"Kamu ngapain disini?" Wajah Michael memerah seolah menandakan betapa kaget dan marahnya dia mendapati keberadaan Odelyn di kamarnya.Odelyn sebenarnya agak ciut ketika melihat wajah Michael yang seperti ini. Ekspresi wajah seperti itu baru pertama kalinya Odelyn lihat di wajah Michael sepanjang mereka kenal. Namun bukankah Odelyn harus memperjelas segalanya sebelum akhirnya ini semua akan jadi berantakan."Aku nanya lho, harusnya dibalas pakai jawaban bukannya malah pakai pertanyaan balik." Odelyn berusaha tegas namun tetap terlihat santai. Odelyn tidak ingin terlihat marah-marah kepada Michael karena memang dirinya sudah bertekad untuk menyelesaikan ini semua dengan kepala dingin."Odelyn, bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita gak perlu ikut campur urusan masing-masing? Jadi aku rasa foto ini gak perlu kamu tanyakan. Yang jelas adalah aku gak selingkuh kalau itu yang kamu pengen kamu tahu." Michael tidak kelihatan marah sama sekali hanya saja kelihatan jelas kalau dia berusah
Hubungan antara Michael dan Odelyn mulai mendingin. Masing-masing diantara mereka tidak ada yang mengajak bicara satu sama lain terlebih dahulu. Kalau orang-orang melihat mereka bisa-bisa dibanding pasangan suami istri mereka lebih terlihat seperti musuh dalam perang dingin.Odelyn yang baru saja menyiapkan sarapan langsung membawa makanannya itu ke ruang keluarga agar dia bisa makan sambil menonton televisi. Dipindah-pindah lah chanel televisi tersebut tapi tak kunjung ada yang sesuai selera dirinya."Jangan lupain makanannya. Cari tontonan boleh-boleh saja tapi makanannya jangan dianggurin." Tiba-tiba Michael pun membawa makanannya dan duduk di sebelah Odelyn. Walaupun duduk bersebelahan jarak diantara mereka cukup jauh.Odelyn tidak menjawab apapun tapi dia segera memakan makanannya. "Besok aku mau nginap di rumah Laura. Aku sudah izin sama orang tua ku dan ibu juga." Ibu disini merujuk pada ibunya Michael atau ibu mertuanya Odelyn.Michael yang sedang mengunyah makanannya langsung
"Hah? Dibunuh?" Seingat Odelyn, Mika tidak pernah memberitahunya informasi semacam ini. Yah itu kan karena mereka tidak sempat mengobrol lama ya? Atau mungkin saja Mika sama seperti yang lainnya dengan menganggap bahwa Edelyn mati bunuh diri."Iya. Sebenarnya sih ini cuma asumsi detektif swasta yang aku sewa ya. Soalnya waktu mereka menyelidiki hal ini tuh ada beberapa keganjilan yang menandakan kalau bunuh diri tuh bukan penyebab dari kematian anak itu." Laura mulai menjelaskan dari awal lagi."Eh, sebentar Laura. Ini Michael nelpon aku, aku angkat dulu ya." Walaupun hubungan Michael dan Odelyn sedang masuk fase perang dingin tentu tidak bijak rasanya jika Odelyn tidak mengangkat panggilan telpon dari suaminya. Apalagi Michael bukanlah orang yang akan menelpon untuk hal-hal remeh."Oke-oke. Kamu angkat aja dulu." Walaupun Laura sudah sangat tidak sabar ingin memberitahu semua hal ini, tapi tentunya dia harus sedikit bersabar kan.Akhirnya Odelyn menepi untuk menjauhi Laura dan mengan
Benar juga. Odelyn baru sadar akan hal itu. Kemana papa Michael? Lebih tepatnya dimana keberadaan papa mertuanya itu? Michael selalu mengatakan alasan yang sama. Dia bilang papanya bekerja di luar negeri dan sangat sibuk sehingga bahkan tidak bisa menghadiri pernikahan anaknya sendiri. Odelyn jadi teringat wajah ibu yang katanya menjemput papa di bandara. Bukankah seharusnya jika ingin menjemput orang terkasih maka wajah yang ditampilkan adalah wajah yang gembira. Yang tadi itu kenapa demikian? Kenapa wajah ibu malah terlihat seperti orang yang baru saja mendapatkan kabar buruk? "Odelyn, kamu lagi mikirin apa?" Michael menegur Odelyn yang hanya memegang ponselnya sambil melamun."Gak mikirin apa-apa. Kalau papa hari ini pulang berarti besok kita harus ke rumah ibu nggak sih? Aku juga pengen silaturahmi ke papa. Aku kan belum pernah ketemu papa." Odelyn ingin sekali melihat wajah ayah mertuanya itu. Dari awal berkenalan dengan Michael sampai hari ini pun Odelyn belum pernah melihat wa
Odelyn yakin pernah melihat wajah pria ini di berkas yang diberikan oleh Laura. Sayangnya Odelyn belum membaca dengan baik tentang siapakah pria ini dan apa perannya dalam kematian Edelyn."Halo, papa. Aku bisa panggil papa kan karena Michael dan ibu juga manggil papa?" Odelyn bersikap santai dan ceria. Benar, saat ini dirinya tidak boleh terlihat takut ataupun memandangi pria ini dengan pandangan menyelidik. Jangan sampai orang-orang ini tahu kalau Odelyn sedang menyelidiki Michael.Pria itu tersenyum misterius dan kemudian menoleh ke arah ibu serta Michael. "Loh, sejak kapan saya dipanggil papa?" Mendengar ucapan itu tentu saja dengan reflek Odelyn menoleh ke arah ibu dan Michael. Odelyn yakin sekali dia melihat raut wajah ibu dan Michael yang kaku dalam sesaat sebelum pada akhirnya Michael menjawab. "Pa, jangan bercanda yang aneh-aneh dong. Itu menantu kesayangan papa udah ketakutan." Wajah Michael terlihat santai seolah sudah biasa menghadapi candaan papanya yang cukup unik."Wad
Bangsat! Mimpi apa sih tadi itu?! Bisa-bisanya Odelyn memimpikan hal semacam itu disaat seperti ini."Ya ampun. Aku lagi hamil jadi gak boleh mengumpat walaupun dalam hati." Odelyn bergumam lirih dengan rasa bersalah yang amat kental. "Maafin mama ya." Odelyn mengusap perutnya karena merasa bersalah pada anaknya. Anak ini tidak salah apa-apa. Ini semua salah Odelyn dan Michael yang tidak bisa jadi orang tua yang baik. Astaga, bagaimana mungkin akan ada bayi di kondisi rumah yang tidak stabil semacam ini? Odelyn tidak bisa membayangkan situasi seperti itu."Odelyn, kamu udah bangun belum? Mama boleh masuk ke dalam kamar nggak?""Boleh, ma." Odelyn tidak boleh kelihatan kalut ataupun kesal. Orang habis tidur itu kan suasana hatinya harus bagus karena waktu istirahatnya sudah sangat cukup. "Kamu tuh kenapa wajahnya? kok kelihatan kalut gitu? Habis mimpi buruk?" Mama langsung buru-buru menghampiri Odelyn di kasur untuk melihat wajah Odelyn yang memang terlihat kurang baik."Iya, habis m
"Masalahnya apa sampai Odelyn minta cerai?" Michael masih terduduk lesu dengan penampilan yang super berantakan. Saat ini dia sedang berada di dalam satu ruangan bersama ibunya."Aku juga gak tahu, bu. Itu yang bikin aku tambah frustasi karena aku gak tahu apa yang bikin Odelyn minta cerai. Ini kali kedua dia minta cerai dan aku tahu kalau yang kali ini Odelyn benar-benar serius." Seandainya saja Michael tidak memikirkan rasa malunya tentu saja dia sudah menangis saat ini. Pernikahan ini adalah dunianya, tempatnya pulang ketika merasa lelah dengan urusan di luaran sana, tempatnya memadu kebahagiaan bersama istrinya. Pernikahan ini dengan kebahagiaan dan kesedihan yang ada di dalamnya merupakan kehidupan Michael."Nak, ibu gak tahu apa masalah kalian. Tapi ibu rasa akan sangat buruk kalau kamu bahkan gak tahu apa yang menyebabkan Odelyn gak mau mempertahankan pernikahan ini lagi." Ibu berkata dengan nada yang penuh perhatian dan welas asih. Harusnya hari ini dia sudah berada di Makass
Odelyn tidak mengira bahwa Michael akan berlutut di hadapannya seperti ini. Sejenak Odelyn merasa dia adalah orang yang istimewa. Tapi perasaan itu langsung hilang secepat kilat ketika mengingat ucapan Michael tadi. Orang ini rupanya orang yang manipulatif. Ya iyalah, pembunuh kan memang orang yang manipulatif biasanya."Michael, aku mohon kamu berhenti. Aku gak akan ikut-ikutan berlutut supaya posisi kita sama, aku lagi hamil jadi gak mungkin berlutut kayak kamu begitu." Apakah Michael berpikir bahwa Odelyn akan ikut-ikutan berlutut dan ini semua akan selesai begitu saja? Hah, tentu saja tidak. Odelyn akan tetap berdiri karena saat ini yang tersisa pada dirinya hanyalah harga diri semata.Ibu yang melihat semua itu justru keluar dari ruangan itu seolah ingin anak dan menantunya menyelesaikan sendiri masalah ini. Sebelum keluar ibu hanya berpesan. "Jangan sampai ada kekerasan fisik ya, kalau bisa ucapan kalian pun juga dijaga. Ingat, masih ada anak kalian." Setelah berpesan seperti it