Di dalam kamar VIP Restoran Phoenix, meja besar sudah penuh dengan hidangan mewah yang menggugah selera.Aroma harum daging, ikan kukus, saus lezat, dan bumbu rempah memenuhi udara, membuat perut siapa pun yang hadir bergemuruh. Acara makan pun dimulai, namun suasana di dalam ruangan tak sepenuhnya tertuju pada makanan.Beberapa dari mereka tampak menyendok lauk dengan hati-hati, sementara tatapan sebagian besar tertuju pada satu orang—Xander Sanjaya.Seline, penyanyi yang selalu mencari kesempatan, tampak tak sabar. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu yang tersembunyi di balik senyum tipisnya. Ia meletakkan sumpitnya, menyeringai manis sambil mencoba mencari tahu rahasia di balik perubahan nasib Xander yang mendadak."Jadi, Xander..." suara Seline mulai merayu, “ceritakan pada kami, apa yang kamu kerjakan belakangan ini? Bisa membeli mobil tipe X itu bukan hal yang mudah. Pasti butuh modal yang besar, kan?”Seline mungkin tampak penasaran, tapi di dalam benaknya, ada rencana yang
Di tengah kemeriahan perjamuan reuni itu, Seline mulai merasa risih. Sejak awal, Xander yang awalnya terlihat seperti sosok yang bisa diandalkan, malah kini baginya seperti sosok yang "menjijikkan." Dalam pikirannya yang penuh perhitungan, Seline seketika menjadi berang."Untuk apa aku repot-repot mendekati Xander yang menghambur-hamburkan uang dua miliar hanya untuk sebuah mobil, lalu hidup melarat setelahnya?" pikirnya dengan cemberut.Perlahan, pandangannya beralih kepada Daniel, seorang pria dengan reputasi bisnis yang lebih stabil, lebih ‘menjanjikan’ dalam hal manfaat.Dia segera mengalihkan seluruh perhatiannya kepada Daniel, berharap bisa menarik simpatinya. Berbagai cara dia lakukan, mulai dari senyum manis hingga rayuan halus, semuanya demi memenangkan hati Daniel.Namun sayangnya, Daniel tampaknya sedang tidak dalam mood terbaiknya.Wajahnya tampak masam, terutama setelah melihat bagaimana Xander dengan mudah membeli mobil tipe X tanpa harus mengantri. Itu saja sudah cukup
Selama acara perjamuan berlangsung, wajah Daniel tetap penuh dengan kekesalan. Meski ruangan VIP itu dipenuhi obrolan ringan dan gelak tawa, Daniel tak mampu mengabaikan rasa jengkel yang menggumpal di hatinya.Pandangannya tak pernah lepas dari Xander, yang dengan tenang terus menuangkan anggur mahal Grand Cru Bordeaux ke gelasnya, seolah harga tak ada artinya.Ketika botol pertama habis dalam hitungan menit, senyum Xander justru semakin lebar.Dia mengangkat botol kedua, melambaikannya di udara sambil berkata dengan nada riang, "Ayo, kita buka lagi satu botol ini!"Roger, yang duduk di sebelah Daniel, sempat mengulurkan tangan seakan ingin menghentikan Xander.Namun terlambat—sebuah bunyi khas dari anggur berkualitas tinggi terdengar, "Plup!" Anggur tersebut terbuka, dan aroma wangi serta khas yang menggoda segera mengisi seluruh ruangan. Semua orang menoleh sejenak, tergoda oleh aroma yang menyeruak itu.Xander dengan santainya menuangkan anggur ke gelas khususnya, lalu menawarkan
Daniel, yang sejak awal ingin menonjol sebagai pewaris generasi kedua orang kaya, kini terasa tenggelam pamornya di hadapan Xander, seorang pria yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya.“Mulai dari mobil BYD tipe X terbaru, bukankah harus antri berbulan-bulan untuk mendapatkannya? Tapi Xander? Dia bisa membelinya tanpa perlu menunggu lama, apalagi melewati prosedur berbelit,” bisik Jonas, seorang pegawai kantoran yang merupakan salah satu dari teman mereka.Meskipun Jonas ini mencoba berbicara pelan, suaranya masih tertangkap jelas oleh telinga Daniel yang mulai merasa gusar.“Bukan cuma itu,” lanjut Andy, seorang pemain basket profesional,“Daniel bahkan tak mampu membayar dua botol anggur eksklusif tadi. Sedangkan Xander, meski katanya ditraktir bos, tapi ini menandakan satu hal... relasi dan kenalannya bukan kalangan sembarangan!”Rosa, yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba menambahkan dengan nada tajam, “Kalau begini, aku mulai ragu Daniel memang berasal dari generasi kedua ora
Karena negeri tempat Xander hidup berada di daerah tropis, udara pada bulan September masih terasa hangat menyengat. Kelembapan di pagi hari pun masih tinggi, membuat keringat mudah mengalir.Saat itulah Xander merasa perlu untuk merasakan suasana yang berbeda, jauh dari hiruk-pikuk rutinitas yang kian menyesakkan.“Liburan ke Shanghai tampak sebagai pilihan yang sempurna—menikmati keindahan musim gugur dengan daun-daun kuning dan merah yang berguguran, jauh dari panasnya kota!” pikir Xander senang dengan idenya.Di ruang kantornya yang luas dan rapi, Grace Song, karyawan pribadi yang setia Xander, menyadari rencana tersebut dengan pandangan sedikit khawatir di wajahnya.“Anda akan pergi sendirian, Tuan Xander?” tanya Grace sambil memandangnya dengan sorot mata cemas. “Bukankah ini pertama kalinya Anda ke luar negeri? Shanghai itu kota besar dan sangat ramai... Saya takut Anda nanti kesasar atau mengalami masalah di sana.”Grace menatapnya tajam, berharap bisa meyakinkan Xander untuk
Keluarga Setiawan tengah sibuk mendiskusikan hal yang sama sejak beberapa hari terakhir. Di ruang tamu, perbincangan terus berputar pada pertanyaan yang sama.“Seperti apa sosok Nyonya Ouyang itu? Apakah dia benar-benar kaya? Apakah dia bisa menyelamatkan Setiawan Group yang sudah di ambang kebangkrutan ini?”Setiap anggota keluarga memiliki versinya masing-masing. Ada yang membayangkan seorang perempuan tua dengan perhiasan emas menempel di sekujur tubuh. Ada pula yang berharap ia datang seperti dewa penolong yang membawa setumpuk uang tunai dalam koper.Suasana mulai memanas dengan spekulasi-spekulasi yang makin liar, sampai suara seorang perempuan tiba-tiba memecah keributan."Permisi, apakah Anda Harris Setiawan, pemimpin Setiawan Group cabang Negara Konoya?" Suara itu beraksen asing, namun masih bisa dimengerti.Keributan mendadak terhenti. Semua mata tertuju pada perempuan yang berdiri di depan mereka. Sosoknya mencuri perhatian seketika."Nyonya Ouyang?" desis Harris Setiawan.
"Perkenalkan, namaku Alex Wu, pemilik Celestial Gallery. Anda bisa bertanya tentang kerajinan khas serta benda antik apa saja yang menarik minat Anda!”Saya akan dengan senang hati merekomendasikan sesuatu yang sesuai dengan impian Anda," ujar Alex Wu sambil mendekati Xander, menyapanya dengan senyum ramah yang tampak profesional.Xander diam sejenak, matanya mengitari ruangan yang dipenuhi barang-barang yang entah kenapa, terasa memberinya sensasi nostalgia yang samar.“Aneh... berada di dalam toko ini seperti dejavu,” pikirnya.Ia mulai melangkah perlahan, menyusuri lorong-lorong toko yang dipenuhi dengan benda seni dan kerajinan, sementara Alex Wu terus berbicara tanpa henti, menjelaskan dengan antusias tentang asal-usul setiap barang.Keramik-keramik kuno, patung-patung kecil didalam gallery itu, semuanya dijelaskan seakan-akan setiap benda memiliki jiwa tersendiri."Semua patung ini asli dari giok yang diambil dari tambang terbaik di negeri ini," tambah Alex dengan bangga, ketika
Tentu saja ada alasan kuat di balik kegigihan Xander untuk mendapatkan patung perempuan yang terpajang di Celestial Gallery. Bukan hanya sekadar barang antik, patung itu tampaknya menyimpan sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang hanya Xander mampu rasakan.Langit malam Shanghai mulai gelap, lampu-lampu gedung pencakar langit menyala, memantulkan cahayanya ke permukaan Sungai Huangpu yang berkelok. Xander berjalan menyusuri trotoar yang padat dengan lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan.Suara bising klakson mobil-mobil mewah yang melintasi jalanan sibuk, ditambah gemerlap lampu iklan neon dari toko-toko eksklusif di sepanjang jalan, menciptakan atmosfer yang menggambarkan betapa hidup dan sibuknya kota metropolitan ini, bahkan di malam hari.Sepanjang jalan menuju Bund Hotel, Xander ditemani hembusan angin musim gugur yang membawa aroma dedaunan kering dari pohon-pohon sycamore. Kontras dengan hiruk pikuk kota yang tidak pernah tidur, angin malam itu memberikan sekelebat rasa tenang d