meminta maaf. Namun, ia memutuskan untuk menggoda.Aisyah berpura-pura memasang ekspresi tegas, "Hmm, maaf saja tidak cukup, Aditya.
Hari-hari sederhana itu berlalu dengan penuh perjuangan, tetapi juga cinta yang semakin mendalam di antara mereka. Aisyah semakin sering merasa lelah dengan kehamilannya. Perutnya yang makin besar membuatnya sulit tidur dan sering merasa mual. Namun, ia tetap berusaha tegar. Setiap kali ia mengeluh, Aditya selalu ada untuk memijat kakinya atau sekadar mengusap punggungnya dengan lembut.Aditya, meskipun masih belum sepenuhnya pulih, terus berusaha belajar berjalan. Dengan tongkat bantu, ia mulai melatih langkah demi langkah. Kadang-kadang, ia jatuh, tetapi bayangan Aisyah yang sedang berjuang mengandung anak mereka memberinya kekuatan untuk bangkit lagi.Suatu sore, mereka duduk bersama di ruang kontrakan yang sederhana. Aditya memandangi Aisyah yang sedang makan dengan lahap meskipun hanya nasi dan kecap.Aditya tersenyum lembut, "Aku heran, bagaimana kamu bisa menikmati nasi sama kecap aja, Sayang."Aisyah tersenyum sambil menggigit sendok, "Ya gimana lagi, Mas? Kalau makannya baren
Malam itu, setelah seharian bekerja di perusahaan Glazer, Aisyah pulang dengan wajah lelah tetapi tetap bersemangat. Aditya duduk di kursi roda, menunggu istrinya di ruang tamu kontrakan kecil mereka. Begitu Aisyah masuk, ia langsung menghampiri suaminya dengan senyuman kecil."Mas, aku nggak tahu harus ketawa atau kesal dengan apa yang terjadi hari ini," ujar Aisyah."Apa yang terjadi, Sayang? Kamu kelihatan capek banget," tanya sang suami.Aisyah duduk di sebelah Aditya dan mulai menceritakan pengalamannya."Tadi Shintya nggak henti-hentinya ngomongin aku, Mas. Dia bilang aku nggak pantas kerja di sana, bilang aku cuma pengemis yang nyusahin Delon. Tapi aku diam aja, nggak mau terpancing," kata Aisyah. "Hah, Shintya memang nggak berubah ya? Mulutnya selalu nggak bisa dijaga. Aku tahu kamu kuat, tapi kalau dia terlalu kelewatan, jangan segan buat balas.""Bukan cuma Shintya, Mas. Ada Sera juga. Aku kira mereka bakal kerja sama buat nyerang aku, tapi ternyata mereka malah ribut sendi
Saat malam tiba, Aditya mulai kewalahan merawat bayi mereka sendirian. Andre kecil rewel, menangis terus-menerus meskipun sudah disusui dan digendong.Dengan wajah lelah, Aditya akhirnya menelpon Aisyah lewat video call. Saat panggilan tersambung, wajah lembut Aisyah muncul di layar. "Ada apa, Mas? Kok nelpon malam-malam?" tanyanya dengan suara lembut.Aditya menghela napas sambil menampilkan wajah putus asanya di layar. "Sayang, aku nggak tahu lagi harus gimana. Andre nangis terus, aku udah coba segalanya. Kamu ada saran?"Aisyah tersenyum lembut melihat suaminya yang tampak lelah tetapi tetap berusaha. "Coba Mas gendong sambil menyanyikan sholawat atau lagu nina bobo. Kadang bayi suka tenang kalau dengar suara ayahnya."Aditya menurut, menggendong Andre kecil sambil bersenandung pelan. Perlahan-lahan tangisan bayi itu mulai mereda, matanya mengantuk, dan akhirnya ia tertidur di dada ayahnya.Aditya tersenyum lega. "Terima kasih, Sayang. Aku nggak tahu bisa apa tanpa kamu."Aisyah te
Aditya yang sejak tadi diam langsung bergerak cepat, menahan tubuh Kakek Joseph agar tidak jatuh. "Aisyah, panggil ambulans!"Aisyah gemetar, tetapi segera berlari mencari bantuan. Sementara itu, Aditya mencoba menenangkan Kakek Joseph yang terlihat semakin lemah."Kek, bertahanlah!" ucap Aditya, meskipun dalam hatinya ada perasaan bimbang.Beberapa menit kemudian, ambulans datang. Aisyah dan Aditya menemani Kakek Joseph ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Aisyah menggenggam tangan Kakek Joseph erat, hatinya masih diliputi kebingungan."Aku tidak bisa mengubah masa lalu, Kek... Tapi aku tidak mau kehilangan keluarga lagi," bisik Aisyah.Air mata Kakek Joseph mengalir, tetapi ada sedikit senyum di wajahnya. "Terima kasih, Nak... Terima kasih..."Setidaknya, dia masih memiliki kesempatan untuk menebus kesalahannya.Di dalam kamar rumah sakit, Kakek Joseph terbaring lemah dengan alat bantu oksigen terpasang di hidungnya. Tatapan matanya menerawang, seolah mengingat kembali masa lalu yang s
Aditya tak lagi bisa menahan gejolak perasaannya. Ia langsung menarik Aisyah ke dalam pelukannya, mendekap erat tubuh istrinya yang selama ini ia rindukan. "Aisyah… maafkan aku…" suaranya bergetar, dadanya naik turun menahan sesak haru. "Aku bodoh, aku salah paham… Aku merindukanmu setiap hari…" Aisyah menangis di dada suaminya, menggenggam erat punggung Aditya seolah tak ingin kehilangan lagi. "Aku juga, Mas… Aku selalu menunggumu…" Aditya lalu menunduk, memandangi bayi kecil mereka yang ada dalam gendongan Aisyah. Dengan hati-hati, ia mengambil bayi itu ke dalam pelukannya. Mata Aditya berkaca-kaca saat melihat wajah mungil yang begitu mirip dengannya. "Anakku… Maafkan Ayah, Nak…" bisiknya, menciumi dahi dan pipi bayinya penuh kasih sayang. Aisyah tersenyum di sela air matanya. "Dia selalu menangis mencari ayahnya… Sekarang dia sudah bertemu Ayahnya…" Aditya tersenyum bahagia, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Setelah sekian lama terpisah, setelah semua penderitaan
Beberapa hari yang lalu, memang Aisyah pindah di rumah Pak Daniel dikarenakan sudah positif tes DNA pakai sikat gigi Aditya masih ada. Jadi Pak Daniel sangat bahagia, beliau menceritakan masa lalu saat Aditya kecil umur lima tahunan.Di ruang tamu rumah besar Pak Daniel, suasana penuh kehangatan. Aisyah duduk dengan bayi di pangkuannya, sementara Arjuna tersenyum melihat kebahagiaan ayahnya. Pak Daniel menatap sikat gigi yang telah digunakan untuk tes DNA dan hasilnya yang menunjukkan bahwa Aditya adalah Andre, putranya yang telah lama hilang.Dengan suara bergetar, Pak Daniel mulai bercerita, "Andre… atau sekarang Aditya, dulu saat masih berumur lima tahun, adalah anak yang ceria dan pintar. Dia selalu berlari ke taman belakang untuk bermain bola. Setiap sore, dia menungguku pulang kerja hanya untuk duduk di pangkuanku dan mendengarkan cerita."Aisyah mendengarkan dengan penuh perhatian. Air matanya hampir jatuh saat melihat kebahagiaan di wajah Pak Daniel. "Lalu… bagaimana bisa Adit
Beberapa bulan kemudian, Aisyah bercerita tentang Aditya di keluarga Glazer kepada Arjuna dan dia juga bertanya tentang kakaknya Arjuna yang bernama Andre. Ternyata dulu memang ada konflik besar antara perusahaan Pak Daniel dan perusahaan Glazer. Arjuna menghela napas panjang sebelum mulai bercerita. "Andre... Dia memang kakakku, tapi sejak kecil aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Konflik antara keluarga kami dan keluarga Glazer sudah berlangsung lama. Sejujurnya, aku juga tidak tahu detailnya, tapi Ayah dan Pak Daniel dulu adalah rekan bisnis yang akhirnya menjadi musuh," jelasnya. Aisyah mendengarkan dengan seksama, mencoba menyusun potongan-potongan puzzle yang semakin membingungkan. "Jadi... kalau benar Aditya adalah Andre, mungkin dia korban dari konflik keluarga ini? Apa mungkin identitasnya sengaja diubah?" tanyanya, berusaha mencari kebenaran. Arjuna mengangguk pelan. "Itu bisa saja terjadi. Aku pernah mendengar cerita bahwa saat kecil, kakakku menghilang di tengah
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f