Share

Wanita Mirip Istriku

Author: Yulistriani
last update Last Updated: 2024-02-14 14:25:19

"Astaghfirullah."

Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis.

"Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.

Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya.

"Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran.

"Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua.

"Oh, Sinta." Aku mengangguk.

"Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya.

"Iya, Bu."

Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berpacaran dulu, terlebih setelah menikah, semuanya terasa indah. Sayang, aku hanya merasakannya sebentar saja.

"Masuk, Gama!" ajak ibu mertua.

"Iya, Bu," anggukku.

"Meskipun Rengganis sudah nggak ada, anggap saja rumah sendiri, bagaimanapun kamu tetap menantu Ibu."

Aku tersenyum, sungguh terharu mendengar ucapan mertuaku yang memang sangat baik dan lembut. Meskipun dulu menolak hubunganku dengan Rengganis, tetapi dia kini menerimaku dan bersikap sangat baik. Entah, setelah ini apakah aku bisa mendapatkan mertua sepertinya lagi atau tidak.

Namun, sebelum itu aku pun tak tahu apakah ada seorang wanita yang bisa mengisi hatiku sebaik Rengganis. Sebab bagiku, dia tak akan terganti, dia terlalu indah dan terlalu istimewa.

"Bu, izin masuk kamar, ya," pintaku.

"Silakan, barang-barang Rengganis masih ada di sana, sengaja Ibu simpan untuk dikenang," ujarnya dengan mata berembun.

Aku yang merasa kasihan pun memeluknya, semoga saja dengan ini bisa sedikit mengobati perihnya kehilangan.

"Sabar ya, Bu, InsyaAllah Rengganis sudah bahagia, memang berat buat kita, tapi kita pasti bisa melewatinya," ucapku dengan mata berkaca-kaca.

Rasanya pedih sekali hati ini saat mengatakan kalimat yang jelas-jelas sangat menusuk sanubari. Hanya saja, di depan mertua aku harus berusaha kuat.

"Iya, Gama, ya sudah, kalau begitu Ibu siapkan makanan dulu, ya," ucapnya kemudian pergi setelah menyeka air mata.

Aku membuka pintu kamar, sebuah ruangan yang menjadi saksi bagaimana cinta kami berpadu. Melihat kamar itu, membuatku teringat lagi bagaimana senyum manis, canda tawa dan sikap manjanya padaku. Ah Rengganis, aku sangat rindu.

Dengan menahan perih di dada aku melangkah, menatap fotonya yang sangat cantik. Ya, dia memang cantik, banyak pria yang menginginkannya, tetapi aku yang beruntung memilikinya. Namun, alih-alih membahagiakan, aku justru meninggalkannya ke penjara. Akan tetapi, semua kulakukan demi kebaikannya.

Mataku menyisir kamar kecil bernuansa pink, di kasur itu bayangannya seakan-akan masih sangat jelas.

"Mas, tutup mata."

"Kenapa harus tutup mata?"

"Udah tutup mata aja!"

"Apa sih? Jangan bikin penasaran deh!"

"Tadaaaaaa!"

"Garis dua? Kamu hamil?"

"Huum."

Masih jelas ingatan itu, seakan-akan semuanya baru saja terjadi hari kemarin. Seketika aku tersenyum, tetapi sedetik kemudian merasa miris, kini semua tinggal kenangan, tak ada hal lain yang harus aku lakukan selain ikhlas.

Kini kakiku kembali melangkah, kemudian berhenti tepat di dekat lemari, baru saja aku hendak membuka laci, tiba-tiba saja terdengar suara ibu mertua memangil.

"Gama, ayo makan dulu!"

Akupun menoleh kemudian tersenyum, tak ingin membuatnya menunggu, lantas pergi bersamanya.

"Iya, Bu," kataku.

Di meja makan, ibu mertua sudah menyiapkan ayam goreng sambal serta lalapannya.

"Maaf Ibu nggak masak banyak, kalau tahu kamu keluar hari ini, pasti ibu masakin banyak," katanya.

"Nggak apa-apa, Bu, ini juga sudah menggugah selera," jawabku.

Tanpa ragu aku menikmati hidangan itu, dari dulu hingga kini masakan mertua tetap sama, hampir sama dengan masakan Rengganis. Di setiap gigitan, membuat otakku kembali mengingat masa indah saat makan dengannya.

Setelah mengobrol banyak hal, aku lantas berpamitan pada mertua. Berlama-lama di sana takut membuatku semakin terpuruk. Lagi pula, aku rindu rumah masa kecilku.

"Kamu beneran mau pulang ke rumah ibu kamu, nggak nginep di sini saja?"

"Nggak, Bu, terima kasih, kebetulan aku juga belum ziarah ke makam ibu."

Sebenarnya ingin rasanya menginap, akan tetapi aku juga rindu ibu, aku merasa bersalah karena belum mengunjungi peristirahatan terakhirnya sejak beliau pergi.

"Ya sudah, kalau begitu hati-hati. Oh, ya, ini ada sisa makanan tadi, bawa buat makan malam, ya."

Aku tersenyum menerima rantang berwarna pink dari ibu mertua. Dengan langkah berat aku meninggalkan tempat penuh kenangan dengan istri tercinta. Kini, semua sudah berubah, tak lagi sama, tetapi mau tak mau aku harus tetap melangkah.

***

Setelah bertanya pada tetangga, kini aku sudah berada di makam ibu. Meskipun aku tak ada, tetapi sangat terawat sebab paman rajin membersihkannya.

"Assalamu'alaikum, Bu," ucapku, tak kuasa menahan sesak melihat pusara wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan penuh cinta.

Dulu, setiap memiliki masalah aku selalu dipeluknya. Kini, di saat terpuruk aku hanya mampu memeluk nisan bertuliskan namanya.

"Ibu maafin aku, maaf atas semua salah, maaf karena semasa ibu hidup, aku belum bisa membahagiakan ibu."

Setelah puas mengeluarkan seluruh isi hati, aku lantas mendoakannya agar di sana ibu berada di tempat terbaik.

Perlahan mentari mulai meredup, aku lantas pulang, paman Abdullah memberikanku kunci rumah, dia juga rajin membersihkannya sehingga rumah itu tetap terawat.

"Terima kasih Paman karena telah merawat rumah dan makam ibu," kataku penuh haru.

"Iya Gama, sama-sama, semua kewajiban Paman karena ibu kamu adalah saudara perempuan Paman. Oh ya, sekali lagi Paman minta maaf karena tidak memberitahu kamu tentang Rengganis, Paman takut kamu semakin terpukul kalau tahu saat masih di penjara," ungkapnya dengan rasa bersalah.

Mataku seketika berkaca-kaca, jujur aku sangat kecewa pada keluarga yang menutupi kematian Rengganis, tetapi aku berusaha mengerti bahwa apa yang mereka lakukan demi menjaga kewarasan ku.

"Iya, ngga apa-apa, terima kasih, ya," jawabku berusaha tegar.

Setelah Paman pergi, kini aku tinggal sendiri di rumah. Di setiap sudut, aku hanya merasakan hampa, kosong, putus asa. Mudah memang mengatakan ikhlas, bangkit, akan tetapi semua sangat berat dijalani. Andai tak dosa, aku ingin sekali bunuh diri dan bertemu dengan mereka. Hidup ini sangat tertatih tanpa sebuah harapan.

***

Tiga minggu berlalu, hampir setiap hari paman dan bibi datang mengunjungi. Hidupku benar-benar hancur, tak tahu arah, rambutku berantakan karena jarang mandi, badanku juga kurus lantaran malas makan.

"Gama, maaf kalau ucapan paman membuatmu tidak nyaman. Akan tetapi, mau sampai kapan kamu seperti ini, Nak?"

Aku terdiam, benar kata paman. Sampai kapan aku terus menolak takdir. Aku ingin bangkit, tetapi rasanya sulit. Namun, sulit bukan berarti tak bisa, bukan? Bismillah, hari ini aku mulai meniti lagi hidup ini, berusaha memberi semangat pada diri sendiri agar tak lagi terpuruk dan meratapi diri.

Kuambil laptop di dalam kamar, mencoba mencari pekerjaan sebab tak mungkin aku terus menerus menjadi pengangguran.

Satu persatu surat lamaran ku masukkan ke perusahaan. Akan tetapi, meskipun aku seorang sarjana, mereka menolak sebab aku adalah mantan narapidana. Bersyukur, setelah berusaha, akhirnya aku diterima sebagai sopir dan besok mulai bekerja.

***

"Permisi, apa benar ini rumahnya Pak Dirgantara?" tanyaku saat berdiri di sebuah rumah mewah berlantai dua.

"Betul, Mas ganteng ini siapa, ya?" tanya seorang wanita yang kutebak adalah asisten.

"Saya Gama, sop__"

"Oh calon sopirnya Non Celine, ya?"

"I-iya." Aku hanya mengangguk ragu.

Sejurus kemudian suara pria berusia lima puluh tahun terdengar menyapa.

"Eh Gama, kamu sudah datang, ayo masuk!"

"Oh iya, Pak Dirgantara," jawabku disertai senyumam, aku tahu dirinya sebab kami melakukan interview secara daring.

Saat kaki melangkah, aku terkesima melihat rumah nan mewah. Di dalamnya sangat rapi, berbagai pernak-pernik mahal menghiasi rumahnya.

"Silakan duduk Mas Gama," ujar Pak Dirgantara yang sangat ramah, sepertinya pria itu adalah seorang bos.

"Terima kasih, Pak," jawabku sungkan.

"Jadi gini Mas Gama, sebetulnya saya membutuhkan sopir untuk putri saya yang bernama Celine, dia memang sudah lebih dari 19 tahun, tapi saya tidak mengizinkannya mengendarai mobil sendiri sebab beberapa tahun yang lalu dia pernah membuat masalah ketika berkendara, saya juga khawatir sebab dia sangat liar, jadi pekerjaan Mas Gama adalah menyopiri dan menjaganya__"

"Mas, aku pergi dulu ya."

Suara Pak Dirgantara seakan tak lagi terdengar saat tiba-tiba saja seorang wanita cantik menghampiri. Meskipun tak pernah bertemu, tetapi aku merasa dia sangat tidak asing. Pun wanita itu, sepersekian detik dia terdiam saat menatapku, seakan-akan dia sangat terkejut. Entah mengapa, sorot matanya sangat familier sekali bagiku.

"Matanya, bibirnya, kenapa mirip sekali dengan Rengganis," bisikku dalam hati.

Bersambung.

Related chapters

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

    Last Updated : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Anak Gadis Majikan

    Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan. "Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku. Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya. "Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada. Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana. "Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak. "Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak. "Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di j

    Last Updated : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

    Last Updated : 2024-02-25
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Ada Apa Dengan Celine?

    Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri. Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka. Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya. ***Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus. Tring. Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan.

    Last Updated : 2024-03-07
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

    Last Updated : 2024-03-20
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

    Last Updated : 2024-05-28
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

    Last Updated : 2024-02-14

Latest chapter

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Ada Apa Dengan Celine?

    Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri. Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka. Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya. ***Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus. Tring. Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan.

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Anak Gadis Majikan

    Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan. "Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku. Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya. "Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada. Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana. "Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak. "Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak. "Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di j

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Wanita Mirip Istriku

    "Astaghfirullah."Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis. "Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya. "Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua. "Oh, Sinta." Aku mengangguk. "Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya. "Iya, Bu."Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berp

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

DMCA.com Protection Status