Nada suara Lucy melengking, mirip kucing liar yang tengah tersudut, membuat telinga semua orang di ruangan itu terasa sakit mendengarnya.Kevin Ng, dengan sikap angkuhnya, mulai melangkah mendekati Lala. Wajahnya menampakkan niat untuk menunjukkan kuasanya, menekan Lala yang sejak awal tampak acuh tak acuh, tak mempedulikan segala drama yang sedang berlangsung di sekitarnya.Lala, dengan santai, menenggak bir langsung dari botol tanpa sedikit pun memperlihatkan kesan tertekan oleh kehadiran Kevin. Seolah dunia di sekitarnya tak ada artinya, dan dia hanyalah penonton yang bosan menyaksikan drama murahan.“Hei...” seru Kevin dengan nada yang mulai tersinggung. Tangannya sedikit melambai di depan wajah Lala, berusaha menarik perhatiannya.Tapi, saat itu pula, seolah panggung sedang merencanakan ironi yang sempurna, lampu sorot tiba-tiba menyala dari atas, menyorot tepat ke arah mereka berdua.Dalam sinar yang terang benderang, sosok Lala dan Kevin terlihat jelas oleh semua orang di bar.
Clara Gunawan. Baru berusia 23 tahun, dia adalah anak ketiga dari pasangan Leonardo Gunawan dan Vivian Sutedja.Ibu Clara, Vivian Sutedja, adalah pemilik Sutedja Enterprises, sebuah grup konglomerat yang bergerak di bisnis penerbangan, transportasi darat, dan jasa keuangan—nomor tiga terbesar di negara ini.Nama Sutedja Enterprises sudah pasti dikenal hampir setiap orang.Di depan pintu Wing's Bar, Kevin Ng menyeret Lucy Setiawan dengan cengkeraman erat pada lengannya. Mata Kevin berkilat penuh amarah.Dia menyempilkan sebuah bisikan mengancam, “Kamu cari mati, ya? Mau keluarga Setiawan kalian bangkrut dan hilang dari dunia? Berani-beraninya kamu senggol anak ketiga dari pemilik Sutedja Enterprises!”Lucy tampak sedikit terkejut, tapi bukan karena paham akan bahaya yang mengintai, melainkan karena fokusnya yang hanya tertuju pada Kevin.Pikirannya sibuk memikirkan bagaimana caranya mengembalikan perhatian pria itu. "Anak ketiga Sutedja Enterprises?" pikirnya, bingung. Toh, semua itu t
Kursus penerbangan telah berakhir, dan kini hanya tinggal satu langkah lagi bagi Xander untuk memperoleh lisensi sebagai penerbang pesawat pribadi—jam terbang yang harus dipenuhi.Kesibukannya dengan pelatihan penerbangan membuatnya terpaksa mengabaikan kantor pusat Bank Central Halilintar, dan tidak pernah masuk kantor sesuai jam kerja. Keadaan ini tentu menimbulkan rasa penasaran di benak June, kawannya yang mengira Xander hanyalah karyawan biasa sepertinya.Pagi itu, dengan sinar matahari yang menyinari jendela kantornya, June melakukan panggilan telepon yang penuh dengan rasa cemas.Kursus penerbangan Xander telah selesai, dan sekarang ia hanya perlu memenuhi jam terbang untuk mendapatkan lisensi sebagai penerbang pesawat pribadi. Karena kesibukan dengan pelatihan penerbangan ini, Xander belum sempat mengunjungi kantor pusat Bank Central Halilintar.Hal ini tentu saja membuat June, teman yang mengira Xander hanyalah karyawan biasa, merasa penasaran dan khawatir. Pagi ini, dengan ma
June melangkah masuk ke lift super eksklusif, khusus untuk penghuni-penghuni kelas atas, dengan perasaan gugup yang bercampur antusiasme berlebih.Jantungnya berdegup kencang, dan tangannya sedikit gemetar. Budak korporat seperti dia? Masuk lift mewah seperti ini? Sungguh peristiwa yang jarang, kalau tidak mau dibilang ajaib.Selama ini, menaiki lift di kantornya sudah cukup membuatnya merasa penting—walaupun itu hanya lift bersama, berdesakan dengan pegawai lainnya sambil menahan napas agar tak mencium aroma parfum imitasi dari tas orang di sebelah.Namun sekarang, dia berada di lift VVIP—bukan lift biasa, ini semacam lift dewa yang terbuat dari emas (setidaknya menurut imajinasinya). Lift ini seolah berbisik, "Kamu penting, kamu spesial!"Saat pintu lift menutup perlahan, June merasa bagai putri raja. Satpam yang tadi berjaga sudah tak terlihat lagi. “Aman,” batinnya dengan senyum tertahan.Maka, mulailah ia beraksi.Ponselnya segera diangkat, dan tanpa ragu-ragu, ia mulai berswafot
Setelah menikmati sarapan pagi yang elegan, dengan bibir masih sedikit berkilap karena minyak dari makanan tadi dan mata berbinar penuh kepuasan, June kembali melontarkan pertanyaan pada Xander.“What next, Xander?” tanyanya sambil tersenyum lebar, berusaha menutupi sendawa kecil yang tak tertahankan.“Hei, June... itu tidak sopan,” Xander tersentak sedikit. “Apalagi kamu ini seorang wanita…”June hanya tertawa ringan. “Ah, biarlah. Kadang terlalu sering bersikap sopan malah membuatku lelah,” jawabnya santai, sambil mengusap bibir dengan tisu, seolah kesopanannya hanya sementara.Xander menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil, matanya memandang sekilas ke arah pemandangan kota yang menjulang di luar jendela. “Kalau begitu, temani aku melihat-lihat mobil di showroom. Lagipula, kamu sudah kenyang, kan?”Mata June langsung membesar, tidak percaya dengan ajakan Xander. Pikirannya melayang, membayangkan deretan mobil mewah berkilauan yang hanya bisa ia lihat di layar ponsel."Jadi seka
Gadis itu bernama Poppy Manata. Sebenarnya, dia berasal dari keluarga biasa saja, tanpa kemewahan yang berarti.Namun, status pacarnya, Roger Tambayong, yang merupakan generasi kedua dari orang kaya kelas dua di Kota Jatavia, membuatnya bertingkah sombong dan arogan, terbiasa terlahir dengan sendok emas di mulut.Cerita kembali kebelakang...Ketika Xander keluar dari mobil tipe Seal itu, Poppy menatapnya dengan tatapan menghina, seolah-olah dia baru saja menyaksikan seseorang yang berani merusak "permainannya" yang mewah. Matanya menyipit, dan bibirnya hampir siap melontarkan kata-kata yang pastinya tidak bersahabat.Namun sebelum Poppy bisa mengeluarkan racunnya, June, yang sudah lama memendam rasa tak suka pada orang-orang seperti ini, langsung mengambil alih situasi.Dengan suara mendesis seperti ular yang siap menyerang, dia menatap Poppy tajam dan memuntahkan lahar panas."Apa-apaan kamu, perempuan jalang?" kata June, suaranya rendah tapi mematikan."Kau pikir bisa seenaknya meng
"Xander Sanjaya!" Suara Roger Tambayong terdengar dengan nada mencibir dan menusuk."Lagipula, pekerjaan sebagai barista... apakah itu benar-benar membutuhkan mobil? Mengapa kamu tidak menabung saja, untuk membeli apartemen yang layak bagi istrimu, Lucy?"Nada tajam di akhir kalimatnya menambah kesan sinis yang Roger lemparkan begitu saja, tanpa memedulikan respon Xander.Roger, yang dulunya saat SMA tidak pernah benar-benar dekat dengan Xander, selalu menganggap pria itu berada di level sosial yang jauh di bawahnya.Perceraian Xander belum sampai ke telinga Roger, jadi ia terus berbicara seolah-olah semuanya baik-baik saja dalam hidup Xander—padahal kenyataannya sangat berbeda.Poppy Manata, yang berdiri di samping Roger dan dikenal sebagai wanita yang senang ikut campur, segera menyambar omongan pacarnya.“Sayang, bagaimana jika kita undang Xander ke reuni SMA yang akan datang? Kebetulan acaranya hanya tinggal beberapa hari lagi. Dia bisa memamerkan mobil barunya kepada teman-teman,
Dua minggu berlalu, dan hari yang ditunggu-tunggu untuk reuni SMA Taruna yang diadakan oleh Roger Tambayong dan teman-teman elitnya semakin dekat.Seperti biasa, Xander menjalani harinya dengan tenang, tak memperlihatkan tanda-tanda antusiasme atau kegelisahan. Hingga suatu pagi, telepon dari dealer mobil BYD mengubah suasana.“Tuan Xander, mobil pesanan Anda, tipe X khusus edisi pelanggan istimewa, sudah tiba. Silakan datang untuk mengambilnya,” ujar suara ceria seorang gadis operator di ujung telepon.Xander, yang selama ini belum pernah memiliki mobil pribadi, mendadak merasakan sedikit keraguan. Kemampuannya dalam mengemudi kendaraan roda empat jelas nol.Mengingat bahwa ia harus menghadiri reuni dan tentu saja tak ingin mempermalukan dirinya sendiri dengan kemampuan mengemudi seadanya, Xander segera memutuskan untuk mengambil langkah cepat dan taktis.Dengan sigap, ia membuka sistem yang selama ini diam-diam menjadi sumber kekuatannya dan segera membeli token "Teknik Mengemudi Ke
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men
Namun, karena Sophia terus menangis keras tanpa setetes air mata, Michael Chen tidak punya pilihan selain menunjukkan empati. Bagaimanapun juga, Sophia adalah kekasih gelapnya. Ada rasa sakit yang samar saat melihatnya menangis.“Hani, seret ketiga orang itu keluar sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas pemecatan Jessica Huang dan Amy Liu. Jangan biarkan situasi ini semakin kacau!” perintah Michael dengan nada tegas, disertai lirikan yang menyiratkan dukungan untuk Sophia.Sophia langsung menghentikan tangisannya yang berlebihan. Ia mendongak dengan mata merah, bukan karena air mata, tetapi akibat terlalu lama menguceknya.“Direktur Michael, apakah Anda sungguh melakukan ini demi keadilan?” tanya Sophia dengan nada manis yang jelas palsu. “Anda memang yang terbaik... Mari kita bersiap-siap menyambut Tuan Sanjaya,” lanjutnya dengan senyum sumringah, seolah drama tadi tak pernah terjadi.Michael sempat merasa aneh melihat perubahan drastis Sophia, tapi ia menepis pikirannya. Ia
Tak lama kemudian, Hani, si petugas keamanan yang lebih cocok disebut tukang parkir, sudah berada di aula. Hampir dua ratus karyawan berkumpul, menyaksikan aksi arogansi Sophia yang memanas."Hani! Usir mereka bertiga sekarang juga!”“Mereka sungguh memalukan, rakus menyantap hidangan yang seharusnya untuk Tuan Sanjaya! Manusia-manusia lancang!" seru Sophia dengan nada penuh kebencian, suaranya menggema di seluruh ruangan.Para karyawan, yang sebenarnya tidak menyukai Sophia, berbisik-bisik di antara mereka, mengomentari sikap arogannya.Tatapan mereka penuh rasa tidak suka, tetapi tak satu pun yang berani angkat bicara.Namun, di mata Sophia, bisikan itu adalah pujian atas ketegasannya. Dia memang ingin mencari muka di hadapan direktur utama, Tuan David Li, berharap bisa menaikkan posisinya.Pacar gelapnya, Michael Chen, adalah direktur pemasaran dan tidak punya kuasa di bidang SDM.Jadi, dengan membuat jasa semacam ini, ia berharap mendapat perhatian David Li agar Amy dan Jessica di
Meskipun Diamond Air berada di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, perusahaan ini hanya menempati lantai tiga dan empat Sanjaya Tower.Lantai empat, tempat ruang direksi berada, memiliki desain minimalis dengan panel kayu elegan dan pencahayaan modern yang hangat, menciptakan suasana profesional yang sesuai dengan standar perusahaan.Xander, dengan penampilan yang sederhana namun penuh percaya diri, tiba-tiba muncul di ruang pertemuan yang luas.Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi kue-kue mewah dan berbagai hidangan lezat. Aroma manis dari kue-kue tersebut memenuhi ruangan, menggoda siapa pun yang masuk.Semua ini tampaknya dipersiapkan dengan cermat untuk menyambut pemilik baru—Xander sendiri."Aku suka kue ini," bisik Xander pada dirinya sendiri, tanpa ragu mengambil sepotong besar tiramisu yang lembut dan kaya rasa."Hm, lezat," katanya sambil menjilat jarinya, menikmati setiap gigitan. Ia kemudian memotong sepotong besar pie susu yang menggiurkan, salah satu makanan