"Heii, semuanya..." Roger berteriak lantang, suaranya menggema di antara kerumunan. Senyum tipis mengembang di wajahnya, penuh kepuasan. Akhirnya, ia menemukan cara untuk mengalihkan ejekan yang sudah membebaninya sejak tadi."Apakah kalian masih ingat kawan kita ini?" lanjutnya, suaranya penuh semangat seperti seorang pembawa acara talk show yang terlalu percaya diri. "Aku perkenalkan kembali. Xander Sanjaya! Alumni SMA Taruna kita."Roger mundur selangkah, membuat gerakan dramatis seolah-olah sedang mempersilakan Xander maju ke panggung yang tak kasat mata, berharap semua mata tertuju padanya."Xander Sanjaya?" Seline, gadis yang selalu menjadi pusat perhatian, tiba-tiba menyela. Alisnya terangkat, wajahnya terlihat bingung. "Mengapa aku tidak ingat seseorang bernama seperti itu?"Seline adalah salah satu bintang kelompok ini, setidaknya menurut dirinya sendiri. Dengan penampilan menawan dan ambisi besar menjadi penyanyi profesional, ia selalu menganggap dirinya di atas yang lain.N
“Xander Sanjaya?” Roger Tambayong berteriak, suaranya naik satu oktaf, tak bisa menahan keterkejutan yang jelas terpancar dari wajahnya.Spontan, seluruh anggota reuni mengalihkan perhatian mereka ke mobil mewah yang baru saja tiba. Mata mereka terpaku pada sosok yang duduk di balik kemudi, dan ya, tak salah lagi—itu memang Xander Sanjaya.Keributan kecil pun tak bisa dihindari.Mereka mulai berbisik-bisik, memperdebatkan apakah benar itu Xander, atau hanya seseorang yang kebetulan mirip. Beberapa bahkan menyebarkan teori aneh bahwa Xander mungkin hanya meminjam mobil tersebut untuk sekadar pamer di depan mereka.“Tapi itu tidak masuk akal,” Jon, si pemain biola, menukas dengan nada tegas. “Di restoran berkelas seperti ini, tidak sembarang orang bisa begitu saja meminjam kunci mobil dan mengendarainya seenaknya, apalagi hanya untuk pamer. Tidak mungkin hal seperti itu bisa terjadi.”Argumen Jon langsung memadamkan spekulasi liar bahwa Xander hanya berpura-pura. Sosok di dalam mobil it
Di dalam kamar VIP Restoran Phoenix, meja besar sudah penuh dengan hidangan mewah yang menggugah selera.Aroma harum daging, ikan kukus, saus lezat, dan bumbu rempah memenuhi udara, membuat perut siapa pun yang hadir bergemuruh. Acara makan pun dimulai, namun suasana di dalam ruangan tak sepenuhnya tertuju pada makanan.Beberapa dari mereka tampak menyendok lauk dengan hati-hati, sementara tatapan sebagian besar tertuju pada satu orang—Xander Sanjaya.Seline, penyanyi yang selalu mencari kesempatan, tampak tak sabar. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu yang tersembunyi di balik senyum tipisnya. Ia meletakkan sumpitnya, menyeringai manis sambil mencoba mencari tahu rahasia di balik perubahan nasib Xander yang mendadak."Jadi, Xander..." suara Seline mulai merayu, “ceritakan pada kami, apa yang kamu kerjakan belakangan ini? Bisa membeli mobil tipe X itu bukan hal yang mudah. Pasti butuh modal yang besar, kan?”Seline mungkin tampak penasaran, tapi di dalam benaknya, ada rencana yang
Di tengah kemeriahan perjamuan reuni itu, Seline mulai merasa risih. Sejak awal, Xander yang awalnya terlihat seperti sosok yang bisa diandalkan, malah kini baginya seperti sosok yang "menjijikkan." Dalam pikirannya yang penuh perhitungan, Seline seketika menjadi berang."Untuk apa aku repot-repot mendekati Xander yang menghambur-hamburkan uang dua miliar hanya untuk sebuah mobil, lalu hidup melarat setelahnya?" pikirnya dengan cemberut.Perlahan, pandangannya beralih kepada Daniel, seorang pria dengan reputasi bisnis yang lebih stabil, lebih ‘menjanjikan’ dalam hal manfaat.Dia segera mengalihkan seluruh perhatiannya kepada Daniel, berharap bisa menarik simpatinya. Berbagai cara dia lakukan, mulai dari senyum manis hingga rayuan halus, semuanya demi memenangkan hati Daniel.Namun sayangnya, Daniel tampaknya sedang tidak dalam mood terbaiknya.Wajahnya tampak masam, terutama setelah melihat bagaimana Xander dengan mudah membeli mobil tipe X tanpa harus mengantri. Itu saja sudah cukup
Selama acara perjamuan berlangsung, wajah Daniel tetap penuh dengan kekesalan. Meski ruangan VIP itu dipenuhi obrolan ringan dan gelak tawa, Daniel tak mampu mengabaikan rasa jengkel yang menggumpal di hatinya.Pandangannya tak pernah lepas dari Xander, yang dengan tenang terus menuangkan anggur mahal Grand Cru Bordeaux ke gelasnya, seolah harga tak ada artinya.Ketika botol pertama habis dalam hitungan menit, senyum Xander justru semakin lebar.Dia mengangkat botol kedua, melambaikannya di udara sambil berkata dengan nada riang, "Ayo, kita buka lagi satu botol ini!"Roger, yang duduk di sebelah Daniel, sempat mengulurkan tangan seakan ingin menghentikan Xander.Namun terlambat—sebuah bunyi khas dari anggur berkualitas tinggi terdengar, "Plup!" Anggur tersebut terbuka, dan aroma wangi serta khas yang menggoda segera mengisi seluruh ruangan. Semua orang menoleh sejenak, tergoda oleh aroma yang menyeruak itu.Xander dengan santainya menuangkan anggur ke gelas khususnya, lalu menawarkan
Daniel, yang sejak awal ingin menonjol sebagai pewaris generasi kedua orang kaya, kini terasa tenggelam pamornya di hadapan Xander, seorang pria yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya.“Mulai dari mobil BYD tipe X terbaru, bukankah harus antri berbulan-bulan untuk mendapatkannya? Tapi Xander? Dia bisa membelinya tanpa perlu menunggu lama, apalagi melewati prosedur berbelit,” bisik Jonas, seorang pegawai kantoran yang merupakan salah satu dari teman mereka.Meskipun Jonas ini mencoba berbicara pelan, suaranya masih tertangkap jelas oleh telinga Daniel yang mulai merasa gusar.“Bukan cuma itu,” lanjut Andy, seorang pemain basket profesional,“Daniel bahkan tak mampu membayar dua botol anggur eksklusif tadi. Sedangkan Xander, meski katanya ditraktir bos, tapi ini menandakan satu hal... relasi dan kenalannya bukan kalangan sembarangan!”Rosa, yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba menambahkan dengan nada tajam, “Kalau begini, aku mulai ragu Daniel memang berasal dari generasi kedua ora
Karena negeri tempat Xander hidup berada di daerah tropis, udara pada bulan September masih terasa hangat menyengat. Kelembapan di pagi hari pun masih tinggi, membuat keringat mudah mengalir.Saat itulah Xander merasa perlu untuk merasakan suasana yang berbeda, jauh dari hiruk-pikuk rutinitas yang kian menyesakkan.“Liburan ke Shanghai tampak sebagai pilihan yang sempurna—menikmati keindahan musim gugur dengan daun-daun kuning dan merah yang berguguran, jauh dari panasnya kota!” pikir Xander senang dengan idenya.Di ruang kantornya yang luas dan rapi, Grace Song, karyawan pribadi yang setia Xander, menyadari rencana tersebut dengan pandangan sedikit khawatir di wajahnya.“Anda akan pergi sendirian, Tuan Xander?” tanya Grace sambil memandangnya dengan sorot mata cemas. “Bukankah ini pertama kalinya Anda ke luar negeri? Shanghai itu kota besar dan sangat ramai... Saya takut Anda nanti kesasar atau mengalami masalah di sana.”Grace menatapnya tajam, berharap bisa meyakinkan Xander untuk
Keluarga Setiawan tengah sibuk mendiskusikan hal yang sama sejak beberapa hari terakhir. Di ruang tamu, perbincangan terus berputar pada pertanyaan yang sama.“Seperti apa sosok Nyonya Ouyang itu? Apakah dia benar-benar kaya? Apakah dia bisa menyelamatkan Setiawan Group yang sudah di ambang kebangkrutan ini?”Setiap anggota keluarga memiliki versinya masing-masing. Ada yang membayangkan seorang perempuan tua dengan perhiasan emas menempel di sekujur tubuh. Ada pula yang berharap ia datang seperti dewa penolong yang membawa setumpuk uang tunai dalam koper.Suasana mulai memanas dengan spekulasi-spekulasi yang makin liar, sampai suara seorang perempuan tiba-tiba memecah keributan."Permisi, apakah Anda Harris Setiawan, pemimpin Setiawan Group cabang Negara Konoya?" Suara itu beraksen asing, namun masih bisa dimengerti.Keributan mendadak terhenti. Semua mata tertuju pada perempuan yang berdiri di depan mereka. Sosoknya mencuri perhatian seketika."Nyonya Ouyang?" desis Harris Setiawan.