Sementara itu, di apartemen, Damian masih bersama Keisha. Keisha menuntut keluar dari Rumah Sakit pada saat tahu bahwa Savanah sudah duluan keluar dari sana. Dengan manja, dia berhasil membuat Damian membawanya ke apartemen lain milik Damian. Mereka tengah menikmati makan siang yang mewah di balkon, sambil tertawa dan bercanda seolah-olah tidak ada masalah yang menunggu untuk dihadapi. Keisha menyuapkan sepotong stroberi ke mulut Damian dan tersenyum manis. "Lihat, bukankah ini lebih baik daripada duduk di ruang sidang yang membosankan?" bisiknya dengan penuh godaan. Damian hanya tertawa kecil dan mengangguk. "Kamu benar," jawabnya, meskipun jauh di dalam hatinya, ada sedikit rasa bersalah yang mengintip. Namun, perasaan itu segera dia abaikan ketika Keisha mencium pipinya dan mengalihkan perhatiannya kembali kepada saat-saat yang menyenangkan ini. Di ruang sidang, persidangan akhirnya berakhir untuk hari itu. Hakim memutuskan untuk menunda putusan hingga minggu depan, dan para p
Savanah menatap layar ponselnya dan menarik napas dalam. "Aku akan menerima pekerjaan sebagai sekretaris di kantornya agar bisa berpura-pura larut dalam pekerjaan. Dia tidak mungkin melakukan sesuatu yang tidak pantas di kantor!"Savanah tersenyum, "seminggu tidak akan terasa lama bila kita hanya bertemu di rumah pada saat malam. Aku akan lembur!"***Pengacara Chang menghubungi Jason pada saat sudah tidak melihat bayangan Savanah."Bagaimana perkembangan barunya?" tanya Jason dengan suara datar yang terdengar bijaksana."Saya sudah menunda pembebasan Ibunya selama satu minggu. Dan Savanah berjanji akan menghadapi Damian dengan baik selama satu minggu itu."Jason mengetuk tongkatnya beberapa kali dengan gerakan lembut lalu melanjutkan kalimatnya, "baiklah, kalau begitu... lanjutkan sesuai dengan rencana.""Baik, Tuan."Pengacara Chang menutup panggilan lalu segera menyusul langkah Hakim Pengadilan Negeri yang sudah duluan menuju ke kantornya.***Malam itu, Damian pulang dengan wajah l
Savanah mendesah dan berjalan mendekati meja Damian, meletakkan tasnya di kursi sebelah. Dia tahu kalimat apa pun yang keluar dari mulut pria itu hanya untuk menyindir keberadaannya, "Bukankah kita tinggal di rumah yang sama dan aku mungkin bisa menumpang?"Damian mencibir, "dan menurutmu, status yang kamu miliki saat ini cocok untuk menumpang dalam mobilku?"Savanah menatap Damian sejenak, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Baiklah, kalau begitu. Kita fokus pada pekerjaan saja. Apa yang harus kukerjakan sebagai sekretarismu?"Damian melayangkan tatapan tajam ke arah Savanah lalu mengetuk meja dengan jari-jarinya."Kamu boleh mulai membersihkan kamar mandi milikku dan juga ranjang yang ada di kamar pribadi itu," ucap Damian sembari menunjuk ke sampingnya, ruangan mewah itu ternyata memiliki kamar di belakang dinding yang disekat dengan mewah.Kamar itu memiliki daun pintu yang selaras dengan sekat mewah yang menutupinya sehingga tidak terlihat jelas seperti sebuah kamar, lebih mirip
Damian segera menarik Savanah sehingga tubuh mereka saling menempel. "Lepaskan Damian, apaan sih kamu!" pekik Savanah sambil melirik ke arah Roni dan asisten Damian.Roni berdiri dan berseru, "hei, Damian. Kita sedang membahas-""Proyek bisa menunggu," potong Damian lalu memaksa mencium Savanah di hadapan mereka.Mereka terkejut karena tindakan Damian yang tiba-tiba, namun mereka tidak dapat melakukan apa pun."Kenapa? Kamu malu dengan keberadaan mereka?" tanya Damian saat tautan bibir mereka terlepas. Dia lalu memaksa sekali lagi untuk mencium Savanah di hadapan Roni dan asisten Damian.Savanah meronta dan merasa marah, wajahnya merona malu. Dengan kesal dia mengigit bibir Damian yang menciumnya sehingga bibir pria itu mengeluarkan sedikit darah."Ssst!" Damian melepaskan ciumannya, menyentuh bibirnya yang sobek. Kedua matanya menyala tajam. Dia lalu dengan kesal menggendong tubuh Savanah di bahunya selayaknya Savanah adalah kantong beras.
Roni tertawa tipis dan kembali membuka berkas tender di tanganya tanpa berniat berkata-kata lebih lanjut. Kedua matanya tidak sengaja melihat bekas cumbuan berwarna merah muda di leher Damian. Roni hanya menghela napas dengan berat lalu berpura-pura tidak melihat.Namun, Damian terlihat sengaja menunjukkan bekas kemerahan itu dengan mengelus lehernya perlahan, "ahh, wanita yang dipilih Ayah itu selalu berpura-pura menolak, lihat ini, dia bahkan mengigitku seolah-olah aku ini daging ayam. Bekasnya memerah ya?"Roni melirik sekilas lalu kembali fokus ke dokumen yang dipegangnya, "jadi Ayah berpesan untuk memakai kontraktor Z dan kita akan melakukan pembayaran pertama dua minggu setelah proyek ditanda tangani. Apakah ada masalah bagimu?"Damian berdecak. Dia merasa sedikit kesal karena Roni tidak menanggapi apa yang dia coba perbuat agar pria itu cemburu."Point ini juga tidak tepat. Masalah bahan-bahan bangunan untuk proyek ini juga harus dikontrol kualitas
Pria itu terbangun pada saat Savanah bangkit dari ranjang tadi dan dia sengaja tidak membuka mata karena ingin tahu apakah Savanah hendak menyusul Roni.Ternyata, Roni yang menunggu dan menarik Savanah. Damian mengikuti langkah mereka dan menyimak semua pembicaraan, ingin sekali membongkar perselingkuhan Savanah lalu menunjukkan kepada sang ayah sehingga perceraian lebih cepat dapat dilakukan.Melangkah dengan ketus, tiba-tiba Roni sangat terkejut pada saat berpapasan dengan Damian, namun pria dingin itu hanya menepuk bahunya dan tersenyum tipis, seolah-olah menegaskan bahwa dia sudah kalah total pada saat Savanah menyatakan cintanya kepada Damian.Damian masih berdiri di sana sesaat dan memandang siluet Savanah akibat pantulan sinar matahari yang akan tenggelam sesaat lagi."Benarkah dia mencintaiku?"Damian mencubit dagunya sendiri dan memikirkan langkah selanjutnya. Dia tidak berhasil membongkar perselingkuhan yang ditebaknya di awal, malah mera
Tanpa berkata apa-apa, dia mendekat, meraih tangan Savanah dengan lembut dan mengoleskan salep di area yang kemerahan.Savanah terkejut, hatinya mendadak berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia ingin menarik tangannya, tetapi genggaman Damian terasa begitu hangat dan penuh perhatian.Setelah mengoleskan salep dengan telaten, Damian meniup pelan luka di tangannya, seolah ingin mengurangi rasa perihnya.“Jangan terlalu ceroboh lain kali,” ucapnya singkat, kembali dengan nada datarnya, tetapi sentuhan lembut itu terasa sangat berbeda dari sikap dinginnya sehari-hari.Wajah Savanah memerah, dan ia hanya bisa mengangguk canggung, berusaha menyembunyikan perasaan yang mulai mengusik hatinya. Tiba-tiba, suasana di antara mereka menjadi hening namun terasa hangat.Damian masih menatapnya—tatapan yang tidak biasa, yang tampak lembut dan penuh perhatian. Ada keheningan di antara mereka yang menggan
Damian tetap sibuk dalam kesehariannya di dalam kantor dan Savanah melakukan pekerjaannya dengan telaten, membersihkan file dan berkas-berkas yang ditugaskan kepadanya.Sesekali Damian melirik istri yang tidak ia inginkan itu dan merasa bahwa wanita itu cukup bisa diandalkan dalam pekerjaannya. Namun, perhatiannya kembali terarah pada panggilan-panggilan untuk urusan bisnis pada ponselnya.Saat waktu menunjukkan pukul lima sore, Savanah mendekati Damian dan berkata dengan suara kecil, "aku ingin menjengguk Ibuku di penjara hari ini. Apakah pekerjaan ini bisa dilanjutkan besok hari?"Damian menegadahkan kepalanya, dia sedang membaca dokumen proyek dan merasa terganggu dengan keberadaan wanita itu.Mendengar pertanyaan Savanah, Damian teringat bagaimana petugas sipir terlihat ingin memakan wanita itu pada saat kunjungan malam terakhir. Dia ingin ikut bersama Savanah untuk mengunjungi mertuanya, tetapi pilihannya sudah ada janji temu dengan Keihsa untuk maka
Savanah tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali dia yang menanyakan hal yang sama kepada Damian, tetapi dia sama sekali tidak berani.Dia juga tidak berani menerima hubungan lebih lanjut dengan Damian karena dia sudah merencanakan semuanya.Dia tidak ingin gagal!Dia tidak mau, sebuah pertanyaan tanpa arah dari Damian itu membuat dia berubah pikiran dan kembali terjebak dalam pernikahan palsu yang bahkan mertuanya, Jason, sudah melepaskannya.Malam bergairah? Itu hanya kebutuhan sesaat karena mereka sama-sama sudah dewasa. Savanah menegaskan perkataan itu berulang kali dalam hatinya.“Terima kasih,” bisik Damian. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.”Kata-kata itu membuat dada Savanah terasa berat. Ironis sekali, pikirnya. 'Dia mungkin berpikir aku adalah tempat berlabuh, tapi aku hanya tinggal menunggu waktu untuk pergi.' Savana
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,
Damian menghirup aroma rambut Savanah, aroma lembut dan segar yang terasa menenangkan. Ia memejamkan matanya, membiarkan semua beban hari itu memudar. Pelukan itu tidak berisi gairah, melainkan sebuah permintaan diam-diam untuk kedamaian.“Aku hanya ingin seperti ini sebentar,” bisik Damian, suaranya serak.Savanah tetap diam, membiarkan Damian memeluknya lebih erat. Ia merasakan dada pria itu naik turun dengan napas yang berat, dan hatinya tergerak sedikit. Namun, tidak boleh ada simpati, pikirnya. Ia tidak boleh melupakan rencana yang sudah ia susun sejak awal.Savanah menatap sekilas wajah Damian yang tertunduk di bahunya. Betapa lemahnya pria ini, pikirnya. Damian mungkin kuat di mata orang lain, tapi di balik itu, ia adalah seseorang yang tersesat dalam kekacauan hidupnya sendiri. Malam ini, Damian hanya mencari ketenangan—dan sayangnya, ia menemukannya di tempat yang salah.Ti
“Di ruang baca, Tuan Damian,” jawab pelayan itu. Damian mengangguk dan berjalan pelan ke arah yang ditunjukkan.Savanah duduk di sofa ruang baca dan memegang sebuah buku, malam itu dia mengenakan piyama satin berwarna krem dengan rambut yang dibiarkan tergerai, terlihat sangat menawan di mata Damian.Ia menatap Damian yang masuk tanpa berkata-kata, hanya mengangkat alisnya seolah bertanya mengapa pria itu datang."Mengapa kamu belum tidur, apakah sedang menungguku?" Damian sengaja menganggu Savanah dengan pertanyaan tersebut.Savanah tersenyum kecil lalu menjawab dengan enteng, "Kamu tidak biasanya pulang malam-malam begini, hmm, lebih tepatnya dini hari seperti ini, jadi bagaimana kamu mengatakan bahwa aku sedang menunggumu?” balasnya dengan santai sembari meletakkan buku yang tadi ia baca.Damian tidak menjawab langsung. Ia duduk di sofa di hadapan Savanah, menghela napas p
“Keisha, aku tidak akan meninggalkanmu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan Sarah. Dia membutuhkan bantuan, dan aku merasa itu adalah tanggung jawabku," lanjut Damian.Keisha mengangguk kecil, menahan air matanya. “Aku tidak pernah melarangmu membantu. Tapi aku tidak ingin rasa bersalah itu menghancurkan hubungan kita.”"Aku cemburu, Damian." Kedua mata Keisha berkaca-kaca.Sarah hanya bisa memandang Damian dengan tatapan terluka. “Ternyata... Kamu tidak akan pernah benar-benar memahamiku, Damian,” katanya lirih. “Dan kamu tidak pernah benar-benar peduli.”Keisha merasa kesal mendengar perkataan Sarah. Dia lalu menggenggam tangan Damian erat-erat. “Ayo pulang. Sarah butuh dokter, bukan kamu.”Keisha menoleh ke arah Sarah dengan tatapan tajam lalu melanjutkan kalimatnya, "bila perlu, dokter penyakit mental!"Da
Damian tidak sanggup memberi penjelasan dan hanya bisa menepis tangan Sarah yang masih memeluknya dengan lembut."Lepaskan sebentar, aku akan menceritakannya kepadamu nanti," ucap Damian dengan lembut."Damian," panggil Sarah, masih merasa tidak tega dan berusaha merenggek dengan manja.Keisha memperhatikan adegan itu dengan perasaan bercampur aduk. Emosinya sudah naik sampai ke keningnya. Tentu saja dia cemburu!Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Damian berdiri, tapi Sarah masih mencengkeram lengannya. Sarah segera menoleh ke arah Keisha dan bertanya, "Keisha? Siapa kamu bagi Damian? Jangan kamu merebutnya dariku lagi.Damian segera melepaskan tangan Sarah lalu memegang lengan Keisha, "Ini... ini bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya buru-buru.Keisha menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya penuh kecurigaan. “Bukan seper
“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Keisha tajam, berusaha menutupi emosinya.Savanah mengangkat bahu. “Seorang teman yang bekerja di rumah sakit mengirimkannya padaku. Katanya, Damian berlari ke sana seperti pahlawan di film, mencoba menyelamatkan Sarah yang ingin melompat dari gedung. Oh, sangat dramatis, bukan?”"Aah, sepertinya saya harus memberitahumu bahwa kamu juga bisa melihatnya di internet. Hari ini cukup viral si Damian dan Sarah," lanjut Savanah lalu terkekeh pelan. Dia merasa sangat menikmati reaksi Keisha yang terkejut secara terus menerus.Keisha mengalihkan pandangannya dari layar, tapi gambar itu sudah terukir di pikirannya. Hatinya berkecamuk, antara percaya pada Damian atau membiarkan keraguan merasuki pikirannya. Ia bisa menyimpulkan bahwa Sarah menyukai Damian, bahkan mungkin lebih dari sekadar menyukai. Tapi Damian... apakah ia benar-benar akan mengkhianati cinta mereka?
"Nak, Damian. Tolonglah, jaga putri kami satu-satunya. Kalau pun kamu tidak mencintainya, tetaplah di sisinya sementara waktu. Bila kamu pergi, aku takut... dia akan berulah lagi seperti itu lagi dan anakku... hiks, sungguh malang nasibmu karena mencintai pria yang hanya memandang ke arah sepupuku."Damian hanya bisa mengangguk dan menatap Sarah yang sedang tidur dengan wajah datar. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain membiarkan semua suasana menjadi tenang kembali.Sementara di kantor Damian. Keisha duduk gelisah di sofa, menunggu kedatangan Damian dengan ponsel di tangan. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Damian, tapi pria itu tidak menjawab. Ini bukan kebiasaan Damian. Biasanya, ia akan selalu mengabari atau bahkan datang menjemputnya pulang kerja, meski hujan sekalipun. Tapi malam ini, tidak ada pesan, tidak ada panggilan, hanya kesunyian yang membuat hati Keisha semakin kalut."Apaka
Beberapa orang yang menyaksikan ikut merasakan apa penderitaan Sarah dan menilai Damian hanya memandangnya rendahan lalu melukai wanita itu dengan pemberian uang yang cukup banyak.Damian menggeleng perlahan. “Sarah, aku tidak bisa memperbaiki semuanya dengan cara itu. Aku tahu aku telah salah. Aku tahu kecelakaan itu mengubah hidupmu, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa memaksakan cinta.”"Kamu benar-benar mencintai sepupuku? Bahkan dengan masa lalunya yang buruk itu? Apa kurangnya diriku, Damian?""K-kamu, salah paham, aku..." Damian tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia melirik beberapa ponsel yang mengarah kepadanya. Jika dia menyebutkan nama Keisha saat ini, maka wanita yang tidak punya hubungan apa-apa itu akan kembali terlibat.“Kalau begitu, apa gunanya aku hidup?” tanya Sarah, matanya berkaca-kaca.“Aku bahkan tidak bisa berjalan seperti dulu. Aku