Meskipun Rion sudah mencoba untuk bicara, Frederic tetap pada pendiriannya dan hal itu tidak bisa dirubah oleh siapa pun. Seulas senyum kecil terlihat dari sudut bibir Kemala. Ada kepuasan dalam hatinya saat memisahkan Rion dan Kenzie. Rion hanya bisa menerima denganpolo pasrah keputusan yang sudah ditetapkan oleh kakeknya. Meskipun pasti akan ada rindu pada Kenzie, yang biasanya makan siang bersama, nanti tidak akan bisa lagi dan entah sampai kapan?Setelah sarapan usai, Rion memutuskan untuk berangkat kerja. Seperti biasanya, dia memilih untuk mengendari mobilnya sendiri. Rion berangkat lebih pagi karena tidak begitu menikmati sarapan yang telah terjadi saat mendengar keputusan Frederic untuk memisahkannya dari Kenzie. Ketika di perjalanan, dia membelokkan mobilnya ke arah apartemen Kenzie. Dia ingin memberitahu Kenzie terlebih dahulu. Berjalan melewati koridor apartemen dan menaiki lift agar sampai ke apartemen yang dihuni oleh kekasihnya. Rion memijit bel dan tidak menunggu lam
Hampir saja mobil Rion menabrak makhluk kecil berbulu halus. "Apa, Enzie?" tanya Rion. "Tadi ada kucing, hampir aja kelindes," jawab Kenzie dengan degup dada yang lebih kencang. Apalagi ketika Rion mengerem mobil sekaligus. "Astaga!" Rion membuka pintu mobil, lalu melihat bagian depan mobil, khususnya di bagian ban. Namun, ternyata tidak ada apa pun dari kolong mobilnya. Kenzie yang masih syok dari dalam mobil melihat Rion berdiri dan menghirup napas lega. Laki-laki itu kemudian berjalan dan memasuki kembali mobilnya. "Gimana kucingnya? Ada, enggak?" tanya Kenzie memastikan. "Enggak ada, sepertinya dia lari pas hendak tertabrak mobilku.""Ah, syukurlah." Kenzie terlihat membuang napas lega. Namun, entah kenapa hatinya sedikit tidak enak. Rion kembali menyetir mobil, melesat ke pinggiran kota yang masih cukup rimbun pepohonan. Ada desa kecil yang Kenzie pun belum pernah berkunjung ke sana. Sekitar dua jam perjalanan hingga akhirnya sampai di pinggiran kota. "Akhirnya sampai ju
Darah merembes dari baju dan celana Rion. Apalagi di bagian pelipis serta hidung yang menjadikan wajah si culun penuh akan cairan merah pekat nan kental. "Tolooong!!!" Kenzie berteriak dan untunglah ada orang yang mendengar dan menghampiri."Astaga, mari saya bantu, Mbak." Dua orang laki-laki mengangkat tubuh Rion dan memasukkannya ke mobil bersama Kenzie. Mereka berbaik hati mengantar Rion dan Kenzie mengendarai mobil sport itu menuju rumah sakit. "Rion, bangun ...." Kenzie menangis dan suaranya begitu lirih menyayat hati saat melihat kekasihnya yang tidak dapat bergerak di pangkuannya. Sepanjang jalan Kenzie menangis. Mobil melaju kencang, pun, terasa lambat karena merasa tidak sampai-sampai di klinik terdekat. "Mas, bisa dipercepat enggak? Aku tidak mau dia kenapa-kenapa," pinta Kenzie. "Baik, Mbak. Sabar, ya. Ini saya udah bawa mobil kenceng banget." Kenzie hanya terfokus pada wajah Rion. Kini, rok dan bajunya pun telah berubah warna dan anyir. Bahkan, jemari Kenzie pun berl
Kenzie memegang jemari Rion dan mengusapnya dengan lembut di depan Owen. Ada rasa iri dari hati Owen melihat Kenzie yang begitu tulus pada Rion. Dia mengingat Wanda yang jauh sekali dengan Kenzie. Ketulusan si pemilik mata kehijauan itu sungguh terlihat oleh Owen. Apa aku harus sakit dulu agar bisa melihat seberapa besar Wanda mencintaiku? Ah ... hal bodoh, Owen! Jaman sekarang yang nomor satu itu uang, bukan kasih sayang! Owen menyanggah sendiri ucapannya dalam hati. Entah kenapa Kenzie masih teringat pada buket bunga yang Rion beli untuknya. Entah terlempar ke mana, karena saat itu yang Kenzie pikirkan hanya Rion. "Aku harus ke sana," ucap Kenzie. "Ke mana?" Owen merasa bingung karena tiba-tiba saja Kenzie berucap seperti itu. "Maaf, Pak. Aku mau mencari sesuatu dulu, permisi!" Kenzie bangkit dari tempat duduknya. "Eh, mau ke mana? Ini udah malam, Kenzie!" Owen berusaha mencegah, tetapi Kenzie tetap dengan pendiriannya. "Maaf, Pak. Hal ini begitu penting untuk saya." Kenzie b
Terjadi keributan besar di dalam ruang kerja Owen. Wanda menuding kalau Kenzie bermain serong dengan kekasihnya. Tentu saja Kenzie pun membela diri karena memang dia tidak merasa seperti itu. "Maaf, Nona Wanda yang terhormat. Pak Owen itu atasan saya dan di sini saya hanya bermaksud mengembalikan jas yang dipinjamkannya pada saya." Wanda tersenyum sarkastik."Kamu ngapain sampe ngasih jasmu sama perempuan gatal ini, Sayang?" Wanda menuntut penjelasan pada Owen. "Buang pikiran itu jauh-jauh, Nona, kalau memang Anda menganggap kekasih Anda itu orang baik." Kenzie mengucap sedikit kesal karena di sini dia seolah dipojokan sebagai wanita tidak baik oleh Wanda. "Heh! Aku tidak bicara padamu!""Tapi apa yang dikatakan oleh Kenzie itu benar, Sayang. Aku tidak berbuat apa-apa sama dia. Aku hanya meminjamkan jasku semalam karena memang udaranya begitu dingin dan di luar sana, kami hanya mencari buket bunga dari Rion." Owen menjelaskan pada Wanda. "Jangan naif, Sayang! Bisa saja kamu digod
Rion sudah dipindahkan ke rumah sakit lain yang lebih dekat dengan rumahnya lima hari yang lalu. Kebetulan hari ini Minggu dan Kenzie berencana mengunjungi Rion di sana. "Enzie, mau ke mana?" tanya Angel. "Ke rumah sakit, Mbak." "Perjalanannya jauh, kamu sendirian?" tanya Angel, tentu saja dengan perasaan khawatir."Enggak jauh, kok. Rion udah dipindah ke rumah sakit yang dekat sama rumahnya." "Astaga, Mbak baru tau. Apa Rion masih belum ingat tentangmu, Enzie?" tanya Angel yang sudah tidak canggung. Dia telah menganggap Rion juga seperti adiknya, bahkan dia mengenal Rion lebih dulu sebelum mengetahui kalau dirinya ternyata pewaris Frederic Corp. Tak ayal, Angel sering menyebut nama Rion apabila di luar jam kantor. Kenzie terdiam, wajahnya terlihat sedih. "Belum, Mbak." Angel terlihat menyesali atas pertanyaan yang terlontar dari bibirnya. Dia mengusap pundak Kenzie dengan lembut, "Sabar, ya, Enzie. Mbak yakin, Rion akan segera ingat kamu." "Semoga, Mbak." Terdengar parau suara
Tepat di hari kesepuluh Rion diperbolehkan pulang, meskipun ingatannya belum pulih sepenuhnya. Keluarganya mempersiapkan sambutan di rumah, sedangkan Owen dan sopir pribadi Rion menjemputnya ke rumah sakit. "Sudah siap pulang, De?" Owen bertanya pada Rion saat dia membukakan pintu ruang inap, tentu saja senyum merekah terlihat dari bibir Rion saat melihat kakaknya datang. "Tentu saja! Aku sudah bosan berada di sini, Kak." Owen tersenyum dan mengusap pelan kepala Rion. "Tapi jangan nakal, kalau aku menyuruhmu terapi atau mengkonsumsi obat harus nurut, paham?" Rion mengangguk. Pemuda berkacamata itu terlihat semringah, luka-luka lecet yang ada di tubuhnya pun telah mengering. Tinggal mengembalikan beberapa memori yang masih hilang. Seiringnya berjalan waktu dan mengikuti hal-hal yang disuruh dokter pastilah kembali juga. Rion dan Owen berjalan dalam koridor rumah sakit. Entah kenapa dia merasa kehilangan akan sosok Kenzie yang tidak menemuinya hari ini. Mereka kemudian menaiki mob
Tidak disangka Wanda menjambak rambut Kenzie dan seketika itu si tomboy pun mengikuti gerak tangan Wanda. "Oh, Tuhan. Sayang, lepasin! Kasihan Kenzie," pinta Owen pada Wanda. "Enak aja, dia itu cewek gatel yang selalu goda kamu, Sayang!" "Kamu salah paham, Wanda." Owen mencoba melerai dan mencoba melepaskan cengkraman tangan Wanda di rambut Kenzie. Seketika itu Wanda melepaskan tangannya yang sedang menjambak rambut Kenzie. "Kalau saja kamu masih seperti itu sama dia, aku enggak segan-segan berbuat lebih sama si gatal ini!" Wanda menunjuk wajah Kenzie. Plak! Kenzie menampar pipi Wanda yang berakibat kekasih Owen itu terlihat meringis kesakitan. "Kamu berani menamparku?" Wanda bertanya dengan nada tinggi, tangannya memegang pipi dan matanya menyorot tajam ke arah Kenzie. "Seharusnya Nona yang terhormat itu bisa lebih bijak menyikapi hal ini. Apakah Nona Wanda melihat ini ruang kerja siapa?" "Bisa saja kamu memang sengaja menggoda pacar saya agar ke ruang kerjamu. Iya, kan?"