Arsyila menyesap minumannya perlahan. Saat ini dirinya berada di salah satu cafe yang tak jauh dari taman Belgum. Arsyila yang terlalu gugup hanya bisa mengeluarkan suara serak yang mirip seseorang yang tengah sekarat. Terdengar begitu menyedihkan, hingga siapapun tak tahan untuk mendengarnya. Itulah kenapa Zhou mengajak Arsyila ke cafe terdekat. Selain mencari minum untuk membasahi tenggorokan, tempat ini juga memberikan kenyamanan sehingga mereka bisa leluasa bicara.
“Katakan saja, aku tidak akan memakanmu,” ucap Zhou terdengar begitu lelah menunggu Arsyila bicara. Tentu saja, itu karena sudah hampir lima belas menit mereka hanya duduk di sana tanpa satupun percakapan. Zhou bahkan sudah hampir menghabiskan satu gelas besar frapenya.“Aku minta maaf,” ucap Arsyila setelah berkali-kali menghela napas. Meski suasananya sudah tidak sekaku sebelumnya, tapi tetap saja Arsyila merasa masih sulit untuk bicara.“A-aku tidak berniat menyembunyikan hal ini darimu.”“Syila, ada apa?” Zhou yang baru keluar terlihat terkejut mendengar teriakan Arsyila. Tangan pria itu menarik lengan Arsyila yang terlihat begitu terburu-buru. Gadis itu terlihat panik dan linglung.“Kakak. Kak Kila? Tadi …” racau Arsyila tak bisa dimengerti Zhou. Otak Arsyila kacau sesaat. Wanita barusan memiliki mata amber yang mirip dengan Syakila. Arsyila berteriak begitu saja tanpa berpikir apa-apa. Apa wanita tadi benar-benar Syakila.Tidak mungkin …Apa tadi hanya perasaan Arsyila saja. Ada banyak manusia yang memiliki warna mata yang hampir sama. Syakila bukan satu-satunya wanita yang memiliki mata amber. Jadi, itu tidak mungkin. Lagi pula Arsyila melihat sendiri pemakaman Syakila.“Syila!” Zhou setengah berteriak, mengguncang bahu Arsyila yang sedari tadi sulit diajak bicara. Arsyila tersentak. Mata coklatnya yang sebelumnya kosong kembali berwarna. Seperti baru saja kerasukan, Arsyila mencengkram kerah Zhou dan berteriak di depan pria i
“Bagaimana bisa kakak melakukan ini semua? Kenapa? Kenapa?” Arsyila tak bisa menghentikan air matanya yang terus mengalir seperti air terjun. Arsyila sudah mengatakan semua yang diketahuinya pada Syakila dan mengomeli kakaknya. Zhou yang merasa sebagai orang luar hanya diam. Sedang Syakila dibuat tercenung oleh semua perkataan Arsyila.“Jika saja aku tahu lebih awal. Harusnya kakak memberitahuku semuanya! Kenapa kakak tidak mengatakannya dan menahan semuanya sendirian? Bahkan kakak tidak mau menemuiku dan lari dariku.”“Syila ….”“Apa itu karena aku tidak cukup baik? Sebagai adik, sebagai saudara satu-satunya. Apa aku tak cukup baik sampai-sampai kakak tidak bisa percaya padaku?!”Arsyila terengah-engah. Mata coklatnya menatap Syakila dengan putus asa. Semua kemarahan dan penyesalan yang dia tahan di hatinya tertumpah dari mulutnya. Syakila tampak tercengang. Air mata turun dari mata ambernya.“Bukan begitu.”“Lalu kenapa?!”
“Kakak, ayo pulang bersamaku!” Zhou seketika tersedak minumannya. Cukup terkejut mendengar perkataan Arsyila. Tak hanya dia, tapi Syakila juga tak kalah terkejutnya. Mereka memang sudah duduk cukup lama, tapi itu masih dirasa kurang untuk melepas rindu diantara mereka.“Pulang?” Syakila membeo. Wanita itu terlihat linglung sesaat. Arsyila mengangguk dengan semangat. Sedang Zhou mengerutkan keningnya. “Maksudmu sekarang?” tanya pria itu terlihat tidak terima. Tentu saja, Zhou hampir tak terlibat dalam obrolan mereka sebelumnya. Karena pria itu berusaha memberikan lebih banyak ruang untuk dua saudari itu bicara. Tapi, sekarang apa kesempatannya untuk bicara dengan Syakila telah dirampas?“Iya. Kurasa kita harus pulang sekarang.” Arsyila menggenggam tangan Syakila. Menatap sang kakak dengan sorot cemas. Meski Syakila masih terlihat baik-baik saja, tapi Arsyila menyadari wajah lelah Syakila. Wajahnya sedikit lebih pucat dibanding sebelumnya. Zhou memperhatika
“Kakak, Reyga akan menjemput kita!”Arsyila kembali dengan wajah yang berseri-seri. Senyuman lebarnya seketika surut melihat wajah-wajah yang kusut. Gadis itu segera kebingungan merasakan atmosfer diantara mereka yang berubah jadi berat. Apa yang sudah terjadi sebenarnya? Arsyila menatap kakaknya dan Zhou bergantian. Apa mereka bertengkar?Arsyila tak berani bertanya. Gadis itu memilih kembali duduk dengan diam. Suasana berubah jadi canggung. Tak ada satupun yang mencairkan suasana sampai mobil Reyga mulai terlihat.“Itu dia! Reyga sudah datang!”Arsyila berseru dengan semangat. Akhirnya dia bisa terlepas dari suasana tidak menyenangkan ini. Arsyila segera menyambut Reyga yang baru turun dari mobilnya. Di sisi lain Syakila tampak terkesiap, sedang Zhou mengerutkan keningnya tidak suka.“Syila, kau bilang kau menemukan kakakmu? Apa maksudnya itu?” Reyga yang baru saja datang bertanya dengan terburu-buru. Ekspresinya begitu bingung melihat
Menyesal. Reyga menyesal.Cukup mengetahui satu fakta itu saja membuat hati Arsyila berdenyut nyeri. Rasa bahagia setelah bertemu kembali dengan Syakila tiba-tiba berubah jadi rasa khawatir. Apakah Reyga sungguh tak memiliki rasa apapun pada Syakila. Ingatan tentang foto yang disimpan Reyga dalam lemari pria itu kembali mengguncang Arsyila. Arsyila menatap wajah Syakila yang tengah tertidur lelap dalam waktu yang lama. Syakila, dia benar-benar kembali ke sisi Arsyila. Itu adalah kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tentu saja, Arsyila sangat bahagia atas kembalinya sang kakak. Tapi … setelah berhasil membawa Syakila tinggal bersamanya, perasaan Arsyila jadi sedikit kacau. Terlebih setelah melihat bagaimana Reyga begitu perhatian dengan sang kakak.“Dia bahkan memberikan kamarnya,” gumam Arsyila dengan lesu. Dengan alasan tak ada kamar yang siap, Reyga menyuruh Syakila beristirahat di dalam kamarnya sedang pria itu akan tidur ruang tamu. Apakah ini suatu bentuk perh
“Hei, kau tidur ya?!”Arsyila terkesiap mendengar suara teriakan dari dalam ponselnya. Zhou, mendengar suaranya jelas pria itu sedang kesal. Kesal karena Arsyila baru saja mengabaikannya. Entah kemana perginya pikiran Arsyila. Gadis itu tidak fokus untuk beberapa saat.“Ma-maaf. Tadi kau bilang apa?” tanya Arsyila tanpa merasa bersalah. Kali ini Arsyila memastikan telinganya benar-benar siap.“Astaga, kau benar-benar tidak mendengarkanku?! Sungguh sia-sia aku membacakan pidato panjang padamu!”“Apa? Pidato?” Arsyila tidak bisa menahan tawanya. Zhou yang marah memang menyeramkan saat dilihat secara langsung. Tapi hanya mendengar suara pria itu melalui telepon malah membuat Arsyila sedikit … terhibur? Apakah ini karena Arsyila sudah cukup sering mendengar pria itu marah-marah?“Jangan tertawa!”Arsyila segera melipat bibirnya. Berusaha mungkin menghentikan tawanya. Tidak ingin menambah kemarahan Zhou.“Baiklah. Aku sungguh
Arsyila duduk dengan canggung diatas sofa panjang di ruang kerja Reyga. Mata coklatnya beberapa kali melirik diam-diam Reyga yang duduk dengan wajah kusut di depan komputernya. Pria itu kesal. Itu tergambar jelas di wajahnya.Sebelumnya Reyga melarang Arsyila menelpon Zhou. Wajah pria itu mengeras dengan otot-otot wajah yang mencuat. Melihatnya tentu saja Arsyila segera menyembunyikan kembali ponselnya. Namun sebelum itu, tangan Syakila bergerak lebih cepat merampas ponsel Arsyila dan mengatakan bahwa dirinya sendiri yang akan menelpon Zhou. Ekspresi Reyga semakin buruk. Tentu saja, Arsyila bisa mengerti bahwa suaminya sedang cemburu. Fakta bahwa Reyga mencintai kakaknya, itu sesuatu yang tak lagi berusaha Arsyila sangkal. Itu pasti benar. Terlebih melihat kedekatan mereka. Bukankah mereka begitu serasi?Memikirkannya hati Arsyila kembali nyeri. Tanpa sadar Arsyila menghela napasnya kasar. Begitu mata coklatnya kembali menatap ke arah Reyga, gadis itu dik
“Jadi, kamu mengabaikan pendidikanmu selama aku tidak ada?! Kamu bahkan memilih universitas kecil di Belgum dari pada menerima tawaran di Aegyo!”“Kakak, Teroa tidak seburuk itu.”“Tetap saja! Pada akhirnya kamu tidak melanjutkan pendidikanmu dengan baik,kan?!”Arsyila menghela napas. Entah bagaimana percapan mereka berakhir jadi omelan panjang yang harus diterima telinga Arsyila. Arsyila tau kakaknya akan marah besar begitu tau tentang nasib perkuliahannya. Keputusan mengambil universitas Teroa memang keputusan yang diambil Arsyila dengan terburu-buru. Meski Syakila sebelumnya selalu berpesan pada Arsyila untuk mewujudkan impiannya, tapi bagi Arsyila saat itu tak ada yang lebih penting dari pada mengungkap alasan kematian Syakila. Kali ini Arsyila harus rela mengorbankan telinganya untuk mendengarkan omelan.“Kakak ….”“Haa … dasar keras kepala!” Arsyila tertawa. Gadis itu tau itu adalah ujung omelan panjang Syakila. Wanita ham