Rion menceritakan tentang karyawan yang bernama Oris. Dialah orang yang dulu menjadi pelayan di kafe. Laki-laki tersebut mengundurkan diri setelah mencoba memasukan racun dalam jus mangga pesanan Rion yang malah diminum oleh Kenzie. "Lalu kenapa kamu enggak lapor polisi, Rion? Ini udah tindakan kriminal, loh." "Gue tau, tapi dia begitu hanya karena ingin menyelamatkan ibunya." "Maksudnya?" Sepasang mata Kenzie menyipit ketika kekasihnya menyebutkan hal yang membuat dirinya bingung. Rion menceritakan tentang Oris yang menjadi tulang punggung keluarga dan juga ibunya. Di dalam rumah kontrakan ada dua wanita yang harus dia tanggung. Satu, istrinya dan satu lagi ibunya yang sudah tua. Apalagi sering sakit-sakitan. "Oris harus mendapatkan uang banyak untuk kontrol ibunya yang sedang sakit." Rion kembali bercerita saat pertemuan pertamanya dengan Julia––istri Oris di salah satu kontrakan yang sepertinya kurang layak, mungkin hal itu mereka lakukan untuk menekan biaya kontrakan sehingg
"Ke satu tempat, semoga masih keburu.""Maksudnya?""Nanti lu akan paham Masalah gue hari ini," jawab Rion yang masih fokus pada jalanan beraspal. Mobil sport hitam kini terparkir di salah satu bangunan berlantai tiga. Pintu kiri dan kanan mobil terbuka bersamaan dan turunlah kedua orang yang ada dalam mobil tersebut. "Bank? Mau ngapain ke sini?" tanya Kenzie heran. "Kita masuk dulu, yuk?" Rion menggenggam tangan Kenzie dan memasuki bank tersebut. "Selamat siang, Pak. Silahkan masuk," sapa ramah scurity saat Rion dan Kenzie hendak masuk di pintu bank tersebut. Rion tersenyum, lalu dia melangkah menuju tempat custom servis dengan membawa bukti dari kantor. "Antrean nomor sembilan puluh delapan!" Customer servis itu memanggil. Rion berdiri dan mengajak Kenzie. "Ayok, ikut gue!" ajak Rion dan Kenzie pun mengikuti. Rion dan Kenzie duduk di kursi yang hanya terhalang oleh meja customer servis tersebut. Rion menceritakan maksud dan tujuannya pada seorang wanita yang menjabat custome
Owen berbicara pada Kemala tentang rencana melamar kekasihnya yang bernama Wanda. Tentu saja ini menjadi kabar bahagia untuk Kemala karena dalam pikirannya, dia akan cepat menimang cucu. "Apa Ibu setuju dengan rencanaku?" tanya Owen saat Kemala berada di kamarnya. "Tentu saja, apalagi Wanda itu gadis cantik dan siapa, sih, yang tidak kenal dengan orang tuanya yang pengusaha itu? Yaaa ... meskipun masih di bawah opahmu." "Jadi Ibu setuju?" Kemala mengangguk. "Tinggal kamu bicarakan saja sama opahmu." "Baiklah. Aku akan cari waktu yang tepat untuk hal ini." Perasaan Owen begitu bahagia karena telah mendapatkan restu dari sang ibu. Kini, tinggal mendapat ijin dari Frederic saja. ***[Enzie, aku ingin menikahimu,] ucap Rion dalam sambungan ponsel. [Kumat lagi.] Kenzie tertawa dalam ponsel. [Aku semakin takut tidak bisa mengontrol perasaanku ketika dekat denganmu.]Ucapan Rion cukup kencang dan dia tidak mengetahui kalau Kemala mendengarnya ketika keluar dari kamar Owen saat memba
Meskipun Rion sudah mencoba untuk bicara, Frederic tetap pada pendiriannya dan hal itu tidak bisa dirubah oleh siapa pun. Seulas senyum kecil terlihat dari sudut bibir Kemala. Ada kepuasan dalam hatinya saat memisahkan Rion dan Kenzie. Rion hanya bisa menerima denganpolo pasrah keputusan yang sudah ditetapkan oleh kakeknya. Meskipun pasti akan ada rindu pada Kenzie, yang biasanya makan siang bersama, nanti tidak akan bisa lagi dan entah sampai kapan?Setelah sarapan usai, Rion memutuskan untuk berangkat kerja. Seperti biasanya, dia memilih untuk mengendari mobilnya sendiri. Rion berangkat lebih pagi karena tidak begitu menikmati sarapan yang telah terjadi saat mendengar keputusan Frederic untuk memisahkannya dari Kenzie. Ketika di perjalanan, dia membelokkan mobilnya ke arah apartemen Kenzie. Dia ingin memberitahu Kenzie terlebih dahulu. Berjalan melewati koridor apartemen dan menaiki lift agar sampai ke apartemen yang dihuni oleh kekasihnya. Rion memijit bel dan tidak menunggu lam
Hampir saja mobil Rion menabrak makhluk kecil berbulu halus. "Apa, Enzie?" tanya Rion. "Tadi ada kucing, hampir aja kelindes," jawab Kenzie dengan degup dada yang lebih kencang. Apalagi ketika Rion mengerem mobil sekaligus. "Astaga!" Rion membuka pintu mobil, lalu melihat bagian depan mobil, khususnya di bagian ban. Namun, ternyata tidak ada apa pun dari kolong mobilnya. Kenzie yang masih syok dari dalam mobil melihat Rion berdiri dan menghirup napas lega. Laki-laki itu kemudian berjalan dan memasuki kembali mobilnya. "Gimana kucingnya? Ada, enggak?" tanya Kenzie memastikan. "Enggak ada, sepertinya dia lari pas hendak tertabrak mobilku.""Ah, syukurlah." Kenzie terlihat membuang napas lega. Namun, entah kenapa hatinya sedikit tidak enak. Rion kembali menyetir mobil, melesat ke pinggiran kota yang masih cukup rimbun pepohonan. Ada desa kecil yang Kenzie pun belum pernah berkunjung ke sana. Sekitar dua jam perjalanan hingga akhirnya sampai di pinggiran kota. "Akhirnya sampai ju
Darah merembes dari baju dan celana Rion. Apalagi di bagian pelipis serta hidung yang menjadikan wajah si culun penuh akan cairan merah pekat nan kental. "Tolooong!!!" Kenzie berteriak dan untunglah ada orang yang mendengar dan menghampiri."Astaga, mari saya bantu, Mbak." Dua orang laki-laki mengangkat tubuh Rion dan memasukkannya ke mobil bersama Kenzie. Mereka berbaik hati mengantar Rion dan Kenzie mengendarai mobil sport itu menuju rumah sakit. "Rion, bangun ...." Kenzie menangis dan suaranya begitu lirih menyayat hati saat melihat kekasihnya yang tidak dapat bergerak di pangkuannya. Sepanjang jalan Kenzie menangis. Mobil melaju kencang, pun, terasa lambat karena merasa tidak sampai-sampai di klinik terdekat. "Mas, bisa dipercepat enggak? Aku tidak mau dia kenapa-kenapa," pinta Kenzie. "Baik, Mbak. Sabar, ya. Ini saya udah bawa mobil kenceng banget." Kenzie hanya terfokus pada wajah Rion. Kini, rok dan bajunya pun telah berubah warna dan anyir. Bahkan, jemari Kenzie pun berl
Kenzie memegang jemari Rion dan mengusapnya dengan lembut di depan Owen. Ada rasa iri dari hati Owen melihat Kenzie yang begitu tulus pada Rion. Dia mengingat Wanda yang jauh sekali dengan Kenzie. Ketulusan si pemilik mata kehijauan itu sungguh terlihat oleh Owen. Apa aku harus sakit dulu agar bisa melihat seberapa besar Wanda mencintaiku? Ah ... hal bodoh, Owen! Jaman sekarang yang nomor satu itu uang, bukan kasih sayang! Owen menyanggah sendiri ucapannya dalam hati. Entah kenapa Kenzie masih teringat pada buket bunga yang Rion beli untuknya. Entah terlempar ke mana, karena saat itu yang Kenzie pikirkan hanya Rion. "Aku harus ke sana," ucap Kenzie. "Ke mana?" Owen merasa bingung karena tiba-tiba saja Kenzie berucap seperti itu. "Maaf, Pak. Aku mau mencari sesuatu dulu, permisi!" Kenzie bangkit dari tempat duduknya. "Eh, mau ke mana? Ini udah malam, Kenzie!" Owen berusaha mencegah, tetapi Kenzie tetap dengan pendiriannya. "Maaf, Pak. Hal ini begitu penting untuk saya." Kenzie b
Terjadi keributan besar di dalam ruang kerja Owen. Wanda menuding kalau Kenzie bermain serong dengan kekasihnya. Tentu saja Kenzie pun membela diri karena memang dia tidak merasa seperti itu. "Maaf, Nona Wanda yang terhormat. Pak Owen itu atasan saya dan di sini saya hanya bermaksud mengembalikan jas yang dipinjamkannya pada saya." Wanda tersenyum sarkastik."Kamu ngapain sampe ngasih jasmu sama perempuan gatal ini, Sayang?" Wanda menuntut penjelasan pada Owen. "Buang pikiran itu jauh-jauh, Nona, kalau memang Anda menganggap kekasih Anda itu orang baik." Kenzie mengucap sedikit kesal karena di sini dia seolah dipojokan sebagai wanita tidak baik oleh Wanda. "Heh! Aku tidak bicara padamu!""Tapi apa yang dikatakan oleh Kenzie itu benar, Sayang. Aku tidak berbuat apa-apa sama dia. Aku hanya meminjamkan jasku semalam karena memang udaranya begitu dingin dan di luar sana, kami hanya mencari buket bunga dari Rion." Owen menjelaskan pada Wanda. "Jangan naif, Sayang! Bisa saja kamu digod