Seperti yang diinginkan oleh Wira, dengan berat hati Angkasa datang ke acara Ressa Company untuk membahagiakan hati mungil Wira sebagai Ayah kandungnya. Meskipun Angkasa sangat keras kepala, dia masih menghargai Wira sebagai orang yang telah berjasa untuk hidupnya. Semua media berkumpul untuk hari bahagia dari Ressa Company. Tampilan Angkasa yang terbalut dengan tuxedo hitam dan celananya nampak membuatnya terlihat sangat berwibawa dan memancarkan aura alpha dominan yang sangat ditakuti oleh orang yang melihatnya.“Angkasa, saya yakin kamu akan datang hari ini.” Ujar Aditomo dengan merangkul bahu Angkasa erat. Senyum Aditomo merekah hingga membuat teman media senang karena bisa mengabadikan gambar apik untuk serentetan momen langkah kedua orang penting di perusahaan terbesar se Indonesia ini.“Apa hubungan antara Pak Aditomo dengan Pak Angkasa?” tanya seorang reporter yang sedang bertugas saat itu disela sesi pertemuan hangat Aditomo dan Angka
Asya duduk termenung di ruang khusus pengajar yang ada di Rumah Bangsa. Di sana tidak banyak orang, hanya ada Adrian, Vania dan Sendi yang sedang menilai hasil kerja para muridnya hari ini.“Cha nanti ikut rapat ya?” ajak Sendi ditengah kesibukannya pada selebaran kertas dihadapannya.“Rapat apa Mbak?” tanya Asya bingung.“Kamu gak lihat grup pengajar?” tanya Sendi yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Asya.“Mana sempat Mbak, dia kan sibuk orangnya.” Intrupsi Vania tanpa menatap orang yang sedang disindirnya.“Iya, maaf gue belum sempat buka grup semalam. Tapi gue bakal ikut kok Mbak.” Balas Asya yang paham akan arah sindiran Vania. Adrian menatap Sendi seolah sedang memberikan perintah padanya untuk segera dapat dilakukan. Melihat sorot nyalang itu, Sendi lantas mengangguk dan bangkit dari kursinya untuk mendekat ke arah Vania.“Ikut gue beli makan siang yuk, sambil nunggu Mas Dafid selesai ngajar.” Ajak Sendi dengan menatap Vania yang masih tertunduk kes
Selamat membaca~-Suara mesin tik terdengar menyeruak alih-alih ruangan yang sangat sepi. Para pegawai tampak fokus pada layar laptop yang menampilkan pekerjaan mereka. Berbeda dengan perempuan bermata belok yang sedang memejamkan matanya menikmati waktu yang mendekati istirahat. Suara langkah kaki pun terdengar, hampir seluruh pegawai yang berada di dalam satu ruangan dengannya berjalan menuju kantin untuk menikmati makan siang mereka.“Cha, kantin dulu yuk. Sebelum waktu makan siang habis.” ajak gadis berambut panjang yang digerai.Mata kantuk perempuan yang bernama Ashalina El Carissa itu langsung berubah menjadi segar. Dia segera bangkit dan menggandeng lengan sahabatnya yang menjadi teman sekantornya.“Segar banget ya matanya.” olok Sila sahabatnya. Asya hanya tertawa menanggapi olokan Sila yang selalu mengisi hari-harinya. Meskipun begitu, mereka tidak pernah bertengkar untuk memperdebatan olokannya.“Kamu yang serius kalau kerja, soalnya Pak Angkasa gal
Selamat membaca~ - Seperti pagi biasanya, setelah di lakukan doa pagi seluruh pegawai bekerja sesuai divisi masing-masing. Asya berlari dengan cepat memasuki gerbang kantor, dia sudah terlambat pagi ini karena jalanan pagi yang macet. Asya berlari sekuat tenaganya, dengan kecepatan yang tidak pasti, namun langkah kakinya dapat membawanya memasuki lobby kantor. Namun hal itu tidak membuatnya menghentikan langkah kecilnya untuk berhenti berlari. Tujuan keduanya saat ini adalah masuk kedalam lift yang bisa membawanya menuju lantai 5, di mana itu adalah tempatnya bekerja. Saat Asya hampir sampai di depan lift, tiba-tiba saja langkahnya terputus dan menabrak seorang anak kecil yang juga baru saja keluar dari lift. Dengan spontanitas yang dimilikinya, Asya dengan cepat menangkap anak itu dan membawanya ke dalam pelukannya sebelum badannya jatuh terbentur dengan lantai. Alhasil badan Asya lah yang dengan keras membentur lantai dingin perusahaan. “Adik, kamu baik-b
Selamat membaca~ - Asya berjalan menuju ruangan Divisi Produksi untuk menyerahkan map titipan Angkasa. Di sana Asya menemui Kepala Divisi langsung, yaitu Galih Kusuma. Setiap Divisi tidak memiliki ruangan khusus untuk kepalanya, karena bagi Angkasa setiap kepala harus dekat dengan anggotanya. Maka dari itu dia tidak membuat ruangan khusus bagi Kepala Divisi pada setiap divisi. “Halo Acha, cari siapa?” sapa Rania selaku anggota dari tim Produksi. “Kak Galihnya ada?” jawab Asya kepada seniornya itu dengan sopan. “Ada kok, di tempat duduknya.” jawab Rania. “Baik, terima kasih ya Kak.” Asya berjalan lurus untuk bisa sampai pada meja kerja Galih. Sesampainya di sana, Asya memberikan map itu tepat di hadapan Galih yang tengah fokus menatap hasil desain dari subdivisinya. “Wih, cakep banget baju renangnya,” ujar Asya kagum pada hasil desain yang terpampang jelas di layar monitor Galih. “Kamu kenapa di sini?” tanya Galih saat menyadari kehadiran Asya ada di sampingnya.
Selamat membaca~ - Asya membawa Jef untuk makan di kantin perusahaan. Berbagai macam arti dari sorot mata, kini menemani langkah kecil Asya yang tampak gusar dan tak nyaman. Namun dia berusaha keras untuk terlihat biasa saja agar tidak menciptakan rumor pedas di mulut perusahaan. Asya melihat Sila yang sedang berdiri memesan makanan, dia akhirnya membawa Jef untuk menghampiri Sila. “Katanya sahabat, kok aku ditinggal sih.” tegur Asya dengan melihat lurus kearah menu yang ada dihadapannya. “Loh, udah bangun? Maaf banget, tadi mau bangunin tapi aku gak tega. Ya udah niatnya biar aku yang beliin kamu makanan, baru deh bangunin kamu.” jelas Sila tak enak hati. “Gara-gara kamu gak bangunin aku, Pak Angkasa tadi yang bangunin aku. Gila banget sih kalau wajahnya di ingat-ingat,” gerutu Asya dengan bergidik ngeri. Sila tersenyum saat melihat adanya Jef yang berdiri di samping Asya. Mata Sila bergerak dengan wajahnya yang menghadap kearah Asya. “Ada anaknya, jaga u
Selamat membaca~ - Asya masuk ke dalam kamar kost miliknya. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuknya. Tidak hanya untuk raganya, namun jiwanya juga terguncang saat menyadari bahwa esok ia kembali menjadi pengangguran. Mencari kerja di kota metropolitan ternyata sangat susah, harus banyak usaha dan kesabaran dalam mencarinya. Usaha Asya untuk masuk kedalam Sandhaya Sea Company tidaklah mudah, namun ia dikeluarkan dengan sangat mudah. Hal itu membuat Asya seolah mentertawai dirinya yang sangat konyol. Saat ia sedang berbaring dan meratapi kesedihannya, pintunya diketuk dengan tak wajar oleh seseorang. Asya tahu siapa orang yang mengetuknya dengan tak sopan seperti ini. Ia pun bangkit dan segera membukanya. “Ada berita kalau kamu di pecat dari perusahaan. Benar gak sih?” ujar Sila dengan raut wajah serius. Asya mengangguk seraya memeluk Sila. Ia menangis dalam dekapan Sila. Sila adalah saksi bisu bahwa betapa sulitnya bagi Asya untuk bergabung ke perusaha
Selamat membaca~ - Asya menghentikan kakinya tepat dihadapan rumah tempat alamat yang sudah dikirimkan oleh Adrian semalam. Rumah sederhana dengan banyak sandal yang berserakan, tidak jauh dari yang sudah ia bayangkan. Namun tetap saja realita untuk menyambung hidup akan sulit jika hanya bergantung pada pekerjaan yang harusnya bisa dibilang sebagai relawan. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” ujar seorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumah yang dipandangi oleh Asya. Asya tersenyum seraya melangkah maju untuk menghampiri laki-laki dengan tubuh jangkung dan proporsional itu. “Saya mau bertemu dengan mas Adrian. Apa beliau ada?” ujar Asya yang langsung menjelaskan maksud tujuan kedatangannya. “Mbak Asya? Saya Adrian.” Balasnya seraya mengulurkan tangannya untuk mengajak Asya berjabat tangan. “Halo, mas Adrian. Saya Ashalina El Carissa, mas bisa panggil saya Acha. Saya sahabatnya Sila.” Ujar Asya seraya membalas jabatan tangan dari Adrian. “Saya Adrian Gibraseno, s
Asya duduk termenung di ruang khusus pengajar yang ada di Rumah Bangsa. Di sana tidak banyak orang, hanya ada Adrian, Vania dan Sendi yang sedang menilai hasil kerja para muridnya hari ini.“Cha nanti ikut rapat ya?” ajak Sendi ditengah kesibukannya pada selebaran kertas dihadapannya.“Rapat apa Mbak?” tanya Asya bingung.“Kamu gak lihat grup pengajar?” tanya Sendi yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Asya.“Mana sempat Mbak, dia kan sibuk orangnya.” Intrupsi Vania tanpa menatap orang yang sedang disindirnya.“Iya, maaf gue belum sempat buka grup semalam. Tapi gue bakal ikut kok Mbak.” Balas Asya yang paham akan arah sindiran Vania. Adrian menatap Sendi seolah sedang memberikan perintah padanya untuk segera dapat dilakukan. Melihat sorot nyalang itu, Sendi lantas mengangguk dan bangkit dari kursinya untuk mendekat ke arah Vania.“Ikut gue beli makan siang yuk, sambil nunggu Mas Dafid selesai ngajar.” Ajak Sendi dengan menatap Vania yang masih tertunduk kes
Seperti yang diinginkan oleh Wira, dengan berat hati Angkasa datang ke acara Ressa Company untuk membahagiakan hati mungil Wira sebagai Ayah kandungnya. Meskipun Angkasa sangat keras kepala, dia masih menghargai Wira sebagai orang yang telah berjasa untuk hidupnya. Semua media berkumpul untuk hari bahagia dari Ressa Company. Tampilan Angkasa yang terbalut dengan tuxedo hitam dan celananya nampak membuatnya terlihat sangat berwibawa dan memancarkan aura alpha dominan yang sangat ditakuti oleh orang yang melihatnya.“Angkasa, saya yakin kamu akan datang hari ini.” Ujar Aditomo dengan merangkul bahu Angkasa erat. Senyum Aditomo merekah hingga membuat teman media senang karena bisa mengabadikan gambar apik untuk serentetan momen langkah kedua orang penting di perusahaan terbesar se Indonesia ini.“Apa hubungan antara Pak Aditomo dengan Pak Angkasa?” tanya seorang reporter yang sedang bertugas saat itu disela sesi pertemuan hangat Aditomo dan Angka
Selamat membaca~- Angkasa meregangkan dasi yang sudah mencekat lehernya seharian ini. Hari ini sangat melelahkan untuknya. Bahkan jauh terasa lebih berat dari yang biasanya telah dia jalankan. Angkasa melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga untuk melihat kondisi Jef yang bahkan tidak mau lagi untuk berbicara dengannya.“Astaga.” Angkasa terkejut karena keberadaan Jefrey yang sedang duduk sendirian di tengah redupnya ruang keluarga. Jef duduk tepat di tempat biasanya Asya gunakan untuk istirahat sambil menonton televisi saat memiliki waktu senggang. Sorot mata Jef menangkap mata Angkasa yang masih terkejut akan keberadaannya yang tidak terduga. “Kamu kenapa di situ Jefrey?” tanya Angkasa.“Jef tidak mau tidur Pak. Jef sengaja menunggu Bapak pulang,” Angkasa mengarahkan pandangannya ke arah dapur di mana ada Tari yang kini datang dengan membawa secangkir kopi. Tari meletakkan kopi pesanan Angkasa yang se
Selamat membaca~ - Asya termenung dalam kamar kosnya. Materi untuk mengajar besok, sudah dia siapkan sejak sore. Malam ini harinya terasa sepi, tidak ada lagi pekerjaan yang harus dia selesaikan. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk memandangi palfon kamar yang berwarna putih. Pintu kamar Asya di ketuk, dia bangkit dengan badan yang lunglai dan tak berdaya. Dia sungguh malas untuk menerima tamu malam ini. Asya membuka pintu dengan terpaksa karena dia tahu siapa yang datang saat ini. “Surprise!” ujar Sila dengan membawa banyak tentengan kresek yang berisi makanan. Tanpa menunggu di suruh untuk masuk, Sila melangkahkan kakinya dan duduk di lantai yang sudah dilapisi karpet berbulu berwana abu-abu. Asya hanya pasrah dan segera menutup pintu kamarnya. “Banyak banget makanannya? Tanggal gajian kamu masih lama kan?” tanya Asya yang bingung dengan sikap Sila saat ini. “Kita hari ini akan merayakan pesta atas kamu yang sudah pensiun jagain Jef.”
Selamat membaca~ - Adrian duduk di bangku tukang siomay langganannya bersama Asya. Asya tidak mengira jika Adrian akan mengajaknya ke sini untuk makan siang bersama. Suasana canggung melanda mereka berdua. Asya bingung hendak memulai percakapan dari mana. “Kamu gak bilang kalau udah punya calon suami,” ujar Adrian membuka percakapan yang berhasil membuat Asya terkejut. “Hah? Kata siapa?” tanya tanya Asya. “Waktu itu, ada suara cowok yang angkat telepon kamu. Dia bilangnya kamu izin soalnya ada acara sama calon suami.” jelas Adrian. Asya diam. Dia berusaha untuk mengingat siapa saja yang sudah meminjam ponselnya akhir-akhir ini. Pikiran Asya tertuju pada hari setelah Angkasa sakit. Asya menghela napas, terlihat dia sangat frustasi saat ini karena ulah Angkasa yang sangat ceroboh. “Bukan, Mas. Dia bukan calon suamiku.” ujar Asya. “Lalu dia siapa? Kenapa bisa ada sama kamu di pagi hari?” tanya Adrian dengan menatap dalam Asya untuk mencari jawaban jujur yang ke
Selamat membaca~ - Suasana kantor Sandhaya Sea Company pagi ini tampak tentram. Seluruh pegawai bekerja sesuai dengan pekerjaan setiap divisi. Bagian paling sibuk setelah melakukan launching produk adalah Departemen Produksi, karena mereka harus selalu siap siaga di gudang dan kantor untuk memantau pekerjaan agar hasil yang di cetak maksimal. “Jangan lupa untuk mengawasi setiap pekerja agar bahan yang sudah rusak tidak ikut di produksi.” tegas Galih kepada anggotanya yang saat ini ikut survey lokasi di gudang. “Siap.” Semuanya berpencar untuk menjalankan tugas yang sudah diberikan oleh Galih kepada setiap kepala anggota. Bagian produksi kantor dan produksi gudang berbeda. Produksi kantor berfokus kepada untuk perencanaan bahan, alat, model, dan yang berhubungan dengan memproduksi sebuah bahan. Sedangkan bagian produksi gudang, merekalah yang akan memproduksi sebuah barang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh Ketua Divisi Produksi. Sila berkeli
Selamat membaca~ - Angkasa melihat kamar Jef yang sudah gelap. Ternyata dia sudah tidur. Mungkun karena kelelahan diperjalanan. Angkasa kini beralih untuk menemui teman-temannya yang sudah asik dengan dunianya sendiri, yaitu bermain PS 5 milik Jef. “Ada apa?” tanya Angkasa tanpa berbasa-basi. “Jengukin orang sakit lah. Eh yang sakit malah lagi bulan madu.” ujar Nathan yang mulutnya langsung dibekap oleh Rafasnya. “Mulutnya lancar banget kayak kereta api.” “Acha mana?” tanya Angkasa saat menyadari bahwa tidak ada tanda-tanda akan kehadiran Asya di rumah miliknya. “Pulang. Katanya mau ke kosan aja.” balas Juno. “Gak kalian anterin?” tanya Angkasa. “Nathan tuh, gak mau.” jawab Juno. Mata tajam Angkasa seolah sedang mencekik leher Nathan. Saat ini dia kesulitan untuk bernapas dan membuatnya untuk mencari perlindungan dari Rafasya yang duduknya dekat dengannya. “Tolongin adik sendiri Bang.” ujar Nathan pada Rafasya. “Gak mau lah. Takut.” tolak Rafasya. “Udah malam,
Selamat membaca~ - Pagi ini Angkasa membawa mereka sarapan sambil melihat rusa dan jerapah di sana. Asya benar-benar takjub dengan villa yang dibangun oleh Angkasa. Mengusung tema sederhana namun terlihat elegan dan nyaman, juga adanya taman bermain, ternak rusa dan jerapah, serta kebun strawberry yang sengaja dibuatnya untuk pengunjung bisa menikmati momen liburan dengan damai. Sebenarnya Angkasa bisa memanggil staffnya untuk membawa makanan ke villa, namun hal itu dibatalkannya lantaran dia ingin menyenangkan Asya dan Jef sebelum mereka pulang ke rumah nanti siang. Akhirnya setelah melakukan perdebatan dengan batinnya, Angkasa memutuskan untuk mengunjungi resto villa dengan pemandangan rusa dan jerapah. Area resto ini sangatlah luas apalagi dengan dinding kaca yang mengantarkan pemandangan gunung serta halaman luas yang digunakan sebagai penangkaran rusa dan jerapah. Setelah mereka melakukan sarapan, kini Jef mengajak Angkasa dan Asya untuk per
Selamat membaca~ - Asya berjalan keluar hanya dengan menggunakan handuk kimono. Dia lupa jika tidak memiliki baju ganti untuk digunakannya malam ini. Dengan langkah kakinya yang ragu, Asya melangkah untuk mencari Angkasa. Dia hendak meminjam baju Angkasa untuk digunakannya malam ini. Namun Asya terkejut saat melihat ada 3 orang perempuan berbaju hotel sedang berdiri dan tersenyum kearahnya. “Selamat sore, Nyonya Angkasa. Di sini kami hendak melayani anda untuk bersiap dinner bersama Bapak Angkasa dan Jef yang akan berlangsung tiga jam lagi. Jadi mohon izinkan kami untuk membantu Nyonya.” ujar salah seorang pegawai dengan senyumnya yang tidak pernah tertinggal. Asya diam. Dia bingung harus memberikan respon yang bagaimana untuk kejutan yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan akan bisa menerima semua ini. “Mari ikut kami,” ajak salah seorang pegawai. “Jef sama Angkasa di mana?” tanya Asya bingung karena villa terasa sangat sepi. “Jef dan Bapak Angkasa