Share

Ada Apa Dengan Celine?

Penulis: Yulistriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-07 10:16:28

Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri.

Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka.

Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya.

***

Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus.

Tring.

Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan. Namun, mendapatkan gaji tanpa memiliki keluarga membuat semuanya tidak istimewa, tak ada lagi wanita yang semringah dengan gajiku seperti Rengganis dulu. Ah, astaga, lagi-lagi aku selalu ingat dia, maafkan aku Tuhan, sungguh aku telah ikhlas, aku hanya sekedar rindu.

[Terima kasih, Pak]

Aku mengirim pesan pada Pak Dirgantara, tetapi tak ada balasan karena beliau adalah orang yang sangat sibuk.

"Hai, hello...."

Celine mengetuk pintu mobil, lantaran kepikiran Rengganis aku sampai tak memerhatikan kedatangannya.

"Iya Non, maaf."

Aku segera turun dan membuka pintu mobil untuknya. Kini, gadis itu mulai rajin ke kampus, tetapi jika sedang kumat kemalasannya, atau bahkan sedang ribut dengan Pak Dirgantara dia pun tak peduli dengan kewajibannya. Tak mengapa, bagiku ini sudah sebuah bentuk perubahan positif.

"Setelah sampai rumah lo jangan pulang dulu bisa nggak?" tanyanya saat aku baru saja menstarter mobil.

"Tumben, ada apa, Non?" tanyaku.

"Biasa, gue ada tugas, tapi nggak begitu faham, siapa tahu lo bisa bantu, nanti gue kasih tip deh," ujarnya.

"InsyaAllah kalau nggak terlalu sulit saya bisa bantu Non, tapi nggak perlu kasih tip, saya malah senang kalau bisa bantu Non Celine," kataku.

"Oke." Gadis itu menyenderkan punggung dengan senyuman dan sesekali memainkan ponselnya.

"Oh ya Non, gimana kuliah hari ini?" Aku berusaha memulai obrolan.

"Seru, di kelas teman-teman pada kocak," jawabnya dengan antusias dibarengi tawa kecil, mungkin dia ingat hal yang lucu.

"Iya Non, kadang setelah lulus justru hal-hal konyol di kelas yang buat kita kangen," sahutku lagi.

Di sepanjang perjalanan kami saling bercerita. Aku senang sebab Celine mau berbagi cerita meski aku hanya sekadar sopir. Namun, di tengah-tengah obrolan yang seru tiba-tiba saja ponselku berdenting oleh notifikasi pesan, di sana terpampang jelas wallpaper pernikahanku dengan Rengganis. Celine melihatnya sekilas kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain, tak lama kemudian ponsel kembali berdering, rupanya paman menelpon.

"Non, izin angkat sebentar boleh?" tanyaku.

"Silakan."

Aku lantas menepi, kemudian meraih ponsel.

"Assalamu'alaikum, Paman, ada apa?" tanyaku.

"Gama, paman sebelumya minta maaf, tapi paman bingung mau minta tolong sama siapa lagi," katanya, suara saudara ibuku itu terdengar parau.

"Kenapa memangnya?"

"Mmm ini, kamu sudah gajian belum, kalau sudah paman mau pinjam satu juta untuk bayar sekolah Rama," jawabnya dengan nada sungkan.

"Oh, kebetulan baru saja aku gajian, paman kirim saja no rekeningnya, nanti aku transfer ya."

"Alhamdulillah, terima kasih Gama, maaf ya paman merepotkan."

"Nggak apa-apa Paman, justru aku senang bisa membantu keluarga," jawabku tulus.

"Sekali lagi terima kasih ya, nanti kalau sudah ada uangnya akan segera paman ganti."

"Iya, nggak perlu buru-buru paman, kalau begitu sudah dulu ya, ini lagi antar pulang anak majikan, nggak enak."

"Oh iya, kalau begitu paman tutup, Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

"Maaf ya, Non," ujarku sungkan setelah panggilan terputus.

"Iya nggak apa-apa, santai aja lagi. Oh ya, memang lo nggak ada niatan buat nikah lagi, atau nggak cari cewek lain gitu?" tanya Celine tanpa basa-basi.

"Nikah lagi?" tanyaku heran.

Entah, padahal sebelumnya kami sedang membahas perihal kekonyolan dunia kampus, tetapi kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal itu? Lagi pula sebelumnya Celine selalu cuek terhadap urusan pribadi. Oh, aku ingat, jangan-jangan dia melihat wallpaper ponselku tadi, makanya dia bertanya.

"Iya, kayaknya lo cinta banget sama istri," tambahnya lagi.

"Iya Non, bagi saya dia itu perempuan istimewa, perempuan yang penuh perhatian, pengertian, pokoknya dia itu perempuan terbaik di hidupku setelah ibu," jawabku sembari membayangkan wajah Rengganis yang membuatku selalu tergila-gila.

Hatiku selalu hangat saat menyebut namanya, bagiku Rengganis adalah wanita terbaik yang tak mungkin ada gantinya di dunia ini.

"Oooooooh."

Celine hanya membulatkan mulutnya sambil menganggukkan kepala, kemudian kembali memainkan ponsel. Anehnya, setelah percakapan itu dia tak lagi bicara apapun sehingga suasana diantara kami terasa kaku.

"Alhamdulillah sudah sampai," ujarku setelah mobil memasuki gerbang rumah mewah Pak Dirgantara.

"Oh ya, gue tiba-tiba nggak enak badan, ngerjain tugasnya besok aja, kalau mau pulang lo pulang aja."

Celine turun dari mobil dengan wajah murung, aku tak mengerti kenapa dia tiba-tiba bisa sakit, padahal sebelumnya gadis itu nampak ceria, terlebih saat menceritakan kegiatannya di kampus. Namun, aku ingat, biasanya perempuan akan selalu moodswing saat datang bulan, mungkin saja, kan?

"Selamat sore Non Celine," sapa Kokom pada majikannya, tetapi gadis itu tak menghiraukan.

"Loh, Non Celine kenapa Mas Gama?" tanya Kokom padaku saat baru saja turun dari mobil.

"Nggak tahu, katanya nggak enak badan, padahal tadi baik-baik aja," jawabku.

"Oh, bisa gitu ya," gumamnya heran.

"Kamu dari mana, Kom?" tanyaku.

"Habis buang sampah. Oh ya, Mas Gama jangan dulu pulang, Kokom bikin camilan enak khusus buat Mas Gama."

"Iya kah? Tapi saya buru-buru Kom," jawabku.

"Cobain sedikit aja, yaa ... ya ... please ...." pintanya dengan mengedip-ngedipkan mata.

Merasa iba, aku pun mengiyakan dan melangkah ke dapur, lagipula rezeki tidak boleh ditolak bukan?

"Gimana Mas, enak nggak?" tanyanya saat aku menyuap brownies buatan Kokom.

"Enak, kamu hebat Kom," pujiku.

"Aaah si Mas bisa aja, kan Kokom jadi malu."

Kokom mencolek pipiku dengan genit kemudian menyenggolku dengan pinggulnya seperti biasanya. Sejujurnya terkadang risih, tetapi aku bersikap biasa saja karena memang seperti itulah Kokom. Meskipun demikian, dia sangat baik dan sudah mengabdi lama Pak Dirgantara.

Sibuk dengan kue yang dibuatkan Kokom, hampir saja lupa mengirim uang pada paman. Aku lantas merogoh ponsel di saku dan mentransfernya. Namun, seketika saja aku mendengar suara keributan di ruangan lain.

"Kom, itu Non Celine lagi marah-marah, kenapa?" tanyaku pada Kokom.

"Nggak tahu Mas, coba kita lihat," ajaknya.

Aku dan Kokom lantas pergi ke ruang tamu. Benar saja, di sana Celine sedang bertengkar hebat dengan Pak Dirgantara yang pulang dengan Bu Diana. Hanya saja kali ini mereka tidak berdua, melainkan bertiga dengan seorang anak laki-laki.

"Pa, memangnya dia nggak punya rumah, lagian papa kan belum nikah, ngapain sih bawa dia ke rumah kita terus? Papa lupa sama janji kita? " tanya Celine dengan nada tinggi.

"Sayang, kalau begitu aku pulang saja, ya," sanggah Bu Diana dengan wajah seakan-akan merasa bersalah.

"Nggak sayang, lagian aku ajak kamu ke sini demi Kevin," balas Pak Dirgantara sembari memegang erat tangan kekasihnya. "Celine, Tante Diana itu calon ibu kamu, dan Kevin ini calon adik kamu, bisa nggak sih kamu lebih menghargai mereka!" pinta pak Dirgantara dengan suara tegas.

"Kak Celine, aku nggak akan ganggu Kakak, kok," kata anak kecil yang lucu itu dengan nada polos

Melihat anak Bu Diana, hatiku tiba-tiba saja menghangat. Entah mengapa aku teringat Arka. Jika masih hidup, anakku tepat seusia Kevin.

Bersambung

Bab terkait

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-28
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Wanita Mirip Istriku

    "Astaghfirullah."Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis. "Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya. "Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua. "Oh, Sinta." Aku mengangguk. "Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya. "Iya, Bu."Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berp

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Anak Gadis Majikan

    Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan. "Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku. Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya. "Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada. Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana. "Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak. "Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak. "Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di j

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-25

Bab terbaru

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Ada Apa Dengan Celine?

    Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri. Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka. Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya. ***Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus. Tring. Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan.

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Anak Gadis Majikan

    Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan. "Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku. Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya. "Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada. Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana. "Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak. "Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak. "Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di j

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Wanita Mirip Istriku

    "Astaghfirullah."Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis. "Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya. "Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua. "Oh, Sinta." Aku mengangguk. "Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya. "Iya, Bu."Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berp

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

DMCA.com Protection Status