Di tengah perjalanan, mobil Suzie dihantam sebuah truk yang melaju kencang. Kecelakaan itu tidak fatal, tetapi cukup untuk membuat Suzie pingsan di tempat.
Ketika akhirnya Suzie tiba di rumah sakit, waktu sudah terlalu terlambat. Alicia telah kehilangan terlalu banyak darah, dan meskipun dokter berhasil menyelamatkan bayi Damian, nyawa Alicia tidak bisa diselamatkan.
Jason masih ingat dengan jelas bagaimana ia memeluk tubuh Alicia yang dingin di ruang perawatan. Air mata tidak berhenti mengalir dari matanya saat ia mendengar tangisan pertama Damian. Malam itu, ia kehilangan segalanya—istrinya, belahan jiwanya, dan rasa percaya dirinya sebagai seorang suami yang mampu melindungi keluarganya.
Jason tidak pernah menyalahkan Suzie atas apa yang terjadi. Ia tahu bahwa wanita itu telah melakukan yang terbaik, dan kecelakaan itu adalah sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan. Namun, keluarga Jason, terutama ibu Alicia , tidak pernah mene
Pintu ruangannya diketuk pelan sebelum seorang pria masuk. Pria itu berusia paruh baya dengan wajah yang menunjukkan pengalaman panjang di dunia investigasi. Ia adalah detektif swasta terbaik yang bisa Keisha sewa, seseorang yang terkenal karena kemampuannya mengungkap rahasia tersembunyi.“Silakan duduk,” kata Keisha dengan nada santai sambil menunjuk kursi di depannya.Pria itu mengangguk, lalu duduk dan meletakkan sebuah map tebal di atas meja. “Semua yang Anda minta ada di sini, Nona Keisha,” katanya sambil mendorong map itu ke arah Keisha.Keisha membuka map tersebut dengan cepat, matanya menyapu setiap halaman dengan penuh perhatian. Foto-foto, dokumen resmi, hingga laporan rinci memenuhi map itu, semuanya terkait dengan Suzie Brown dan keluarganya.Keisha berhenti sejenak ketika matanya tertuju pada sebuah halaman yang memuat informasi tentang hubungan Suzie dengan kelu
“Aku akan memancingnya,” kata Keisha dengan nada penuh perhitungan. “Aku akan memastikan Damian tahu bahwa Savanah adalah bagian dari keluarga yang telah menghancurkan hidupnya. Setelah itu, Damian akan menjauh darinya selamanya.”Setelah menutup telepon, Keisha duduk bersandar di kursinya dengan senyum lebar. Ia merasa bahwa kemenangan ada di genggamannya..“Tidak ada yang bisa menyelamatkanmu sekarang, Savanah,” bisik Keisha sambil menatap map itu. “Aku akan memastikan Damian menjadi milikku, dan kau akan kehilangan segalanya.”Keisha mengambil segelas anggur dari meja sampingnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi seolah-olah sedang memberikan penghormatan kepada dirinya sendiri. Ia menyesap anggur itu perlahan, menikmati rasa manis kemenangan yang sudah hampir di depan mata."Akhirnya aku bisa menghancurkan kalian Savanah!"***Damian duduk di ranjang r
“Damian?” panggil Jason sambil mendekati ranjang.Damian mengangkat map itu, lalu menyerahkannya kepada ayahnya tanpa berkata apa-apa. Jason membuka map itu, membaca isinya dengan seksama. Setelah beberapa menit, ia menutup map itu dengan napas berat.“Kau sudah tahu tentang ini?” tanya Damian akhirnya, nadanya tenang tetapi penuh dengan tekanan.Jason mengangguk pelan. “Ya, aku tahu.”“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?” Damian menatap ayahnya dengan tajam.Jason duduk di kursi di sebelah ranjang, menghela napas panjang sebelum menjawab. “Karena aku tahu bahwa kebenaran ini tidak akan mengubah apa pun. Suzie adalah sahabat ibumu, Damian. Dia mencoba membantu sebanyak yang ia bisa. Keterlambatannya malam itu adalah kecelakaan, bukan kejahatan. Dia juga kehilangan sesuatu malam itu, sama seperti kita.”
Keisha menyeringai, menikmati ketegangan yang terjadi di dalam lift. Namun, Damian tetap tenang, meskipun matanya sedikit menyipit. Setelah beberapa detik hening, ia akhirnya berbicara dengan nada dingin dan menusuk.“Barang bekas tidak layak diperebutkan,” katanya singkat.Savanah merasa tubuhnya kaku mendengar kata-kata itu. Tatapannya langsung jatuh ke lantai, mencoba menyembunyikan rasa sakit yang mendalam. Namun, sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Roni merengkuh bahunya lebih erat.“Dia tidak perlu layak untukmu,” balas Roni dengan tajam. “Yang penting, dia layak untukku. Itu sudah cukup.”Damian tidak menjawab. Ia hanya berdiri dengan ekspresi dingin, tetapi tatapannya sesekali melirik ke arah Savanah. Di sisi lain, Keisha menyenggol lengan Damian dengan senyum sinis.“Biarkan saja mereka, Damian,” kata Keisha dengan nada men
Savanah hanya bisa tersenyum kecil, meskipun hatinya masih terasa berat. “Aku hanya ingin semuanya kembali seperti dulu, Bu. Aku ingin hidup kita kembali tenang.”Suzie menarik napas panjang. “Kadang-kadang, hidup tidak memberi kita ketenangan yang kita harapkan. Tapi kau harus ingat, Savanah, bahwa kekuatanmu akan membawamu melewati semuanya.”Ketika percakapan mulai mereda, Roni melangkah mendekat dengan senyum lembut. Ia mengambil beberapa buah dari keranjang dan meletakkannya di piring kecil.“Ibu harus makan sesuatu,” kata Roni dengan nada sopan tetapi tegas. “Ini akan membantu menjaga energi Anda.”Suzie menatap Roni dengan senyum hangat. “Terima kasih, Roni. Kau selalu perhatian pada Savanah, dan sekarang juga padaku.”Roni mengangguk dengan tulus. “Savanah berarti segalanya bagi saya, Bu. Saya hanya ingin memastikan bahw
Savanah berbalik ke arah Roni, menggenggam tangannya erat, dan berkata dengan nada penuh keyakinan, “Roni, aku bersedia menikah denganmu.”Roni tertegun sejenak, jelas tidak menduga bahwa Savanah akan mengatakan hal itu di saat seperti ini. Namun, senyumnya perlahan muncul, dan ia membalas genggaman tangan Savanah dengan lembut.“Terima kasih, Savanah,” kata Roni dengan suara yang penuh emosi. Lalu memeluk Savanah dengan erat. Dia lalu memegang dagu Savanah dan melayangkan ciuman yang intens.Savanah membalas ciuman yang dalam itu dengan penuh perasaan tanpa menanggapi apalagi mempedulikan siapa yang berada di sana.Wajah Damian langsung berubah. Untuk pertama kalinya, tatapan dinginnya digantikan oleh ekspresi marah yang tidak bisa ia sembunyikan. Rahangnya mengeras, dan ia mengepalkan tangannya dengan kuat di sisi tubuhnya.“Bagus,” katanya dengan suara re
"Kamu terlihat pucat, Sayang."Savanah mengangguk kecil.Roni memandang Savanah dengan tatapan penuh perhatian. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar rasa mual atau lelah. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya bertanya, “Savanah, kapan kita akan melangsungkan pernikahan?”Pertanyaan itu membuat Savanah terdiam. Ia menunduk, mencoba menghindari tatapan Roni. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ia belum siap untuk menjawab pertanyaan itu.“Roni,” katanya pelan, suaranya hampir bergetar, “tentang tadi… aku—aku hanya menantang Damian.”Roni terdiam, wajahnya berubah sedikit suram. “Jadi, kau mengatakan itu hanya untuk membuat Damian marah?” Suaranya terdengar lesu dan penuh kekecewaan.Savanah tidak menjawab, tetapi raut wajahnya sudah cukup menjelaskan segalanya. Roni menghela napas berat, mencoba menenangkan dirinya dari rasa kecewa yang mulai merasuk.“Aku mengerti,” kata Roni akhirnya, meskipun suaranya terdengar sedikit getir. “Aku hanya menjadi alat permainanmu.”Sav
Damian berhenti sejenak, menatap dokter itu dengan dingin. “Terima kasih atas saran Anda, Dok. Tapi saya tahu tubuh saya lebih baik dari siapa pun.”“Tuan Damian, ini berisiko. Anda masih membutuhkan waktu—”“Cukup,” potong Damian sambil melangkah pergi. “Saya sudah memutuskan.”"Ingatlah untuk kembali dan melakukan fisioterapi, dan Anda juga belum diperbolehkan untuk membawa motor dan...""Hei... Tuan Damian."Apa pun yang dikatakan oleh sang Dokter, tidak menjadi perhatian Damian. Pria itu bergerak terus menuju ke parkiran, di mana motornya sudah berada di sana.Angin malam langsung menyambutnya dengan dingin. Di tempat parkir, motornya dia hidupkan. Mesin kendaraan itu mengaum begitu ia memutarnya, mengisi keheningan dengan suara yang tajam.Meskipun tubuhnya masih terasa lemah, Damian tidak peduli. Ia mengenakan helm, menarik napas dalam-dalam, lalu melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah sakit.Tujuannya sudah jelas: Bar Salvastone.Sepanjang perjalanan, pikirannya dipe
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb