PAPA ALARIC MOOD BANGET đđ€đ» beliau mainnya cantik banget ga sih, dia membalas sandiwara 24 tahun itu dengan sandiwara juga hahaha....
âTidurlah di kamar Lilia nanti malam, biar bagaimanapun dia adalah istrimu juga. Sama sepertiku, dia juga berhak mendapatkan nafkah batin darimu, William.â Suara manis yang terdengar menembus pintu kamar membuat Lilia menghentikan langkahnya. Ia berdiri di luar dengan kedua tangan yang mencengkeram erat keranjang berisi pakaian yang harusnya ia bawa masuk, sebelum ia menyadari bahwa tuan dan nonanya tengah berada di dalam sana. âTidak mau, Sayang,â jawab suara bariton seorang pria menyambut permintaan itu. âAku tidak bisa melakukan itu dengan wanita lain selain kamu.â âKamu tidak boleh begitu, William. Karena nanti setelah aku mati, kamu akan hidup dengan Lilia.â âTapi kamu tidak akan meninggalkan aku secepat itu, Ivana.â Lilia termangu dengan tubuh yang terasa kebas. Tuan dan nonanya itu sedang membicarakan dirinya, babysitter anak mereka, yang sekaligus telah menjadi istri kedua William. Hal itu mereka lakukan untuk memenuhi permintaan Ivana yang kondisinya memburuk akibat le
Lilia melihat pria itu sedikit berbalik untuk menutup pintu sehingga ruangan ini seolah menjebak mereka hanya berdua saja.Ia merasa tubuhnya nyeri mendengar yang baru saja dikatakan oleh William. âYang dilakukan oleh dua orang yang sudah menikahâ itu, Lilia tahu betul apa artinya.Hubungan suami istri, seperti yang tadi diminta oleh Ivana, bukan?Lilia ketakutan, pandangan William tajam mengintimidasinya. Sesuatu yang gelap tersembunyi di balik iris dan wajahnya yang rupawan.Dadanya bertalu ribut sehingga Lilia membawa langkahnya mundur untuk menghindarinya. Membawa dirinya sejauh mungkin dari William jika perlu.âApa sekarang kamu sedang menolakku?â tanya pria itu. Tak mendapati jawaban, William menekan saat mengucap, âJangan salah, aku datang ke sini karena istriku yang meminta,â katanya. âBukan karena keinginanku sendiri. Jadi lakukan ini sebagai cara kita memenuhi apa yang diinginkan oleh Ivana.âKalimatnya telah menegaskan dengan kuat bahwa tak ada wanita lain yang dicintai ole
Lilia tertegun cukup lama mendengar William.âNona Ivana ... meninggal?â batinnya, merasakan sensasi perih yang tiba-tiba menusuk ulu hatinya. Ia bangun dan mengangkat Keano ke gendongannya untuk mendekat ke arah kamar.Saat hampir melewati William yang baru saja mengakhiri panggilannyaâentah dengan siapa ituâLilia terkejut karena pria itu justru membentaknya.âApa kamu bodoh?!â hardiknya. âKenapa kamu malah membawa Keano untuk masuk?ââS-sayaââ Lilia mendekap Keano semakin erat saat anak itu sepertinya lebih terkejut mendengar suara ayahnya yang meninggi. âSaya hanya ingin Keano melihat saat-saat terakhir Nona Ivana, Tuan,â jawab Lilia akhirnya.Tapi William tak menerima alasan itu. Ia meraih lengan Lilia dan menariknya pergi menjauh dari pintu.âJangan sampai Keano melihat ini!â peringatnya sungguh-sungguh. âBawa dia pergi sampai aku memintamu membawanya pulang!ââKenapa Papa berteriak?!â tanya Keanoâyang barangkali menganggap seruan William ditujukan untuknya.Ia nyaris jatuh dari
Tudingannya menggebu-gebu.Lilia menatap ibu Ivana dengan mata yang basah, bibirnya berusaha mengeluarkan kata untuk menepis tuduhan itu, tapi suara lain lebih dulu menyahut, âApa yang terjadi?âWanita lain yang datang itu merupakan ibunya William, bimbang memandang Lilia dan besannya itu bergantian.âPerempuan ini yang baru saja membawa Keano, âkan?â tanggapnya. âAku baru saja melihat Keano di kamar dan dia mengatakan dia baru saja pergi dengan âMama Lilia.âââApa?!â Ibunya William terkejut, sepasang bola matanya melebar mendengar hal itu. âB-bagaimana bisa seorang babysitter dipanggil âMamaâ oleh cucuku?!âIa beralih pandang dari sang besan pada Lilia yang juga sama terkejutnya.Kalimat-kalimat pembelaan diri yang sempat tersusun di bibirnya seolah tertelan kembali ke tenggorokan.âApa itu benar, Lilia?â tanya beliau. âApa kamu meminta Keano untuk memanggilmu âMamaâ setelah kamu menyingkirkan Ivana?ââItu tidak benar, Nyonya!â tepis Lilia dengan suara yang gemetar. âSaya tidak membu
âT-terima kasih,â ucap Lilia sungkan. Ia menunduk menghindari tatapan itu, berpikir bahwa barangkali Nicholas tak nyaman melihatnya memiliki luka yang mencolok seperti ini.Pria itu mengangguk tak keberatan sebelum kembali memacu mobilnya menuju rumah sakit. Hampir tak ada percakapan yang terjadi.Lilia juga tak berani membuka suara mengingat dirinya yang memang tak setara dengan pria di balik kemudi itu.Status sosial mereka berbeda. Hanya kebetulan yang membuat mereka bertemu dan pria itu tak keberatan mengantarnya.Tak berapa lama kemudian mereka tiba di rumah sakit, meninggalkan mobil di parkiran, langkah mereka berhenti di depan ruang ICU.Jendela besar itu menunjukkan keberadaan ibunya yang belum bangun pasca operasi.âApa yang terjadi, Lilia?â tanya Nicholas yang berdiri di samping kanannya.âIbu saya jatuh di kamar mandi, Tuan,â jawabnya. âAda pendarahan di kepalanya. Setelah operasi itu berhasil, ternyata dokter menemukan sakit lain di tubuh Ibu yang membuat beliau masih belu
Lilia tahu William sedikit mabuk. Ia bisa menghidu bau alkohol yang menguar dari bibirnya saat mereka berdiri dalam jarak sedekat ini.Pria itu menunduk mensejajari pandangannya saat tawa lirihnya baru saja terdengar.âKamu tidak memiliki hak untuk memutuskan apakah kamu bisa pergi dari rumah ini atau bertahan, Lilia Zamora,â ucapnya tegas.Lilia tak sempat menjawab apa yang dikatakan oleh pria itu sebab William lebih dulu menariknya dan membuatnya terhempas di atas ranjang.âApa kamu mau pergi dari sini karena ingin hidup dengan Nicholas?â tanyanya. âApa yang kamu lakukan dengannya tadi? Kalian bersenang-senang di luar saat aku tidak di rumah?âPertanyaan datang bertubi-tubi seiring William yang naik ke atas tempat tidur. Pria itu menunduk di atas Lilia yang wajahnya seketika pias. Ia mencoba melepaskan diri, tetapi itu sia-sia sebab William telah membuatnya terkunci tak bisa bergerak.âT-tidak,â jawab Lilia dalam ketidakberdayaan. âSaya benar-benar hanya pergi ke rumah sakit untuk m
Kepala Lilia terasa pening saat ia menengadahkan wajah untuk menatap sejenak langit muram siang ini. Ia meriang sejak kemarin tetapi masih memaksakan diri untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Sudah sekitar lebih dari dua minggu pasca ia meninggalkan rumah William. Ia diterima menjadi seorang guru tambahan di sebuah taman kanak-kanak. Meski dulu ia menjadi pelayan di rumah keluarga Roseanneârumah keluarga Ivanaâtetapi ia diizinkan untuk tetap melanjutkan pendidikan. Berkat itu jugalah ia memiliki bekal untuk menata ulang hidupnya. Menapaki lantai pucat di sepanjang lorong yang mengantarnya tiba di depan sebuah jendela besar ruang ICU, sebuah rasa takut memburunya. âAda apa ini?â tanyanya dalam kebingungan. Ia melihat kepanikan yang terjadi di dalam sana, seorang dokter dan beberapa perawat yang mengerumuni ranjang tempat di mana seorang wanita terbaring tak berdaya. âIbu âŠ.â sebutnya lirih. âTidakââ Hatinya terasa hancur melihat ibunyaâAlyaâyang tubuhnya terguncang saat dokter
âApa?!â Lilia menatap Arya dengan sepasang matanya yang berair. âAyah mau menjadikan aku sebagai alat penebus utang?!â âDengan begitu kamu akan sedikit berguna, âkan?â balas Arya dengan tawa puas. Pria dengan tato di lehernya itu tampak memindai Lilia selama beberapa saat sebelum ia kembali memandang ayah angkatnya. âAkan aku bawa dulu dia, biar Madam yang menentukannya nanti. Ingat, urusan kita belum selesai!â âLepas!â teriak Lilia saat pria itu merenggut lengannya dengan kasar dan memaksanya bangkit dari posisinya. Lilia seperti tak diberi kesempatan untuk menolak. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, tenaganya seolah terkuras habis untuk bertahan dari serangan Arya beberapa saat yang lalu. Ia pontang-panting diseret keluar dari kamar, langkah kakinya terseok. Telapaknya terasa dingin menapaki lantai dengan tanpa alas. Air mata dan permohonannya diabaikan. Ia melihat sebuah mobil jeep warna hitam yang ada di halaman, yang entah akan membawanya ke mana setelah ini. âMasuk!â titah si
"Apa yang kamu lakukan ini, Gretha?!" ulang Tuan Alaric sekali lagi.Gretha menurunkannya tangannya dan memandang beliau seraya menjawab, "Aku direndahkan oleh pelayan rendahan itu, Pa!" tunjuknya pada seorang gadis berseragam yang berdiri tak jauh dari Gretha dan tengah menunduk dengan salah satu tangan yang berada di pipinya yang merah akibat mendapat tamparan keras darinya."Mungkin dia tidak bermaksud seperti itu ...." kata Tuan Alaric dengan mengusap bahu Gretha. "Berhati-hatilah dalam berucap, kamu sedang hamil. Anakmu yang ada di dalam kandungan sudah bisa mendengar apa yang kamu katakan. Sudah, jangan memukuli siapapun lagi ...."Gretha tampak menggertakkan rahang kecilnya. Pupilnya bergoyang tanda ia tak setuju saat Tuan Alaric melarangnya agar tak memukuli pelayan-pelayan di rumah mereka lagi.Napasnya terlihat naik turun menahan amarah sebelum akhirnya ia memberi anggukan samar.Tak mungkin baginya marah di depan Tuan Alaric, bukan?Ia harus senantiasa menjadi anak gadisny
Gretha memandang William yang malah seolah sedang meremehkannya. Ia yang semula terdiam mendadak kehilangan kendali dalam dirinya sebelum ia berseru dan memukul William dengan tas yang ia bawa.âWilliam!â serunya tak terkontrol.Tapi sebelum ada satu inchi bagian tubuh William yang terkena pukulan itu, Giff menahan tangan wanita itu di udara. Memintanya agar mundur.âTolong hentikan kegilaan Anda ini, Nona Gretha!â katanya dengan tegas.âKegilaan?!â ulang Gretha dengan suara yang masih sama berserunya. âApa maksudmu dengan mengatakan âkegilaanâ, Giff? Kamu menganggap aku gila?!âGretha menjerit kesetanan saat William yang berdiri di belakang Giff justru menunjukkan senyuman tipisnya seraya menggelengkan kepala.âWILLIAM!â seru Gretha sekali lagi saat Giff meraih kedua bahunya dan memintanya untuk segera pergi dari ruang VIP tersebut.Karena Gretha seperti tak bisa dikendalikan, Giff harus dibantu oleh dua orang security agar ia pergi dari sana.Giff kembali pada William yang duduk di
âTolong jaga bicara Anda, Nona Gretha!â sahut Giff lebih dulu. Tak habis pikir dengan kalimatnya yang menyakiti telinga. âApa Anda tidak bisa bicara yang baik? Ini bukan hutan yang tidak memiliki aturan. Di tempat ini bukan hanya ada Anda saja.ââJangan menyela dan jangan ikut campur, Giff!â balas Gretha tak mau kalah. âKenapa kamu selalu ikut campur danâââSayangnya saya memang dibayar mahal oleh Tuan William untuk ikut campur,â potong pemuda itu, alis lebatnya nyaris bersinggungan menghadapi Grethaâyang tiba-tiba muncul tanpa mereka tahu.Napas Gretha naik turun mendengar hal itu, sementara William yang duduk di sofa ruang tunggu VIP itu terlihat mendorong napasnya dengan kasar.Sepasang matanya yang tak menatap Gretha itu menyiratkan keengganan yang sangat kentara bahwa ia tak suka dengan pertemuan ini.Sebuah kebetulan yang tak diinginkan!William menggertakkan rahangnya, padahal ⊠suasana hatinya sangat baik sejak ia kembali dari tempat Lilia dan Keano. Tapi sepertinya hingga per
âP-pria s-siapa m-maksud kamu, Alaric?!â tanya Bertha dengan terbata-bata. Pupil matanya bergoyang gugup mendengar balasan yang tak ia antisipasi dari Alaric.Suaranya gemetar kala mengembalikan tanya dari pria itu.âAku tidak pernah menemui pria!â imbuhnya sebagai sanggahan. âApa yang kamu bicarakan sebenarnya?ââKamu tidak nyaman âkan dituduh?â Alaric memperdengarkan tawa lirihnya, selangkah maju dan suara benturan antara telapak slipper yang dikenakannya dengan lantai marmer tempat mereka berpijak membuat Bertha gemetar kala selangkah mundur ke belakang.âKarena kamu tahu rasanya dituduh itu tidak nyaman, jadi jaga bicaramu mulai sekarang, Bertha!ââAlaricâââKeluarlah!â potong Alaric kemudian mendorong napasnya yang seolah dibebani oleh banyak rasa sesak. âKeluarlah, tolong! Aku ingin sendiri.âNapas Bertha naik turun tak beraturan. Matanya berair menatap Alaric yang sepasang iris gelapnya menerpanya tanpa hati.Pengusiran yang dilakukannya itu seakan tak mempedulikan Bertha akan
Suara Bertha membumbung tinggi, seolah akan meruntuhkan langit-langit kamar.Tetapi seolah tak peduli dirinya yang menggebu-gebu, Alaric justru duduk dengan tenang dan mengulum senyumnya sekali lagi.âSemakin tua sepertinya aku mulai kehilangan hasrat,â jawab Alaric. âAnggap saja begitu, Bertha.ââKenapa bisa begitu? Kamu semakin menjadi-jadi sejak membongkar album lama milik Agatha. Apa dua puluh empat tahun berada di sisimu tidak berarti sama sekali?ââTentu saja berarti, Bertha,â jawab Alaric masih sama tenangnya. âJika tak berarti, kenapa selama dua puluh empat tahun ini aku bertahan dalam pernikahan kita?ââTapi tiga bulan ini aku hampir gila karena sikapmu, Alaric!â sanggahnya.âApa dua puluh empat tahun menjadi suamimu kamu pandang sebelah mata hanya karena tiga bulan ini kita tidak seperti dulu?â tanya Alaric. Pria itu menatap Bertha yang berdiri gusar di hadapannya. âBerhentilah memprotes! Kamu tetap hidup dengan nyaman sampai hari ini, âkan? Kamu bahkan jauh lebih lama menja
Lilia bisa melihat kedua telinga William yang memerah saat pria itu menundukkan kepalanya selama beberapa detik sebelum tersenyum saat menatap Lilia kembali. âKalau begitu aku akan melamar mu lagi, Lilia,â kata William yang membuat Lilia terkejut. âY-ya?!â âMelamarmu,â ulang William. âBukankah aku harus melamarmu sekali lagi? Tapi aku akan bilang dulu pada Papa Alaric untuk meminta restu pada beliau.â Lilia terdiam, dadanya berdebar-debar mendengar William bersungguh-sungguh untuk memperjelas hubungan mereka ke depannya. Pria itu bahkan mengatakan akan meminta izin pada ayahnya terlebih dahulu. Perutnya penuh dengan kupu-kupu, kata seolah habis di tenggorokannya. âKenapa?â tanya William karena Lilia terus terdiam tanpa memberinya tanggapan. âApakah kamu keberatan?â Lilia menggeleng, âTidak,â jawabnya. âSaya hanya sedang mengendalikan detak jantung saya saja.â âKenapa dengan jantungmu memangnya?â âBerdebar-debar,â jawabnya singkat kemudian kembali menunduk untuk mela
âApa sedalam itu lukanya?â gumam Lilia yang dapat didengar oleh Giff. Pemuda itu mengangguk menanggapinya, âAnda dan Tuan William sama-sama terluka, hanya caranya saja yang membedakan. Tuan William dengan kehilangan Anda dan Keano, sementara di sini Anda dengan kehilangan ingatan. Bukan hanya sama-sama terluka, Anda berdua juga sama-sama kehilangan.â Lilia menghela dalam napasnya, mau tak mau ia harus menyetujui Giff bahwa pemuda itu benar. Ia dan William sama-sama menanggung luka dan sama-sama kehilangan. âAku ingin mengingat semuanya kembali,â tanggapnya. âAku harap semua ingatanku kembali aku dapatkan, baik buruknya, sedih bahagianya.â âSaya yakin sebentar lagi Anda akan ingat semuanya, Nona Lilia âŠ.â Mereka menoleh ke belakang saat mendengar suara Keano yang memanggil Lilia. âMama âŠ.â Suaranya serak, matanya belum sepenuhnya terbuka tetapi sepertinya bocah kecil itu harus segera memastikan bahwa Lilia masih ada di rumah ini bersamanya sehingga ia bergegas ke luar. âSayang
Lilia merasa ⊠ada dendam tersendiri dari cara William bertutur saat ia menekankan pada Zavian bahwa ia bukanlah seorang mandor. Sepertinya sebutan itu membekas di hati William saat pemuda itu mengatakan, âAah ⊠jadi Anda mandorâ yang dikatakannya pada hari pertemuan pertama mereka di preschool. âMaaf,â jawab Zavian. âAku tidak tahu soal itu. Karena saat itu Pak William bilang Anda sedang meninjau proyek, jadi aku pikir Anda adalah mandor,â terangnya sebagai sebuah pembelaan. âMemangnya ada mandor proyek yang tampilannya sepertiku?â âMaaf saya benar-benar tidak tahu.â Lilia tersenyum mendengar perdebatan itu sebelum meminta mereka berhenti. âKarena semuanya sudah jelas sekarang, Anda berdua bisa meminum tehnya,â katanya mempersilakan. William dan Zavian sama-sama meraih cangkir teh dari atas meja, dua pria itu menyesapnya saat Lilia memperingatkan mereka bahwa tehnya kemungkinan masih sangat panas. âMasih panas, tolong ditiup dulu!â Lilia melihat William yang membeku begitu ju
Mata Giff terpejam tak berdaya mendengar hal itu. âDouble trouble,â pikirnya dalam hati. âMengatasi Papanya saja kesulitan setengah mati, ini ditambah dengan anaknya pula âŠ.â Lilia yang berada di belakang William dan Keano terkejut dengan kompaknya mereka bicara. Tapi lupakan itu, ia meminta ayah dan anak itu untuk menyisih agar ia bisa membawa masuk belanjaan. Tapi alih-alih didengar, mereka malah mematung di sana tak mengizinkan Lilia lewat. âAnda ada perlu apa ke sini?â tanya Giff yang lebih dulu menghampiri Zavian. âSaya hanya ingin bicara sedikit dengan Pak William dan Lilia,â jawabnya. Giff tampak menoleh pada William yang sepertinya enggan memberi tanggapan. Tapi, Alya yang berjalan melewati Giff meminta agar Zavian masuk. âMasuk dulu, Pak Zavian,â katanya mempersilakan. âMasalah orang dewasa, apalagi kesalahpahaman tidak bisa diselesaikan dengan berdiri. Harus duduk dan dibicarakan dengan kepala yang dingin.â Alya tampak mengamati mereka semua bergantian. Pandangannya