Di suatu malam yang gelap, Aisyah merasa tubuhnya lemas dan tak berdaya saat ia tersadar dalam sebuah mobil. Pandangannya kabur, namun ia bisa melihat sekilas seorang pria bertopeng di kursi kemudi. Pria itu tampak tak peduli pada ketakutannya; tatapan matanya dingin dan penuh rencana. Aisyah mencoba bergerak, tapi tali di pergelangan tangannya membuatnya tak bisa melawan.Mobil melaju kencang di jalanan berkelok yang sepi, dengan jurang terjal menganga di sisi jalan. Aisyah semakin panik ketika menyadari tujuannya bukanlah sebuah tempat aman , melainkan menuju jurang yang bisa merenggut nyawanya. Saat itulah ia menyadari bahwa ini semua adalah ulah Shintya—wanita yang ingin mencelakakannya dengan segala cara.Detik-detik mencekam terasa begitu lambat, sementara mobil makin mendekati tikungan yang tajam. Aisyah mengumpulkan keberanian terakhirnya, menendang keras-keras kursi di depannya. Pria bertopeng itu kaget, sedikit mengurangi laju mobil. Kesempatan itu tak disia-siakan Aisyah. D
Di tengah hutan lebat, Aisyah dan Aditya bergegas mencari tempat berlindung saat hujan deras tiba-tiba mengguyur. Deru angin dan suara gemuruh petir menambah suasana mencekam malam ini. Mereka akhirnya menemukan sebuah gua kecil, cukup sempit tapi mampu menampung mereka berdua.Dengan pakaian yang masih basah dan tubuh menggigil kedinginan, mereka duduk berdekatan, mencari kehangatan satu sama lain. Cahaya samar dari senter kecil menjadi satu-satunya penerang di dalam kegelapan gua. Suara hujan yang terus mengguyur di luar menjadi latar belakang yang menenangkan di sela-sela percakapan mereka."Mudah-mudahan besok pagi cuaca sudah membaik," ucap Aditya, mencoba menyemangati Aisyah yang terlihat cemas.Aisyah mengangguk pelan, lalu menatap keluar gua yang dipenuhi kabut malam. Meski rasa takut sempat menghantui, kehadiran Aditya di sampingnya membuat merasa lebih aman. Mereka pun berusaha untuk beristirahat, berharap pagi segera datang dengan membawa sinar matahari dan cuaca yang cerah
Sebelum malam tiba, Aditya dan Aisyah berencana pergi dari desa tersebut. Mereka duduk bersebelahan di kamar sederhana di tempat para tamu yang tersedia, merasakan kecemasan yang menggantung di udara. Mereka baru saja mendengar kabar tentang tradisi mengerikan di desa terpencil tempat mereka menginap.Warga desa itu mempercayai bahwa setiap tahunnya, mereka harus melakukan "upacara pembersihan" yang melibatkan pengorbanan jiwa. Mereka meyakini bahwa tradisi ini adalah satu-satunya cara untuk mencegah kutukan yang akan menimpa desa jika tidak dilakukan.Aisyah dengan wajah pucat dan tangan gemetar, menatap suaminya dan berkata dengan suara tertahan, “Aditya, aku nggak bisa tinggal di sini lebih lama lagi. Ini gila! Kita harus pergi sekarang juga, sebelum semuanya terlambat.”Aditya mencoba menenangkan istrinya, meski di dalam hatinya dia juga dilanda ketakutan. Namun, jauh di lubuk hatinya merasa mereka memang harus segera pergi."Jika kita pamit, pasti tidak boleh." Aditya masih berfi
Setelah sampai di kota, Aditya dan Aisyah turun dari angkot tersebut. Tidak jauh dari mereka, seorang pria misterius juga turun dari kereta, sosoknya tertutup bayangan, dan langkahnya tenang.Mereka berdua tidak menyadari bahwa pria itu telah mengamati mereka sejak mereka melewati hutan. Matanya yang tajam menelusuri setiap gerakan mereka dari jauh. Dia berhentis. sejenak, menunggu mereka melangkah lebih jauh menuju pusat kota, sebelum akhirnya dia mulai mengikuti dengan langkah yang begitu halus, nyaris tanpa suara.Pria itu menyatu dengan keramaian malam, seperti bayangan yang sulit dipahami, sementara Aditya dan Aisyah masih menunggu Adre. Mereka merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi tidak dapat memastikan apa. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat ke sekeliling, namun pria itu selalu berhasil bersembunyi di balik bayangan bangunan atau pepohonan. Tanpa mereka sadari, bahaya semakin mendekat dari belakang. Ketika mobil Adre tiba, Aditya langsung menarik lengan istrinya untuk ma
Shintya mendengar hinaan dari wanita kampung seperti Aisyah dia tidak tinggal diam. Wanita licik itu beranjak dari ranjang, lalu berkata, "Hey, jalang. Kamu yang merebut Aditya dariku." Shintya dengan marah ingin menarik jilbab yang melekat padanya, "Kamu nggak tahu diri ya, Aisyah? Udah ambil kekasih orang, masih berani berkata buruk kepadaku? Dasar perebut, nggak punya malu! Kamu itu perempuan jalang, nggak punya moral, apa nggak malu jadi perempuan kayak gitu?"Aisyah terdiam, sekarang dia bukan wanita penakut seperti dulu lagi. Dia hanya menahan tawa atas perkataan Shintya. "Shintya, aku tidak pernah berniat untuk merebut siapa pun dari siapa pun. Jika menurutmu seperti itu? Silahkan maki-maki dan hina diriku, yang penting aku tidak merasa, keh keh keh." Aisyah hanya terkekeh saja mendengar wanita yang terlalu obsesi dengan suaminya.Shintya semakin marah mendengar Aisyah tidak merasa sakit atas perkataannya, "Kamu, memang benar-benar jalang! Aku akan membuat Aditya membenci dir
Aditya menarik lengan istrinya menuju kamar mandi. Lalu, dengan lembut menggandeng tangan sang istri, mengajak menuju kamar mandi. Senyum hangat terukir di wajahnya saat mereka berjalan bersama. Di sana, di dalam kamar mandi yang diterangi cahaya lembut, Dengan sabun wangi, handuk bersih, dan air hangat yang sudah di atur, dia memastikan semuanya siap. Kamar mandi itu menjadi tempat di mana Aditya bisa berbagi waktu yang damai dan penuh kebahagiaan, hanya berdua, terlepas dari kesibukan dan rutinitas sehari-hari. Di tengah keheningan itu, Aditya ingin istrinya merasa nyaman dan dihargai, karena bagi Aditya, kebahagiaan kecil inilah yang membuat hidup semakin berarti."Entar kamu sakit lagi!" kata Aisyah sedikit mencemaskan suaminya."Dengan air hangat, aku tidak begitu pusing. Kemaren saja, aku sudah merasakan tidak enak badan. Ah, tambah ada masalah di perusahaan." "Baiklah. Aku akan memandikan kamu seperti anak kecil," ucap Aisyah.Aditya bersiap melepaskan semua pakaian yang me
Aditya duduk di ruang CEO dengan wajah yang penuh kebingungan. Banyak masalah bertumpuk di pikirannya, membuat semakin sulit untuk fokus. Di rumah, situasi tak kalah rumit—seorang wanita yang mengaku sebagai kekasihnya. Dia beralih mondar-mandir dengan gelisah, menambah kekacauan dalam hidupnya. Aditya merasa terjebak, seolah semua masalah datang bertubi-tubi tanpa memberinya ruang untuk bernapas. Dia memijit pelipisnya, berharap menemukan solusi, tetapi semakin dia mencoba berpikir, semakin buntu rasanya.__________________Di sisi lain, Aisyah berbincang dengan seorang wanita yang mengaku sebagai kekasih suaminya, Aditya. Wanita itu tampak tegas saat menceritakan hubungannya dengan Aditya. Dengan nada percaya diri, dia mengatakan bahwa dirinya memang benar-benar kekasih Aditya.Wanita itu berkata dengan nada keras, "Kamu mungkin nggak percaya, tapi aku benar-benar kekasih Aditya."Aisyah mencoba menenangkan diri, "Maaf, kamu siapa? Kenapa kamu bilang begitu? Aditya suami aku.""Aku
"Ah, kamu ini. Sekarang banyak masalah, tidak fokus untuk gituan." "Hem, begitu kah!" "Ya." Aditya bersandar dengan nyaman di pangkuan Aisyah, matanya terpejam menikmati pijatan lembut di kepala. Jari-jari Aisyah dengan penuh kasih mengusap rambutnya, menciptakan rasa nyaman yang membuat sejenak lupa akan penatnya hari itu. Sambil sesekali tersenyum, Aditya melontarkan beberapa lelucon kecil, membuat Aisyah tertawa ringan. Tawa mereka mengisi suasana hangat di ruangan itu, menambah keakraban di antara mereka. Setiap tawa yang terdengar membuat hati mereka terasa semakin dekat, seolah tak ada jarak di antara mereka.Sambil menikmati pijatan, Aditya tiba-tiba berkata, “Wah, pijatanmu bikin ngantuk, nih. Kayaknya kalau tiap hari kayak gini, aku bisa langsung pensiun jadi manusia paling santai di dunia!”Aisyah tertawa kecil dan menjawab, “Iya, tapi bayarnya per menit, lho. Siap-siap rekeningmu kebobolan!”Aditya berpura-pura kaget. “Waduh! Kirain gratis kalau sudah seromantis ini!”Ai
Di koridor rumah sakit Aisyah duduk di bangku panjang di luar ruang perawatan Aditya. Wajahnya tampak lelah, matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba ada Adre, asisten pribadi Aditya, berdiri di sampingnya dengan raut wajah serius."Bagaimana Tuan Aditya?" tanya Adre dengan sopan.Aisyah dengan suara lirih, "Kenapa semua ini terjadi? Kenapa Aditya harus mengalami ini?Adre menghela napas lalu berkata , "Tuan Aditya adalah orang yang kuat, Nyonya. Tapi banyak hal yang ia pendam selama ini."Aisyah menatap pria tersebut, "Apa maksudmu?"Adre diam sejenak, lalu memutuskan untuk berbicara, "Anda tahu, Nyonya, dulu Tuan Aditya saat menikahi Anda, dia sebenarnya masih terluka. Luka dari masa lalunya, terutama karena Shintya." Adre memberi tahu satu tahun yang lalu."Ya, aku tahu dia adalah kekasihnya," kata Aisyah.Adre berkata lagi, "Bukan sekedar kekasih, Shintya adalah cinta pertamanya. Namun, ketika dia bekerja di luar negeri, dia mengetahui Shintya berselingkuh. Itu menghancurkannya. Dia tidak
Aditya tidak konsentrasi saat mengemudi. Di tengah perjalanan, sebuah kecelakaan tragis terjadi. Mobilnya menabrak pembatas jalan dengan keras, membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Dia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis dengan orang setempat. Aisyah mendapat kabar segera pergi ke rumah sakit.Beberapa hari berlalu, Aditya masih terbaring koma di rumah sakit. Selang dan alat medis terpasang di tubuhnya. Aisyah duduk di samping tempat tidur, wajahnya penuh kecemasan dan rasa bersalah. Ia memegang tangan suaminya dengan erat, berharap Aditya segera sadar.Aisyah berbisik lirih sambil menahan air mata, "Mas, bangunlah... Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku butuh kamu di sini. Aku ingin menjelaskan semuanya. Tolong jangan pergi..."Waktu terasa begitu lambat. Aisyah hampir tidak tidur selama beberapa hari terakhir, mengawasi Aditya dengan harapan dia menunjukkan tanda-tanda membaik. Namun, rasa lelah membuatnya keluar sejenak dari ruang pasien unt
Setelah Aditya minum kopi tersebut. Mereka berdua bermain panas di ruang kerja dengan penuh gairah. Setelah menikmati momen intim yang penuh kehangatan di ruang kerja, Aditya dan Aisyah memutuskan untuk kembali ke kamar. Mereka saling menggenggam, lalu berjalan menuju pintu ruang kerja. Namun, saat Aditya membuka pintu, pemandangan tak terduga membuat mereka terhenti.Delon berdiri di depan pintu, jelas terlihat sedang mengintai. Wajahnya seketika berubah, penuh keterkejutan, seolah tidak menyangka akan ketahuan. Aisyah menatap Delon dengan alis terangkat, sementara Aditya langsung memasang ekspresi curiga.Aditya dengan nada tajam bertanya , "Delon? Apa yang kamu lakukan di sini?"Delon mencoba menyembunyikan kegugupannya, tetapi tubuhnya yang sedikit kaku menunjukkan bahwa dia merasa bersalah. Dia tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian.Delon sambil menggaruk kepala, pura-pura santai sambil berkata, "Ah... aku cuma lewat, kok. Dengar suara aneh, jadi penasaran. Kupikir kalia
Beberapa jam kemudian, suasana duka menyelimuti pemakaman keluarga besar Glazer. Langit mendung seolah ikut merasakan kesedihan yang dirasakan semua orang. Jasad Kakek Glazer telah dibawa ke makam keluarga, tempat peristirahatan terakhir bagi generasi pendahulu keluarga Glazer.Aditya berdiri di barisan depan bersama Aisyah di sampingnya, mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya terlihat pucat dan letih, matanya sembap karena kurang tidur dan terlalu banyak menangis. Namun, dia berusaha tetap tegar demi menghormati mendiang Kakek.Di sekitar mereka, anggota keluarga besar Glazer lainnya berkumpul, termasuk Elsa dan Fransisco. Namun, tidak ada kata-kata yang terucap di antara mereka, hanya tatapan dingin yang menambah suasana tegang di tengah prosesi duka.Seorang berdiri di depan makam, membacakan doa perpisahan dengan suara tenang namun penuh makna. Keluarga Glazer tidak beragama, mereka mengikuti umumnya di daerah setempat.Setelah doa selesai, para pelayat dipersilakan untuk member
Saat Aditya memasuki ruang tunggu, matanya langsung tertuju pada sosok Aisyah yang sudah berada di sana. Wanita itu, duduk di sudut ruangan dengan wajah cemas, menunduk memandangi tangannya yang menggenggam erat tas kecilnya. Aditya menghentikan langkahnya sejenak, perasaan penuh ketidakberdayaan menyelimuti dirinya.Aisyah menyadari kehadirannya dan langsung berdiri. Dia berjalan mendekat dengan raut wajah khawatir, menyadari betapa terguncangnya sang suami.Aisyah suara lembut, penuh perhatian, meskipun dirinya berpura-pura. Rasa kemanusiaannya masih ada. Dia sadar bahwa Kakek Glazer adalah yang selalu baik padanya. "Mas... kamu baik-baik saja? Aku dengar kabar tentang Kakek dari Pak Rudy, jadi aku langsung ke sini."Aditya tidak langsung menjawab. Matanya menatap dalam ke arah Aisyah, seolah mencari kekuatan di dalam dirinya. Namun, di balik itu, ada ketidakberdayaan yang terpancar jelas dari sorot matanya.Aditya dengan suara lemah, hampir berbisik, "Aku... aku tidak tahu lagi ha
Aditya mondar-mandir di ruang CEO dengan langkah gelisah. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berkecamuk, mencoba menghubungkan berbagai kemungkinan. Dia merasa dikhianati, tapi oleh siapa? Amelia Earhart tak mungkin bisa mengambil alih semuanya tanpa bantuan orang dalam. Tapi siapa? Itulah pikiran Aditya berputar-putar yang tidak tahu ujungnya.Aditya berbicara pada dirinya sendiri, wajahnya tegang, "Shintya... Dia memang licik. Tapi apa dia punya akses ke dokumen rahasia? Atau... jangan-jangan ada orang lain? Seseorang yang dekat denganku?"Aditya mengingat beberapa kejadian terakhir. Dia mulai merasakan ada kejanggalan. Shintya memang sering bersikap manipulatif, tapi dia bukan tipe yang bekerja dalam diam. Jika memang Shintya, kemungkinan besar dia akan meninggalkan jejak yang jelas. Namun, ada juga kemungkinan orang lain yang lebih cerdik, seseorang yang tidak pernah dia curigai.Aditya memikirkan Adre, asistennya yang tiba-tiba menghilang di saat krisis ini. Apakah Adre terlibat
Mereka berdua mulai bermain, Aditya dengan lihai bermainan panas di atas ranjang. Permainan panas membuat keduanya menikmati bersama sampai puas. Keesokan paginya, setelah malam yang berat, Aditya terbangun dan melihat Aisyah duduk di dekat jendela kamar, tampak tenang dan teduh dalam keheningan pagi. Dia tersenyum melihat Aisyah yang begitu penuh kasih dan perhatian. Aditya merasa bersyukur memiliki istri yang selalu mendampinginya. Aditya tersenyum hangat, mendekati sang istri lalu berbisik, "Selamat pagi, Sayang. Maaf ya, aku membuatmu khawatir semalam."Aisyah pura-pura membalas tersenyum lembut, "Selamat pagi juga, Mas. Tidak apa-apa, aku hanya senang kamu sudah lebih baik. Lagian, kamu sungguh hebat tadi malam, main kuda-kudaan."Aditya tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Supaya kamu nggak terlalu tegang, bagaimana kalau kita isi hari ini dengan bersantai dan bermain sesuatu yang seru?"Aisyah tertawa tipis merasa senang dengan ide itu, dia bertanya, "Bermain apa, Mas
Beberapa jam kemudian, dokter datang untuk memeriksa kondisi Aisyah sekali lagi. Setelah memastikan semuanya stabil, dokter memberi izin kepada Aisyah untuk pulang ke rumah.Dokter tersenyum hangat lalu berkata, "Nyonya, kondisi Anda sudah membaik. Anda bisa pulang sekarang, tapi ingat untuk tetap beristirahat dan tidak terlalu banyak pikiran, ya."Aisyah tersenyum tipis, masih terlihat lemah tetapi sudah lega mendengar penjelasan dari dokter. "Terima kasih, Dok," balas Aisyah.Aditya menatap dokter dengan penuh terima kasih, "Terima kasih, Dokter, atas bantuannya. Kami akan pastikan istriku mendapat istirahat yang cukup di rumah."Setelah semua administrasi selesai, Aditya membantu Aisyah berdiri dengan hati-hati, memegangi bahunya dengan lembut saat mereka berjalan keluar rumah sakit.Sesampainya di mobil, Aditya menyiapkan kursi dan memastikan Aisyah nyaman.Aditya sambil memasangkan sabuk pengaman pada Aisyah berkata, "Kamu sudah siap pulang? Kita bisa berhenti kapan saja kalau ka
Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung mendapatkan perhatian dan penanganan cepat dari dokter. Dokter segera melakukan pemeriksaan awal untuk menilai kondisinya dan memastikan dia mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Tim medis juga sigap menyiapkan peralatan serta obat-obatan yang mungkin diperlukan agar pasien. Aditya dengan wajah cemas bertanya, "Dok, bagaimana kondisi Aisyah sekarang? Kenapa dia belum sadar?"Dokter menenangkan Aditya, "Tenang, Pak Aditya. Setelah kami periksa, Istri Anda hanya mengalami kelelahan dan stres berlebih. Dia hanya perlu istirahat yang cukup."Aditya sedikit lega sambil mengelus dada, "Syukurlah, saya kira kondisinya parah. Terima kasih, Dok."Beberapa waktu kemudian, Aisyah akhirnya sadar.Aditya menghela napas lega, mendekati sang istri sambil berkata, "Aisyah... kamu sudah sadar. Kamu tahu betapa khawatirnya aku?"Aisyah hanya diam dan terlihat bingung.Aditya membelai rambut Aisyah yang tanpa mengenakan jilbab, "Sayang, kamu baik-baik saja?