Share

Anak Gadis Majikan

Penulis: Yulistriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-14 14:27:20

Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan.

"Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku.

Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya.

"Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada.

Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana.

"Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak.

"Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak.

"Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di jalan macet," jelasku.

"Iya tidak apa-apa, masih ada waktu, terima kasih, ya," katanya seraya menepuk pundak.

Setelah semua urusan selesai, aku pun kembali ke kampus Celine untuk memastikan anak itu tidak bolos. Namun, di perjalanan menuju kampus aku melihat seorang wanita dan anak kecil berlari, tetapi aku merasa sangat tidak asing dengannya.

"Celine?" batinku seraya membulatkan mata.

Benar-benar anak itu, pasti dia sengaja berpura-pura masuk kelas padahal memerhatikanku, setelah tahu aku pergi dia lantas mencari kesempatan untuk bolos, dasar anak nakal!

"Non Celine, Non!"

Aku berteriak, tetapi dia tidak mendengar, gadis itu terus berlari seakan-akan dia tengah dikejar oleh seseorang. Rupanya benar saja, pria berbaju hitam tak lama melintas dengan tatapan yang fokus pada Celine.

"Astaga, anak itu dalam bahaya," gerutuku panik.

Beep ... beeep ....

Baru saja hendak lari, mobil di belakang terus membunyikan klakson, salahnya aku memang parkir sembarangan.

"Iya, sebentar!" kataku sembari melambaikan tangan.

Setelah parkir di tempat aman, aku berlari mengejar anak majikan, sialnya tak kutemukan lagi gadis itu di sana.

"Kamu cuma harus kuliah aja kenapa ribet banget, sih? Astagaaaaa!" gumamku.

Khawatir terjadi sesuatu padanya, aku pun terus mencari hingga kawasan padat penduduk, tetapi baik Celine maupun pria berjaket hitam itu tak lagi nampak di mata. Aku semakin gusar dibuatnya, takut terjadi sesuatu padanya.

Benar saja, mataku kini menangkap sosok Celine tengah berseteru dengan seorang pria berwajah garang, aku tak tahu apa yang terjadi, tetapi sepertinya dia tengah melindungi anak kecil yang bersamanya.

"Hey, lepaskan dia!" teriakku pada pria berbaju hitam, geram rasanya melihat laki-laki yang berbuat semena-mena pada wanita.

Sontak tiga orang itu menoleh ke arahku, Celine mengernyitkan dahi begitu melihatku mendekatinya.

"Siapa kamu?" tanya pria itu dengan wajah sombongnya.

"Kamu siapa berani mencengkram tangan dia seperti itu?" tanyaku dengan melirik tangan Celine yang dicengkram dengan kuat.

Mendengar perkataanku, pria itu lantas melepaskan tangan Celine dan berjalan ke arahku, seakan-akan dia tengah menantang.

"Urusan saya hanya dengan anak itu, tapi kalian berdua melibatkan diri dengan urusanku!"

Pria itu mengecam kemudian melayangkan pukulan tepat ke arah wajah, beruntung aku bisa menghalau dengan cara menghindar. Namun, aksiku justru membuatnya semakin marah hingga mengeluarkan kekuatannya untuk menumbangkan ku. Beruntung, sejak masih SMA aku sudah berlatih bela diri, sehingga aku bisa mengimbanginya dan pria itu terkalahkan.

"Celine, ke mana lagi anak itu?"

Saat pria itu baru saja pergi karena babak belur, aku sadar jika Celine dan anak itu sudah tak ada. Entah bagaimana jalan pikirannya, sudah ditolong malah pergi begitu saja alih-alih berterima kasih.

"Non Celine!"

Aku berteriak sembari menyusuri jalan setapak, tetapi tak kutemukan lagi anak nakal itu.

"Hee ... heee ... Kak Celine hebat, Om tadi juga hebat!"

Samar-samar kudengar suara anak kecil dan seorang wanita dewasa tertawa, setelah dipastikan rupanya itu adalah Celine dengan anak tadi. Mereka dengan tanpa berdosanya menikmati es krim sembari berjalan.

"Sial, masih bisanya mereka tertawa, padahal aku capek cari-cari dia." Aku menggerutu seraya menghampirinya.

"Non Celine!" panggilku.

Mata gadis itu menatap tajam, aku memang hanya seorang sopir, pantas jika dia tak gentar dan bahkan melihatku dengan pandangan merendahkan.

"Apaan?"

Sambil menjilati kembali es krim di tangan dia bertanya, seolah-olah tak pernah terjadi apapun sebelumnya, padahal pipiku memar lantaran kena tonjokan. Sementara anak kecil yang bersamanya hanya diam dengan pandangan polos.

"Pak Dirgantara menyuruh Non Celine untuk belajar, kenapa Non Celine justru berkeliaran di jalan saat jam kuliah?" tanyaku menahan geram, bagiku anak ini tak tahu rasa bersyukur.

Bukannya merenung atas kesalahan, Celine justru tersenyum sinis. Bahkan dengan santainya menjilat es krim kembali.

"Lo cuma sopir, ntar waktunya balik gue ke kampus kok, lo jemput gue di sana aja, ya!" pintanya enteng kemudian beranjak.

"Tapi Non Celine!" Aku menyanggah.

"Sudahlah, yuk, Dek!"

Gadis itu berlalu begitu saja sambil mengayunkan tangan anak kecil yang bersamanya. Sejenak aku tertegun melihat keakraban mereka.

Tak ingin lepas pengawasan, aku pun diam-diam mengikuti langkah mereka. Rupanya Celine menghampiri beberapa anak kurang mampu di sebuah tempat terbuka, di sana ada papan tulis dan beberapa lemari berisi buku. Tempatnya sangat memprihatinkan jika disebut sebagai sekolah.

"Selamat pagi Kak Celine," sapa beberapa anak yang sudah menunggu, mereka nampak sangat ceria dan senang melihat gadis sombong itu.

"Pagi juga adik-adik manis," jawab Celine, gadis itu pun tersenyum lebar, sesekali mencubit gemas pipi beberapa anak. Sungguh, sebuah sikap yang sangat berbeda dengan yang dia tunjukan padaku dan temannya.

"Sekarang kita belajar IPA, ya," kata Celine, gadis itu berdiri di depan anak-anak seakan dia adalah guru.

"Iya Kakak cantik," celetuk seorang anak laki-laki, sementara Celine hanya membalasnya dengan senyuman.

"Ada yang tahu apa yang membuat tumbuhan berwarna hijau?" tanya Celine pada anak-anak itu.

"Saya Kak!" Salah seorang anak mengacungkan tangan.

"Iya, Mila?"

"Karena mengandung klorofil," jawab anak itu singkat.

"Pintar!" puji Celine dengan senyuman.

Tanpa disadari, aku yang sedari tadi memerhatikan pun ikut tersenyum melihat bibir nan indah itu melengkung.

"Ngga nyangka, ternyata anak manja itu punya jiwa sosial tinggi juga," bisikku dengan penuh kekaguman.

"Kak lagi apa? Ciyeeee perhatiin Kak Celine!"

Aku terkejut saat seorang anak laki-laki tiba-tiba mendorongku sambil berlari, sontak saja Celine dan semua anak yang sedang belajar di sekolah darurat itu menoleh ke arahku.

Tatapan Celine sangat berbeda kala mata kami bertemu, senyum manisnya seakan-akan sangat mahal untukku.

"Kak Celine, itu siapa?" tanya seorang anak perempuan berambut sebahu.

"Oh, Kakak juga nggak tahu, mungkin itu orang gila," jawabnya enteng.

Kekaguman yang sebelumnya tertanam, sontak hilang begitu saja. Terlanjur ketahuan, aku pun melangkah dan mendekati mereka, lagi pula berkegiatan sosial seperti ini adalah aktifitasku sewaktu masih mahasiswa dulu.

"Halo anak-anak, perkenalkan nama saya Gama, kalian bisa panggil Kak Gama," ucapku memperkenalkan diri.

"Selamat siang Kak Gama," sapa anak-anak serentak.

Wajah kecil nan manis itu tersenyum ramah padaku, hanya Celine saja yang sesekali melirik sinis, tetapi aku tak peduli, melihat aktifitasnya sungguh membuatku teringat akan masa muda.

"Ayo anak-anak kita lanjut lagi belajarnya," ajak Celine.

Sementara gadis itu mengajar, aku berusaha mendekatkan diri dengan anak-anak, sesekali melihat cara mereka menulis, membaca dan menghafal. Sungguh, anak-anak itu sangat cerdas, hanya saja faktor ekonomi menghalanginya untuk mengenyam pendidikan dengan layak.

***

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Celine saat kami di perjalanan pulang.

"Nggak, cuma nggak nyangka aja orang sejudes non Celine ternyata punya jiwa sosial tinggi juga," jawabku apa adanya.

"Makanya jangan suka sembarang nilai orang, bisa jadi orang yang lo anggap buruk ternyata baik. Sebaliknya, orang yang lo anggap malaikat ternyata iblis nyamar," balas Celine.

Aku hanya menganggukkan kepala mendengarnya. Benar kata gadis itu, aku tidak boleh menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Bahkan, di dunia yang kejam ini, orang terdekat bisa saja menjadi orang yang paling berbahaya.

Bersambung.

Bab terkait

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-25
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Ada Apa Dengan Celine?

    Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri. Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka. Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya. ***Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus. Tring. Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-07
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-28
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Wanita Mirip Istriku

    "Astaghfirullah."Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis. "Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya. "Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua. "Oh, Sinta." Aku mengangguk. "Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya. "Iya, Bu."Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berp

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14

Bab terbaru

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   POV Celine

    Part 8 Pov Celine"Lo kapan balik?""Kenapa, lo kangen?""Enggak juga sih, nggak ada sesuatu hal yang bisa dikangenin dari lo." "Asyem."Aku tertawa saat melakukan video call dengan Farel. Ya, dia adalah teman kecil yang dulu pernah tinggal bersama. Pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Padahal, papa bisa saja membantu biaya pendidikannya, akan tetapi dia menolak lantaran tak ingin merepotkan. "Celine, gimana kabar Pak Dirgantara?" tanyanya kemudian. Mataku mencelos malas. "Ya gitu aja, makin bucin sama Medusa itu," jawabku kesal. "Hahaha, Medusa, sialan lo!""Iya, apa bedanya dia sama Medusa si monster ular, sumpah makin hari gue makin gedek lihatnya," keluhku. "Jangan gitu Lin, menurut gue Tante Diana baik kok, apalagi anaknya itu lucu bang__"Farel tak melanjutkan pernyataannya sebab melihat mataku yang melotot. "Udah ah, males gue ngomong sama lo, malahan belain dia," gerutuku. "Hee, sory ... sory. Omong-omong bo

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Kejanggalan

    "Sudah Kom, lebih baik kita pergi," ajakku. "Iya Mas," angguk Kokom. "Oh ya, kalau begitu saya pulang duluan ya, terima kasih browniesnya.""Sama-sama, Mas."Di tengah perseteruan majikan aku pun pulang, tak juga izin sebab suasana sedang panas. "Pulang Mas," sapa Pak Eko yang merupakan satpam di tempat Pak Dirgantara. "Iya Pak, yuk duluan," jawabku. Setelah keluar dari gerbang, aku pun menaiki angkot yang melintas. Namun, saat di tengah perjalanan aku baru sadar kalau ponsel tak ada di saku. "Astaga, hapeku ke mana ya?" Aku berbisik seraya berpikir. Aku ingat, saat makan kue yang dibuatkan Kokom tadi aku mentransfer uang, setelah itu langsung pergi begitu mendengar keributan. Ah, ya ampun Gama, kenapa kamu teledor banget, sih? "Pak, kiri!" Aku menyetop angkot, padahal lima menit lagi sampai di pemakaman Rengganis. Ya, aku senang Celine membatalkan agar aku membantu menyelesaikan tugas, sebab sebenarnya hari ini adalah ulang tahun istriku. Jadi, aku tak perlu menunda berziara

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Ada Apa Dengan Celine?

    Waktu terus melangkah maju. Sejak hari itu aku sering ikut Celine mengajar anak-anak kurang mampu. Bersama mereka perlahan aku bisa melupakan kesedihan karena kepergian anak dan istri. Kini, aktifitas pagi selalu disibukkan dengan mengantar Celine, terkadang juga mengantar Pak Dirgantara untuk segala macam urusan kantornya. Di sela-sela itu aku selalu menyempatkan diri berziarah ke makam ibu, Rengganis dan Arka. Sering bersama membuatku semakin dekat dengan Celine. Meski hanya sebagai sopir dan majikan, tetapi komunikasi kami sangat baik, gadis itu juga sudah tak sering menghina dan lebih memanusiakanku. Bahkan, dia sering meminta bantuanku untuk urusan kuliahnya. ***Tiga bulan berlalu, hari ini aku tengah menunggu Celine pulang dari kampus. Tring. Sebuah notifikasi transfer masuk ke akun mobile banking, aku tersenyum penuh syukur melihat nominal yang tertera. Meski tidak sebesar gajiku dulu sewaktu masih kerja di kantor, tetapi aku senang sebab masih bisa mendapatkan pekerjaan.

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Celine Si Bunglon

    Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik. "Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah. "Ada masalah, Non?" tanyaku heran. "Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya. Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya. "Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku. "Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar. Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan."Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Anak Gadis Majikan

    Lift terus merangkak naik, hingga di lantai tujuh tiba-tiba saja alat pengangkut itu berhenti, lampu seketika padam membuat Bu Diana ketakutan. "Aaaaaa," teriaknya sambil memelukku. Meskipun sangat gelap dan aku tak bisa melihat wajahnya, tetapi aku yakin dia benar-benar ketakutan, hal itu sangat jelas dari cengkraman tangannya. "Tidak apa-apa, Bu," kataku berusaha melepaskan tangannya di dada. Bukan karena tak ingin melindungi, tetapi aku rasa bersentuhan dengannya sangat tidak pantas, sebagai lelaki normal aku 'pun tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, terlebih dia adalah calon istri bos ku. Beruntung, lift hanya mati beberapa detik saja dan kembali normal, sehingga kami tidak perlu tertahan lama di sana. "Terima kasih, Gama," katanya setelah keluar dari lift, wanita itu pun berlalu sembari memberi tahu karyawan lain bahwa lift itu tengah rusak. "Gama!" seruan Pak Dirgantara membuatku tersentak. "Eh iya, Pak, ini berkasnya, maaf tadi agak lama karena kebetulan di j

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Senyuman Bu Diana

    "Mas Gama!"Aku tersentak setelah Pak Dirgantara sedikit meninggikan suara sembari menatap wajahku. Pun wanita itu, dia tak bersikap seperti tadi. Sebaliknya, dia justru tersenyum manis dan bergelayut manja pada bahu pria di hadapan. "Sayang, aku pergi dulu, ya," katanya dengan senyum manis.Sebuah senyuman yang mengingatkanku pada almarhumah Rengganis. Entah, aku pun tak mengerti kenapa. Padahal, wajah mereka sangat berbeda, akan tetapi sekilas terlihat sangat mirip. Namun, aku segera menepis pikiran itu, mungkin saja semua hanya ilusi karena aku sangat merindukannya. "Iya, kamu duluan ya, nanti aku nyusul," jawab Pak Dirgantara dengan mata berbinar. "Sampai ketemu di kantor sayang," katanya, wanita yang mengenakan blazer dan rok span pendek itu pun mencium pipi Pak dirgantara. Oh Tuhan, maafkan aku yang selalu merasa Rengganis masih di sini. Bukan, sama sekali bukan tak menerima takdir, tetapi aku hanya tak menyangka kini telah menjadi seorang duda. "Maaf, tadi itu calon istri

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Wanita Mirip Istriku

    "Astaghfirullah."Aku menggelengkan kepala seraya mengusap wajah, sesekali memukulnya sembari mengedipkan mata. Pasti ini hanya ilusi karena aku terlalu merindukan Rengganis. "Maafkan aku sayang, aku ikhlas dan aku ridha, semoga kamu dan anak kita saat ini sedang bermain di taman surga," bisikku seraya menoleh pada jejeran makam.Merasa rindu, aku pun kembali ke rumah ibu mertua. Sesampainya di sana, dia nampak terburu-buru, sebuah mobil pun sepertinya baru saja melaju dari arah rumahnya. "Itu siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Oh, i-itu, itu Sinta, temannya Rengganis," jawabnya sedikit gugup, aku tak mengerti apa yang membuatnya seperti itu. Namun, aku tak mau banyak berpikir, kehilangan anak satu-satunya pasti sangat berat untuk mertua. "Oh, Sinta." Aku mengangguk. "Kamu sudah selesai, yuk masuk dulu Gama," ajaknya. "Iya, Bu."Saat kaki menginjak lantai rumah mertua, hatiku kembali teremas nyeri. Di setiap sudut banyak sekali kenangan indah bersama Rengganis, saat kami masih berp

  • Rahasia Dibalik Perginya Istriku   Misteri Kematian Istriku

    "Mas, gimana keadaan kamu?" tanya Rengganis.Istriku yang tengah berbadan dua nampak sendu. Di balik wajah itu, aku yakin dia tengah menyimpan kesedihan yang mendalam."Aku baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?" "Aku baik, Mas, anak kita juga sekarang tumbuh semakin sehat," katanya. Aku tersenyum penuh syukur, meskipun saat ini tengah berada di penjara lantaran menjalani hukuman, tetapi aku bahagia melihat istri dan calon anakku sehat. "Maafkan aku ya, Nis, nggak bisa jadi suami yang baik, nggak bisa selalu ada untuk kamu dan anak kita."Aku merasa bersalah. Dipegangnya erat tangan belahan jiwa yang kini mulai terasa kasar. Setelah kepergianku, sepertinya dia sangat kelelahan dan harus bekerja keras. Setetes bulir bening hendak jatuh dari pelupuk mata, tetapi aku tahan semuanya di hadapan Rengganis. Sudah hampir empat bulan aku terkurung di jeruji besi. Selama itu pula aku meninggalkan istri dan calon anakku yang saat ini lima bulan di kandungan. "Nggak apa-apa, Mas, aku yang mint

DMCA.com Protection Status