"Ke satu tempat, semoga masih keburu.""Maksudnya?""Nanti lu akan paham Masalah gue hari ini," jawab Rion yang masih fokus pada jalanan beraspal. Mobil sport hitam kini terparkir di salah satu bangunan berlantai tiga. Pintu kiri dan kanan mobil terbuka bersamaan dan turunlah kedua orang yang ada dalam mobil tersebut. "Bank? Mau ngapain ke sini?" tanya Kenzie heran. "Kita masuk dulu, yuk?" Rion menggenggam tangan Kenzie dan memasuki bank tersebut. "Selamat siang, Pak. Silahkan masuk," sapa ramah scurity saat Rion dan Kenzie hendak masuk di pintu bank tersebut. Rion tersenyum, lalu dia melangkah menuju tempat custom servis dengan membawa bukti dari kantor. "Antrean nomor sembilan puluh delapan!" Customer servis itu memanggil. Rion berdiri dan mengajak Kenzie. "Ayok, ikut gue!" ajak Rion dan Kenzie pun mengikuti. Rion dan Kenzie duduk di kursi yang hanya terhalang oleh meja customer servis tersebut. Rion menceritakan maksud dan tujuannya pada seorang wanita yang menjabat custome
Owen berbicara pada Kemala tentang rencana melamar kekasihnya yang bernama Wanda. Tentu saja ini menjadi kabar bahagia untuk Kemala karena dalam pikirannya, dia akan cepat menimang cucu. "Apa Ibu setuju dengan rencanaku?" tanya Owen saat Kemala berada di kamarnya. "Tentu saja, apalagi Wanda itu gadis cantik dan siapa, sih, yang tidak kenal dengan orang tuanya yang pengusaha itu? Yaaa ... meskipun masih di bawah opahmu." "Jadi Ibu setuju?" Kemala mengangguk. "Tinggal kamu bicarakan saja sama opahmu." "Baiklah. Aku akan cari waktu yang tepat untuk hal ini." Perasaan Owen begitu bahagia karena telah mendapatkan restu dari sang ibu. Kini, tinggal mendapat ijin dari Frederic saja. ***[Enzie, aku ingin menikahimu,] ucap Rion dalam sambungan ponsel. [Kumat lagi.] Kenzie tertawa dalam ponsel. [Aku semakin takut tidak bisa mengontrol perasaanku ketika dekat denganmu.]Ucapan Rion cukup kencang dan dia tidak mengetahui kalau Kemala mendengarnya ketika keluar dari kamar Owen saat memba
Meskipun Rion sudah mencoba untuk bicara, Frederic tetap pada pendiriannya dan hal itu tidak bisa dirubah oleh siapa pun. Seulas senyum kecil terlihat dari sudut bibir Kemala. Ada kepuasan dalam hatinya saat memisahkan Rion dan Kenzie. Rion hanya bisa menerima denganpolo pasrah keputusan yang sudah ditetapkan oleh kakeknya. Meskipun pasti akan ada rindu pada Kenzie, yang biasanya makan siang bersama, nanti tidak akan bisa lagi dan entah sampai kapan?Setelah sarapan usai, Rion memutuskan untuk berangkat kerja. Seperti biasanya, dia memilih untuk mengendari mobilnya sendiri. Rion berangkat lebih pagi karena tidak begitu menikmati sarapan yang telah terjadi saat mendengar keputusan Frederic untuk memisahkannya dari Kenzie. Ketika di perjalanan, dia membelokkan mobilnya ke arah apartemen Kenzie. Dia ingin memberitahu Kenzie terlebih dahulu. Berjalan melewati koridor apartemen dan menaiki lift agar sampai ke apartemen yang dihuni oleh kekasihnya. Rion memijit bel dan tidak menunggu lam
Hampir saja mobil Rion menabrak makhluk kecil berbulu halus. "Apa, Enzie?" tanya Rion. "Tadi ada kucing, hampir aja kelindes," jawab Kenzie dengan degup dada yang lebih kencang. Apalagi ketika Rion mengerem mobil sekaligus. "Astaga!" Rion membuka pintu mobil, lalu melihat bagian depan mobil, khususnya di bagian ban. Namun, ternyata tidak ada apa pun dari kolong mobilnya. Kenzie yang masih syok dari dalam mobil melihat Rion berdiri dan menghirup napas lega. Laki-laki itu kemudian berjalan dan memasuki kembali mobilnya. "Gimana kucingnya? Ada, enggak?" tanya Kenzie memastikan. "Enggak ada, sepertinya dia lari pas hendak tertabrak mobilku.""Ah, syukurlah." Kenzie terlihat membuang napas lega. Namun, entah kenapa hatinya sedikit tidak enak. Rion kembali menyetir mobil, melesat ke pinggiran kota yang masih cukup rimbun pepohonan. Ada desa kecil yang Kenzie pun belum pernah berkunjung ke sana. Sekitar dua jam perjalanan hingga akhirnya sampai di pinggiran kota. "Akhirnya sampai ju
Darah merembes dari baju dan celana Rion. Apalagi di bagian pelipis serta hidung yang menjadikan wajah si culun penuh akan cairan merah pekat nan kental. "Tolooong!!!" Kenzie berteriak dan untunglah ada orang yang mendengar dan menghampiri."Astaga, mari saya bantu, Mbak." Dua orang laki-laki mengangkat tubuh Rion dan memasukkannya ke mobil bersama Kenzie. Mereka berbaik hati mengantar Rion dan Kenzie mengendarai mobil sport itu menuju rumah sakit. "Rion, bangun ...." Kenzie menangis dan suaranya begitu lirih menyayat hati saat melihat kekasihnya yang tidak dapat bergerak di pangkuannya. Sepanjang jalan Kenzie menangis. Mobil melaju kencang, pun, terasa lambat karena merasa tidak sampai-sampai di klinik terdekat. "Mas, bisa dipercepat enggak? Aku tidak mau dia kenapa-kenapa," pinta Kenzie. "Baik, Mbak. Sabar, ya. Ini saya udah bawa mobil kenceng banget." Kenzie hanya terfokus pada wajah Rion. Kini, rok dan bajunya pun telah berubah warna dan anyir. Bahkan, jemari Kenzie pun berl
Kenzie memegang jemari Rion dan mengusapnya dengan lembut di depan Owen. Ada rasa iri dari hati Owen melihat Kenzie yang begitu tulus pada Rion. Dia mengingat Wanda yang jauh sekali dengan Kenzie. Ketulusan si pemilik mata kehijauan itu sungguh terlihat oleh Owen. Apa aku harus sakit dulu agar bisa melihat seberapa besar Wanda mencintaiku? Ah ... hal bodoh, Owen! Jaman sekarang yang nomor satu itu uang, bukan kasih sayang! Owen menyanggah sendiri ucapannya dalam hati. Entah kenapa Kenzie masih teringat pada buket bunga yang Rion beli untuknya. Entah terlempar ke mana, karena saat itu yang Kenzie pikirkan hanya Rion. "Aku harus ke sana," ucap Kenzie. "Ke mana?" Owen merasa bingung karena tiba-tiba saja Kenzie berucap seperti itu. "Maaf, Pak. Aku mau mencari sesuatu dulu, permisi!" Kenzie bangkit dari tempat duduknya. "Eh, mau ke mana? Ini udah malam, Kenzie!" Owen berusaha mencegah, tetapi Kenzie tetap dengan pendiriannya. "Maaf, Pak. Hal ini begitu penting untuk saya." Kenzie b
Terjadi keributan besar di dalam ruang kerja Owen. Wanda menuding kalau Kenzie bermain serong dengan kekasihnya. Tentu saja Kenzie pun membela diri karena memang dia tidak merasa seperti itu. "Maaf, Nona Wanda yang terhormat. Pak Owen itu atasan saya dan di sini saya hanya bermaksud mengembalikan jas yang dipinjamkannya pada saya." Wanda tersenyum sarkastik."Kamu ngapain sampe ngasih jasmu sama perempuan gatal ini, Sayang?" Wanda menuntut penjelasan pada Owen. "Buang pikiran itu jauh-jauh, Nona, kalau memang Anda menganggap kekasih Anda itu orang baik." Kenzie mengucap sedikit kesal karena di sini dia seolah dipojokan sebagai wanita tidak baik oleh Wanda. "Heh! Aku tidak bicara padamu!""Tapi apa yang dikatakan oleh Kenzie itu benar, Sayang. Aku tidak berbuat apa-apa sama dia. Aku hanya meminjamkan jasku semalam karena memang udaranya begitu dingin dan di luar sana, kami hanya mencari buket bunga dari Rion." Owen menjelaskan pada Wanda. "Jangan naif, Sayang! Bisa saja kamu digod
Rion sudah dipindahkan ke rumah sakit lain yang lebih dekat dengan rumahnya lima hari yang lalu. Kebetulan hari ini Minggu dan Kenzie berencana mengunjungi Rion di sana. "Enzie, mau ke mana?" tanya Angel. "Ke rumah sakit, Mbak." "Perjalanannya jauh, kamu sendirian?" tanya Angel, tentu saja dengan perasaan khawatir."Enggak jauh, kok. Rion udah dipindah ke rumah sakit yang dekat sama rumahnya." "Astaga, Mbak baru tau. Apa Rion masih belum ingat tentangmu, Enzie?" tanya Angel yang sudah tidak canggung. Dia telah menganggap Rion juga seperti adiknya, bahkan dia mengenal Rion lebih dulu sebelum mengetahui kalau dirinya ternyata pewaris Frederic Corp. Tak ayal, Angel sering menyebut nama Rion apabila di luar jam kantor. Kenzie terdiam, wajahnya terlihat sedih. "Belum, Mbak." Angel terlihat menyesali atas pertanyaan yang terlontar dari bibirnya. Dia mengusap pundak Kenzie dengan lembut, "Sabar, ya, Enzie. Mbak yakin, Rion akan segera ingat kamu." "Semoga, Mbak." Terdengar parau suara
Rupanya Rion dijadikan saksi karena terakhir Oris berbicara padanya dalam panggilan ponsel sebelum Oris meninggal dunia secara tidak wajar, sehingga dari pihak kepolisian memberikan keterangan tersebut. "Terima kasih, Pak!" Willson yang menjadi pengacara Rion berjabat tangan dengan polisi yang menangani Rion. Rion terbebas dari status saksi dari pembuahan Oris yang mungkin bisa saja dirinya akan berubah status menjadi tersangka apabila tidak didampingi oleh kuasa hukumnya. "Terima kasih, Pak!" Rion berjabat tangan dengan Willson dan saat kasus telah usai, mereka kembali terpisah karena Rion memang tidak dekat pada Willson dan hanya terikat kerjaan Willson saja yang menjadi pengacara. *** Banyak sekali kejadian yang menimpa Rion setelah Kenzie pergi. Hidupnya sepi bahkan terasa kosong karena satu-satunya orang yang dia sayang di dunia ini pun pergi meninggalkannya meskipun dia menjanjikan akan kembali. Namun, entah hal itu akan terealisasikan kapan? Tidak ada jaminan dari siapa pu
Sudah beberapa hari ini Khanza merasa was-was dengan keadaan Rion. Ingin bicara, tetapi dia tidak memiliki bukti yang kuat akan perbincangan adik tirinya karena Owen memang tidak menyebut nama Rion. Bisa saja Owen malah merencanakan pembunuhan untuknya, bukan? "Tuan, apakah Tuan Muda baik-baik saja?" tanya Khanza yang merasa khawatir dengan keadaan Rion. "Aku baik-baik saja." Rion kembali terdiam. Dia hanya memperhatikan halaman rumah dari balkon. Sudah beberapa hari semenjak kematian Frederic, Rion memang betah berlama-lama di balkon hanya memperhatikan keadaan rumah saja. "Sus?" Rion memanggil Khanza."Iya, Tuan." "Biasanya Suster mengajak Opah berjemur di sana." Rion menunjuk yang disertai bibir tersenyum, tetapi pandangannya seolah kosong.Khanza tidak menjawab, karena dia tahu kalau Rion hanya butuh didengarkan saja, bukan membutuhkan jawaban darinya. "Aku kangen sama Opah," ucap Rion yang terdengar pilu. Rupanya Rion masih terlihat berat sejak kepergian Frederic. Dia seol
Dokter itu menatap Rion dan Owen bergantian yang disertakan tarikan napas dalam sebelum dia menceritakan keadaan Frederic. "Hhuuufff ...." Napas itu terembus. "Kami tim dokter sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuan Frederic tidak dapat tertolong." "Apa?!" Spontan Owen berucap. Rion tidak berkata apa-apa, dia berjalan mundur hingga akhirnya terpentok pada kursi stainless dan detik itu juga dia terduduk lemas, lakinya seolah tidak mampu menopang tubuhnya sendiri saat mendengar Frederic telah kembali pada-Nya.Rion menutup wajahnya. Ingin menangis, tetapi dia tahan sekuat tenaga meski akhirnya ada yang meluncur dari sudut matanya. "Menangis saja, Tuan Muda. Tangisan tidak akan menjatuhkan derajatmu sebagai seorang laki-laki," ucap Khanza yang duduk di sampingnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Khanza kalau tangis tidak akan membuat derajat laki-laki terjatuh. Laki-laki juga manusia, dia punya hati yang dapat merasakan sakit. Rion merasa sendirian. Ketika Frederic corp
Keadaan Frederic semakin memburuk. Sudah tiga hari dia masih koma, bahkan harapan untuk hidup sangatlah kecil menurut dokter. "Ya Tuhan ... cobaan apa lagi yang akan aku dapatkan setelah ini?" ucap Rion saat berada di kantor. Tidak dipungkiri, dirinya sangat sulit untuk berkonsultasi. Bahkan dalam tiga hari ini seolah raganya saja berada di kantor, tetapi jiwanya entah ke mana. Dia seolah terombang-ambing tanpa pijakan. "Permisi ...." Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Owen. "Masuk!" Rion terperanjat saat suara seseorang mengetuk pintu. Dari balik pintu yang terbuka terlihat Angel yang membawa berkas dalam map warna biru. "Eh, Mbak. Silahkan duduk," ucap Rion. Angel tersenyum, menarik kursi lalu duduk. Namun, dia memperhatikan Rion yang seolah semakin terpuruk. "Kamu kenapa, Rion?" "Enggak apa-apa, Mbak," jawab Rion sekenanya. "Oh, iya. Apakah ada tender baru yang masuk?" sambung Rion seolah-olah mengalihkan pembicaraan. "Ada, bahkan cukup banyak. Yang Mbak khawatirkan itu
Kemala mengajak Owen ke ruang perawatan. Ternyata Wanda sedang tidur dan baru siuman sejak beberapa menit yang lalu. "Tante?" Owen menyapa mertuanya. "Owen, gimana keadaanmu, Nak? Kamu sakit apa? Kok, Tante enggak tau kamu dirawat. Apa Wanda mengetahuinya?" Seolah berbasa-basi, Nyonya Pranata bertanya pada calon menantunya. "Tidak, Tan. Wanda tidak tau apa-apa, lagian aku juga udah sehat, kok." Mungkin karena suara perbincangan Owen, Kemala dan ibunya, Wanda akhirnya membukakan mata. "Sayang? Kamu ada di sini?" Suara Wanda terdengar pelan. "Iya. Kamu kenapa, Sayang?" Owen bertanya dan saat itu sepasang mata Wanda kembali berkabut. Kemala mengerti kalau Wanda menginginkan cerita pada putranya dan dia mengajak Nyonya Pranata untuk ke luar dari ruangan tersebut. Agar mereka bisa leluasa mengobrol. "Kamu sayang aku enggak?" Tiba-tiba saja Wanda bertanya seperti itu dan hal ini dirasa aneh oleh Owen. "Kok, nanyanya begitu?" "Jawab aja, sayang atau enggak?" "Sayanglah, kamu, kan
Tepat jam sebelas siang, Rion sengaja pergi menemui Angel hanya untuk makan siang sekaligus membahas apa yang sebenarnya terjadi. "Mbak?" Rion memanggil."Iya." "Aku bingung harus menerangkannya seperti apa? Aku pun paham kalau sampai ada di posisi, Mbak. Aku pun akan salah paham. Tapi aku mohon percaya sama aku, Mbak. Aku bukan takut Mbak bilang sama Kenzie, karena aku benar. Hanya saja kalau keadaannya jauh seperti ini, aku takut Enzie terluka dan aku hanya bisa menatapnya menangis di layar ponsel." "Sebenarnya Mbak juga tidak percaya Rion, tapi penampilan dia tadi pagi? Ah, Mbak jadi inget Enzie ketika hendak dinodai oleh Pak Owen." "Tapi aku bukan Kak Owen, Mbak. Kami berbeda dan aku begitu mencintai Kenzie." "Iya, Mbak tau, Rion. Cinta memang bisa membutakan siapa saja." Sepertinya Angel masih belum sepenuhnya mempercayai pengakuan Rion. Dia juga tidak mempercayai kesimpulan yang ada di otaknya. Baginya, Rion terlalu tulus kalau sampai selingkuh, itu merupakan hal yang tida
"Permisi, Pak! Pak Rion?" Dari luar sana seorang wanita mengetuk pintu dan memanggil namanya. Rion seolah terperangkap, sementara otak Wanda begitu bergelayut rencana licik demi mendapatkan Rion. Tentu saja tujuan utamanya merupakan harta dan kepuasan melihat orang lain bertengkar. "Jangan Rion, aku mohon. Aku ini calon kakak iparmu." Terdengar suara Wanda memelas. "Maksud lu apa, Wanda?" Rion heran dengan kelakuan Wanda."Siapa aja yang ada di luar, tolooonggg!!! Tolong akuuuu!!!" Tiba-tiba saja Wanda berteriak setelah dia mengacak-acak penampilannya. Baik baju, juga rambut yang sedikit diacak-acak. Rion semakin bingung, dia tidak menyangka Wanda bersikap aneh di depannya. Lagi, Wanda berteriak histeris dan pintu ruang kerjanya pun terbuka. Sial, Wanda menjatuhkan dirinya ke pelukan Rion yang membuat orang yang melihat akan salah sangka. "Rion?" Ternyata yang masuk ke ruang kerja adalah Angel. Sial, Rion terjebak oleh permainan Wanda. "Maaf, saya mendorong pintu karena––" Angel
Rion akhirnya memanggil Khanza, padahal waktu hampir menunjukkan jam sebelas malam dan mereka bertiga masih mengungkap satu fakta yang tentu saja Frederic tercengang atas cerita Khanza. "Jadi, ayahmu dan ayah Owen itu Willson?" Frederic bertanya dengan ekspresi heran. "Iya, Tuan. Pak Willson merupakan ayah kandung kami, hanya berbeda ibu." Khanza membenarkan. "Lalu, kenapa Kemala malah menyebutkan kalau ayah dari Owen meninggal dunia?" tanya Frederic merasa heran. "Saya tidak ingin menyimpulkan, Tuan. Takut saya salah." Khanza menjawab sambil menunduk."Bicaralah, Suster. Jujur, aku sama sekali tidak bisa menggambarkan apa pun tentang peristiwa ini. Mungkin sedikitnya Suster bisa memberikan gambaran dari kehidupan ibunya Suster Khanza," pinta Rion. "Sesungguhnya––aku––" Khanza sepertinya ragu mengemukakan pendapatnya. "Bicaralah, tidak usah takut." Rion mencoba menenangkan."Pandanganku terhadap masalah ini mempunyai dua kemungkinan, Tuan. Pertama, Nyonya Kemala sengaja memalsuk
Sekitar jam tujuh malam, keluarga Frederic berkumpul di ruang makan. Namun, ada hal berbeda di sana karena bukan hanya makan malam saja yang mereka lakukan, tetapi ada lagi hal yang sesungguhnya menjadi inti dari permasalahan. "Rion, kenapa kamu bisa menghajar Kakakmu?" Frederic bertanya setelah semuanya selesai makan. "Mungkin Opah bisa tanya sendiri sama Kak Owen." Rion menjawab santai."Hallah! Tinggal jawab saja, kamu punya masalah apa sama Owen sampe bikin dia babak belur begitu?" sungut Kemala yang tidak terima."Semuanya harus berkumpul, Opah. Tidak bisa kalau ditanya hanya sepihak seperti ini. Bisa saja Kak Owen menyanggah atau bahkan aku yang menyanggah pengakuan Kak Owen." "Kamu itu memang dari dulu bikin aku emosi. Dasar anak sialan! Kamu tak ada bedanya dengan Mamamu yang selalu merebut kebahagiaan orang lain!" pekik Kemala dengan wajah kesal. "Stop! Lebih baik kamu istirahat, Kemala. Bukan kah kamu akan ke rumah sakit besok pagi?" ujar Frederic. "Lebih baik aku ke ru