“Ayah?”tatapan Arsyila jatuh pada sosok tuan Derin yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya yang setengah terbuka. Nyonya Derin yang sebelumnya dengan serius mendengarkan Arsyila kini mengalihkan perhatiannya pada sang suami. Tuan Derin yang terpanggil mulai membuka pintu kamar Arsyila lebih lebar dan masuk ke dalam. Tangannya terlihat membawa sebuah bungkusan.
“Maaf mengganggu perbincangan kalian,” ucap tuan Derin menyadari kedatangannya ada di waktu yang kurang tepat.“Ah, tidak. Ayah ada perlu denganku?”tanya Arsyila penasaran. Tuan Derin adalah tipikal orang yang hanya bicara untuk sesuatu yang penting saja. Karena itulah pasti ada sesuatu yang penting hingga membawa ayahnya datang ke kamarnya.“Ini.” Arsyila bingung saat tuan Derin menyerahkan bungkusan yang dibawanya.“Tadi teman sekolahmu datang mengantarkan itu. Dia mengatakan kau harus pakai itu di hari kelulusan.” Arsyila menatap bungkusan di tangannya. Dengan penasaran tangannya ber“Selamat atas kelulusanmu,” ucap pria tampan itu menunjukkan senyuman termanisnya. Arsyila menatapnya tanpa mengedipkan mata, mulutnya sedikit menganga. Terlalu terkejut dengan kedatangan pria yang sangat dikenalnya. Reyga, Arsyila tak meyangka pria yang beberapa hari yang lalu resmi menjadi suaminya itu hadir dalam acara kelulusannya. Reyga datang dengan setelan tuxedo hitam yang terlihat mahal. Di tangan pria itu membawa sebuah buket bunga mawar yang besarnya tiga kali lipat dari yang biasa Arsyila lihat di kamar Syakila. Wajah tampannya terlihat lebih bersinar. Pria itu sungguh seperti pangeran yang hanya muncul di cerita dongeng saja. Dia memiliki pesona yang sungguh sulit untuk dibantah. Semua siswi tampak terhipnotis oleh ketampanannya, tak terkecuali Arsyila. Gadis itu membatu, waktu terasa berhenti sesaat dimana Arsyila merasa di dunia ini hanya ada dia dan Reyga. Suara sorakan para siswa menyadarkan Arsyila bersamaan dengan buket bunga mawar merah yang
Arsyila menggosok matanya yang merah dan menyeka ingusnya dengan sapu tangan merah yang diberikan nyonya Derin padanya. Berpikir bahwa Reyga akan selalu bermurah hati pada siapa saja ternyata salah besar. Pria itu menolak mentah-mentah permohonan Arsyila untuk tinggal sedikit lebih lama bersama orang tuanya. “Maafkan aku. Tapi aku benar-benar tak memiliki waktu lagi untuk diberikan. Aku memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.”Begitulah yang diucapkan pria itu dengan wajah yang penuh sesal. Sebenarnya Arsyila kesal saat permintaannya ditolak. Tapi memikirkan posisi Reyga, Arsyila memakluminya. Bagaimana pun juga jarak antara Aston dan dan Oswald lumayan jauh. Perlu perjalanan selama hampir tujuh jam jika menggunakan bus. Reyga pasti akan membuang banyak waktunya jika dia harus menunggu satu hari lagi untuk Arsyila. Apalagi Reyga adalah seorang pengusaha. Bagi mereka sudah pasti waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Arsyila tak memiliki pilihan lain selain m
“Ada apa?” tanya Reyga membuat Arsyila tersentak. Gadis itu mengerjapkan matanya sesaat dan menemukan wajah tersenyum Reyga yang menatapnya ramah. Apa yang baru saja Arsyila lihat hanya halusinasinya saja? Dengan kaku Arsyila membalas senyuman Reyga. Tiba-tiba saja Arsyila mengingat percakapannya dengan Syakila. Apa yang sering Syakila katakan padanya.‘ Syila, bukankah aku sudah pernah bilang untuk tidak langsung menilai sesuatu hanya dari luarnya saja?’ Benar, bukankah Syakila sudah berkali-kali memperingatinya? “Apa yang kamu pikirkan?” tanya Reyga kembali membuat Arsyila tersentak. Wajah pria itu tampak cemas dan kebingungan. Mungkinkah Arsyila berpikir terlalu berlebihan?“Itu … Anda tidak makan?” tanya Arsyila menyadari Reyga yang tidak sedikitpun menyentuh piringnya.“Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa tidak lapar,” jawab Reyga segera Arsyila respon dengan anggukan. Entah kenapa Arsyila merasa sedikit aneh. Reyga yang mengajaknya makan, justru tidak menyentuh piringnya. P
Suara melengking di belakangnya membuat Arsyila secara reflek mengambil langkah mundur. Tubuhnya berbalik dan mata coklatnya segera bertemu dengan seorang wanita muda yang memakai celemek dan bandana di kepala. Arsyila sungguh terkejut dan kebingungan. “Apa yang ingin Anda lakukan?” tanya wanita itu seolah sedang menghadang seorang penjahat. Tatapan curiga dan waspada jelas-jelas wanita itu tujukan kepada Arsyila. Arsyila menelan ludah. Arsyila tau sebenarnya dia tak bersalah. Tapi tatapan yang mengintimidasi dari wanita itu mau tak mau menyeret Arsyila seperti seorang tersangka. Benar, seharusnya Arsyila tidak berkeliaran seenaknya di rumah orang, meskipun rumah itu adalah tempat tinggalnya sekarang. Baiklah, mungkin perlu dicatatat bahwa meskipun dirinya adalah seorang istri dari pemilik rumah, itu tidak serta merta menjadikan dirinya nyonya rumah.“Maaf, aku mengira ini adalah kamar suamiku.” Itu jawaban yang paling tepat untuk sekarang. Air muka wanita itu
“Kenapa Anda mau menikahi saya? Padahal yang seharusnya menjadi istri Anda sekarang adalah kakak saya. Anda bisa membatalkan pernikahan tepat sebelum kita mengucapkan sumpah. Tapi kenapa? Kenapa Anda memilih melanjutkan pernikahan?!”Akhirnya dengan lantang Arsyila menumpahkan salah satu pertanyaan yang menggangu kepalanya pada Reyga. Benar, itu karena masih banyak pertanyaan yang menumpuk di kepalanya. Masih tak ada reaksi apapun di wajah Reyga. Dengan tenang, pria itu membuka mulutnya.“Itu … karena aku membutuhkan istri.”Itu adalah jawaban yang sangat sederhana. Terlalu sederhana hingga tak bisa dimengerti oleh Arsyila. Untuk sesaat Arsyila terdiam dengan kebingungan. Apa jawaban itu masuk akal?“Apa … Apakah Anda tidak mencintai kakak saya?” Kali ini Arsyila memilih mengajukan pertanyaan lainnya. “Tidak.”Jawaban itu meluncur dengan lancar dari bibir Reyga, seolah tak ada sedikitpun keraguan di dalamnya. Mata coklat Arsyil
Lingkaran hitam menggantung di bawah mata Arsyila di keesokan paginya. Pemandangan yang dia lihat semalam semakin memperparah insomnianya. Bayangan Reyga dan Anes yang bermesraan benar-benar mengganggunya. Itu membuatnya marah sekaligus kesal. Arsyila menghela napasnya dengan berat. Ini masih sangat pagi, tapi perasaannya sudah kacau sekali.Sebenarnya tak ada alasan bagi Arsyila merasa marah mengingat pernikahan mereka hanya sekedar hubungan di atas kertas. Dia juga bukan istri Reyga yang sebenarnya. Arsyila hanya mengisi posisi yang harusnya diisi oleh Syakila. Tak ada yang namanya kecemburuan. Arsyila bahkan tak ingin peduli pada apapun yang dilakukan Reyga. Tapi mengingat jika sebenarnya kakaknyalah yang seharusnya berada di sini sekarang, tentu saja perbuatan Reyga tidak bisa Arsyila maafkan. Fakta bahwa Reyga telah menghianati kakaknya, itu benar-benar membuat Arsyila marah.Hari masih sangat pagi saat Arsyila keluar dari kamarnya. Lalu hal pertama yang ditemukannya adalah Anes
Teriakan Arsyila pecah kala emosinya tak mampu lagi ditahan. Tatapan permusuhan Arsyila tunjukan secara terang-terangan. Rasa panas yang membakar tak hanya terasa di dadanya tapi mulai merambati wajahnya. Membuatnya kulit wajahnya berubah merah padam bahkan hingga ujung telinganya. Anes hanya diam memasang wajah yang kebingungan. Sedangkan Reyga tampak menghela napasnya kasar sambil mengusap wajahnya yang berubah kusut seketika.“Aku tak mengerti apa yang telah kamu pikirkan.” Dengan wajah yang terlihat lelah Reyga mengacak-acak rambutnya. “Sepertinya kamu salah paham,” lanjutnya melanjutkan langkahnya untuk mendekati Arsyila.“Apa maksudnya salah paham?” Arsyila menatap Reyga dengan sengit. Tak ada sedikitpun keramahan yang tersisa di wajahnya. Sebelumnya Arsyila membayangkan reaksi Reyga yang akan berteriak marah atau bahkan bisa saja memukulnya. Itu biasanya terjadi saat seseorang telah terungkap kejahatannya kan? Karena itu Arsyila memasang posisi waspada saat Reyga mendekat. Tapi
Arsyila masuk ke dalam pintu ukiran bunga seusai sarapan. Setelah pertemuan dengan nyonya Sisilia kemarin, Arsyila jadi ingin lebih sering menemui ibu mertuanya. Berbeda dari sebelumnya, sekarang Arsyila bisa keluar masuk dengan mudah. Tak ada lagi pintu terlarang. Itu karena Reyga sudah mengijinkannya. Tidak, lebih tepatnya pria itu sendiri yang memohon pada Arsyila agar mau merawat ibunya, memperlakukannya seperti layaknya ibu kandung. Reyga tak memaksanya. Pria itu hanya mengharapkan sedikit perhatian Arsyila untuk ibunya. Meski itu hanya sekedar melihatnya sesekali, pria itu sudah sangat berterimakasih.Mengingat bagaimana Reyga memohon padanya kemarin membuat Arsyila semakin yakin pada kebaikan pria itu. Wajah Arsyila menghangat kala mengingat pikiran bodohnya, ia sempat bepikir dirinya sedikit istimewa di mata Reyga. Jelas sekali, itu sangat konyol. Segera setelah kesadarannya kembali, Arsyila merasa malu. Arsyila tau tak ada arti lain dari perkataan Reyga.S
Arsyila selalu merasa senang menghabiskan waktu bersama Syakila. Apalagi semenjak penculikan yang dilakukan tuan Derin terakhir kali. Arsyila jadi over protektif pada kakaknya. Arsyila terus mengekor kemanapun Syakila pergi, kecuali saat bersama Zhou tentunya. Arsyila yakin Zhou bisa menjaga kakaknya. Yah, walaupun Arsyila seringkali memprotes Zhou karena Zhou suka memonopoli Syakila. Arsyila cemburu karena waktu yang Zhou habiskan bersama Syakila lebih banyak dari dirinya. “Kakak, padahal di taman rumah kita juga memiliki bunga. Kenapa kita harus jauh-jauh datang kemari hanya untuk melihat bunga? Lagi pula bunga ini terlihat biasa saja.” Arsyila menyentuh kelopak bunga daisy dengan telunjuknya. Semalam dia sempat berdebat dengan Syakila hanya karena masalah bunga. Beberapa hari terakhir Syakila dengan keras kepala ingin pergi ke Ossy Blossom, rumah kaca terbesar di Oswald. Arsyila tentu saja menentangnya. Usia kandungan Syakila yang sudah tua membuat Arsyila merasa was-was membawa
Arsyila bangun dengan rasa pegal di seluruh tubuhnya. Rasanya seperti dia baru saja mengikuti lomba lari berpuluh-puluh kilo meter dan lomba angkat beban puluhan kilo dalam waktu bersamaan. Sebenarnya apa yang dilakukannya kemarin sampai tubuhnya sakit semua seperti ini? Terlebih, rasa tidak nyaman pada selakangannya benar-benar mengganggunya. Arsyila menggeliat dalam selimutnya. Gadis itu masih enggan untuk membuka kedua matanya yang masih berat. Arsyila berniat untuk melanjutkan tidurnya sampai sebuah suara mengejutkannya.“Kamu sudah bangun?”Seketika kedua mata Arsyila terbuka lebar. Bola mata Arsyila rasanya hampir melompat melihat sosok Reyga yang terlihat sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Dengan wajah pucat, Arsyila menatap horor suaminya. Ketika Arsyila mengingat apa yang sudah terjadi semalam, gadis itu terbengong dengan wajah yang sulit dibaca.“Kamu terlihat pucat. Apa kamu merasa sakit?” Ibu jari Reyga mengusap wajah Arsyila perlahan. Pria itu terlihat cemas. Sentuhan R
“Ka-karena kita suami istri, kita harus tidur satu ranjang!”Arsyila ingat bagaimana dirinya dengan percaya diri mengatakan itu pada Reyga. Tapi kemana perginya rasa percaya dirinya itu sekarang?! Arsyila yakin Reyga pasti memandangnya sebagai gadis yang agresif. Dan juga … tak tau malu. Kenyataannya Arsyila benar-benar serakah. Tak cukup dengan meminta Reyga berjanji tak akan meninggalkannya. Selanjutnya Arsyila meminta Reyga berbagi ranjang dengannya. Setelah berbagi ranjang, mungkin selanjutnya Arsyila akan meminta ruang di hati Reyga? Entahlah, Arsyila sendiri tak bisa menahan gejolak yang ada di hatinya. Gadis itu sungguh-sungguh tergila-gila pada suaminya.Rasa ingin memiliki, rasa ingin dicintai, rasa ingin menguasai. Perasaan semacam itu terus berkembang hingga tak terbendung. Mereka mengendap di dasar kemudian tiba-tiba muncul di permukaan dengan membabi buta. Seperti tanaman eceng gondok yang dengan cepat menyelimuti seluruh permukaan sungai. Se
“Kakak, kakak cantik sekali!” puji Arsyila kesekian kalinya. Di depannya, Syakila tengah mematut dirinya di depan cermin. Dalam balutan kain warna putih, Syakila terlihat sangat anggun dengan gaun pengantin.Lima bulan telah berlalu sejak persidangan tuan dan nyonya Derin. Syakila telah melahirkan bayinya sebulan kemudian. Seorang gadis kecil yang sangat mirip dengan Syakila telah lahir ke dunia. Namanya Aluna, itu adalah nama yang telah diberikan Zhou untuk putri Syakila.Arsyila sendiri sudah memulai kembali kehidupan kampusnya. Arsyila keluar dari universitas Teroa, lalu berpindah ke universitas Aegyo di Oswald yang tidak begitu jauh dari rumah. Berbeda dengan saat di Teroa, di Aegyo Arsyila lebih rajin dan benar-benar fokus pada cita-citanya menjadi designer profesional.“Aluna sayang, lihat mamamu terlihat gugup sekali.” Aluna terlihat tertawa di dalam gendongan Arsyila. Bayi tiga bulan itu seolah mengerti apa yang dikatakan Arsyila.“Lihatlah, bahkan putrimu mentertawakan mamany
“Mari kita bahas perceraian kita.”Tubuh Arsyila menegang. Mata coklatnya melebar penuh keterkejutan. Persidangan tuan Derin sudah selesai, dan tak ada alasan lagi untuk mereka menunda perceraian. Arsyila bahkan sudah mempersiapkan hatinya jauh-jauh hari. Namun hatinya tetap terguncang saat kata perceraian keluar dari mulut Reyga sendiri.“Be-benar.” Sulit untuk mengendalikan perasaannya. Rasanya Arsyila ingin menangis. Gadis itu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Berusaha untuk menahan air mata agar tidak jatuh dari kedua matanya. Tidak, Arsyila merasa sangat tidak siap sekarang!“Syila, aku—“Suara perut Arsyila yang nyaring menginterupsi pembicaraan mereka. Arsyila menundukkan kepalanya. Wajahnya seketika memerah. Air mata lolos dari mata coklatnya. “Uhh, a-aku sangat lapar!”Ini memalukan! “Lapar! Waaa!” Karena terlanjur malu, lebih baik totalitas saja. Jika itu bisa menghentikan perceraianannya, Arsyila pasti rela melakukannya. Arsyila menangis keras seperti anak-anak. Berti
“Kak Reyga, kakak jadi lebih tampan!”“Aku rindu kak Reyga!”“Kak Reyga, mana permen yang kakak janjikan bulan lalu?!”“Kak Reyga, ayo menikah denganku!”Reyga hanya tertawa menanggapi anak-anak yang mengerubunginya. Suasana hati pria itu terlihat bagus. Ekspresi senangnya berbanding terbalik dengan wajah yang ditunjukan Arsyila sekarang. Gadis itu terlihat masam dan semakin masam. Tanpa disadari Arsyila, bibirnya telah cemberut melihat para anak perempuan centil yang menggoda suaminya.Mereka hanya anak-anak. Benar, mereka hanya anak-anak!Arsyila berusaha menenangkan hatinya. Sedikit konyol memikirkan dirinya yang merasa cemburu hanya karena anak kecil. Tapi begitu melihat salah satu anak perempuan yang berusia sekitar tujuh tahun mencium pipi suaminya, Arsyila tak bisa lagi mempertahankan ketenangannya. Tidak, dia tak bisa diam saja! Arsyila tak bisa membiarkan ini lebih lama!Anak-anak itu bukan sekedar anak-anak kec
Hakim telah menjatuhkan hukuman untuk Tuan dan Nyonya Derin atas kasus penculikan anak. Dua belas tahun penjara untuk Nyonya Derin. Sedang tuan Derin mendapatkan hukuman dua kali lipat dari istrinya karena kejahatan berlapis yang dilakukannya. Semua orang hadir, termasuk Nora dan Yerina yang datang sebagai saksi.Borya telah ditutup. Reyga memberikan tempat kerja yang layak untuk para mantan pekerja Borya. Beberapa orang mengikutinya, sedang beberapa seperti Yerina menolak tawaran pekerjaan yang telah diberikan Reyga. Yerina lebih suka memilih sendiri jalannya.Arsyila menatap tuan dan nyonya Derin. Mereka berdua tampak lebih kurus dari yang terakhir Arsyila lihat. Arsyila tak akan bisa melupakan kejahatan yang telah diperbuat tuan Derin terhadap kakaknya dan dirinya. Jadi sampai kapan pun Arsyila tak akan bisa memaafkan pria paruh baya itu. Bahkan setelah semua ini tak ada sedikit pun raut bersalah di wajah tuan Derin.Berbeda dari tuan Derin, Arsyila bis
Malam itu Arsyila dan Syakila tidur di kamar nyonya Sisilia. Berkumpul dalam selimut yang sama merayakan kembalinya keluarga mereka. Syakila dan nyonya Sisilia terlihat sudah jauh berlayar dalam alam mimpinya, berbeda dengan Arsyila yang masih terjaga. Sekeras apapun Arsyila berusaha menutup matanya, gadis itu sama sekali tak bisa terlelap. Hatinya terasa tidak tenang. Kantuk sama sekali tak menghampirinya. Ini sudah lewat tengah malam. Tapi kedua matanya justru semakin segar. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagianya karena akhirnya dia bisa berkumpul bersama kakak dan ibu kandungnya. Tapi ternyata Arsyila tidak sepenuhnya merasa demikian. Arsyila merasa senang, tentu saja. Tapi disaat yang sama Arsyila juga merasa gelisah. Ini tentang hubungannya dengan Reyga. Setelah hari ini, Arsyila tidak bisa membayangkan bagaimana kelanjutan dari hubungan mereka.Mendesah dengan frustasi. Arsyila pikir dirinya tidak bisa berdiam diri seperti ini. Arsyila akhirny
“A-apa ini?” Arsyila menatap amplop coklat di tangannya dengan wajah kebingungan. Begitu dirinya dan Syakila datang dan ikut berkumpul, Reyga sama sekali tak menjelaskan apa-apa. Pria itu justru memanggil Roby yang membawa beberapa tumpukan dokumen. Amplop coklat yang ada di tangan Arsyila saat ini adalah salah satunya.Arsyila mengedarkan tatapannya pada semua orang yang ada di ruangan itu. Arsyila bisa menangkap raut tegang dari semua wajah itu. Tak terkecuali Reyga, bahkan nyonya Sisilia juga. Mata amber nyonya Sisilia terlihat berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu terlihat menahan berbagai emosi dalam dirinya. Ketika Arsyila melihat kakaknya, dia cukup heran dengan sikap tenang sang kakak. Tidakkah Syakila juga merasa bingung dengan situasi yang mereka hadapi sekarang? Bagaimana kakaknya bisa setenang itu? Arsyila bertanya-tanya dalam hatinya.“Aku tau kamu pasti merasa bingung. Jadi bukalah itu, itu adalah kebenaran yang harus kamu ketahui.”“Kebenaran?