“Selamat pagi, Bu Ivana.” Sekretarisnya menyapa saat Ivana memasuki ruangannya. “Pagi, apa jadwalku hari ini?” tanya Ivana. Sekretarisnya memberikan tablet di tangannya dan Ivana memeriksanya. “Jadi, hari ini ada pertemuan dengan Tuan Arnold, ya,” gumam Ivana. “Benar, Bu.” “Baiklah. Kamu boleh keluar, dan tolong minta Joy membuatkan Jasmine Tea untukku,” ucap Ivana. “Baik, Bu.” Setelah kepergian sekretarisnya, Ivana hanya bisa mengusap wajahnya cukup gusar. Dia merasa kepalanya berat dan pusing, entah kurang tidur atau memang akhir-akhir ini dia terlalu banyak pikiran, hingga membuat tubuhnya terasa lemah dan kepala yang sangat pusing. Ketukan di pintu menyadarkan lamunannya. “Masuklah,” ucap Ivana. “Bu, ini jasmine tea – nya,” ucap office boy dengan membawa nampan berisi satu gelas teh. “letakkan di atas meja saja, terima kasih,” ucapnya. Setelah menyimpan gelas itu
Ivana keluar dari restoran dan masih diikuti oleh Arsen. Langkah wanita itu terhenti saat melihat sosok Alex berdiri di luar restoran, begitu juga dengan langkah Arsen. Tatapan Ivana yang memerah karena air matanya bertemu dengan sorot mata tajam milik Alex di sana. “Alex?” gumam Ivana mengepalkan kedua tangannya yang ada di samping tubuhnya. Jantungnya berdebar sangat cepat saat mengetahui fakta itu, mungkin ini juga alasan kenapa dia selalu merasa tidak nyaman berada di samping Alex dengan penuh rasa khawatir juga rasa takut. Alex berjalan mendekati Ivana dan melihat ke arah Arsen dengan tatapan tajam. “Sudah aku katakan, berhubungan lagi dengannya hanya membuatmu terluka, Ana.” Alex berkata demikian dengan melirik ke arah Arsen dengan tatapan permusuhan. “Kita pulang saja,” ajak Alex yang dijawab dengan anggukan kepala.Alex merangkul pundak Ivana dengan lembut, seolah ingin memberi kekuatan dan perlindungan saat mereka be
“Duduklah, aku perlu bicara,” ucap Alex menarik lengan Ivana dengan kencang dan menyuruhnya duduk di sofa. Ivana hanya duduk dengan tatapan kosong tak bergairah. Dia merasa gagal dan merasa percuma kembali ke masa lalu, karena tidak ada yang bisa dia ubah. Ayahnya tetap dicelakai dan entah bagaimana sekarang keadaannya. Apa benar, meninggal dunia atau terluka parah. “Ivana, aku tidak akan menyerahkan posisi CEO pada orang lain. Kamu bisa tetap menjadi CEO di perusahaan clover dan bekerja seperti biasanya tanpa ada yang mengusikmu,” ujar Alex. “Tetapi, ada syaratnya, Ivana.” Ivana menatap tajam pada Alex dengan tatapan penuh kebencian dan rasa kesal. “Baru seperti ini, kamu sudah langsung menatapku dengan tatapan penuh kebencian,” kekeh Alex merasa tersinggung sekaligus kesal. “Apa aku memang seremeh itu di matamu?” tanya Alex. “Katakan saja langsung apa yang ingin kamu katakan, Alex!” ucap Ivana penuh penekanan. “Menikahlah d
“Alex, kamu mau pergi ke mana?” tanya Freddy. “Aku akan ke kediaman Clover. Aku yakin, Ivana sedang mencari Ayahnya ke sana,” ujar Alex. “Aku akan ke tempat di mana Joseph berada. Siapa tau itu bisa menjadi ancaman untuk Ivana,” ujar Freddy. “Ya, lakukan itu.” Alex pergi bersama anak buahnya dan Freddy pun bergegas pergi dengan mobilnya meninggalkan kediaman Alex. Di sisi lain, Ivana berada di dalam taksi dengan perasaan sangat gelisah dan khawatir. Wajahnya pucat dan kotor, tubuhnya menggigil karena kedinginan. Kedua tangan dan kakinya memerah karena dingin yang sangat menusuknya. Tetapi semua itu bukan hal besar, disbanding hatinya yang sangat sakit, dia merasa sangat ditusuk dari belakang oleh orang yang dia percaya, dan tidak tau kondisi Ayahnya saat ini. “Sudah sampai, Nona!” ujar sopir taksi saat mobil berhenti di villa milik Arsen. “Pak, bisa tolong tunggu sebentar. Saya akan mengambil uangnya,” uja
“Bagaimana kamu tau? Lalu, bagaimana dengan Ayah?” tanya Ivana yang masih menatap Arsen dengan tatapan terkejut. “Kemarin saat kamu pergi bersama Alex, aku mendapatkan panggilan masuk dari Ayahmu yang meminta tolong. Aku tidak bisa mengikutimu karena berusaha menolong Ayahmu yang saat itu terbaring di pinggir jalan dengan dadanya terkena luka tembak.” Ivana menangis di sana mendengar penuturan Arsen. “Lalu, bagaimana keadaan Ayah? Dia baik-baik saja?” tanya Ivana menangis di sana. “Untungnya masih bisa diselamatkan, sekarang dalam penanganan intensif di rumah sakit,” jawab Arsen. “Aku harus mencari Ayah, aku harus melihat Ayah!” Ivana bergegas turun tetapi Arsen menahannya. “Tidak, Ivana. Kamu tidak bisa pergi ke manapun,” ucap Arsen. “Kenapa?” tanya Ivana mengernyitkan dahinya bingung. “Kondisimu tidak memungkinkan. Kamu butuh istirahat total,” jawab Arsen. “Aku sudah mendengar sedikit dari Ayahmu. Kalau
“Sialan! Di mana dia bersembunyi?” amuk Alex melemparkan semua barang yang ada di dekatnya. Di sana ada Freddy dan Jeremi, juga beberapa anak buah Alex. “Kalian semua gak becus, hanya satu wanita hamil saja tidak bisa kalian dapatkan!” bentak Alex dengan kedua mata yang menyala penuh amarah. “Kamu juga Freddy, bagaimana mungkin orang mati bisa hilang! Sampai detik ini pun tidak ada pengumuman kalau Joseph Clover meninggal dunia. Harusnya kalau jasadnya dibawa orang lain, pihak rumah sakit akan mengenali identitasnya. Dia orang yang cukup terkenal di sini!” ucapnya. Alex berjalan mendekati Freddy yang masih berdiri di tempatnya. “Katakan, apa kamu benar-benar membunuhnya?” tanya Alex menatap tajam pada Freddy yang cukup tertekan.
Arsen yang baru saja keluar dari area apartemennya bersama Cedric menghentikan langkahnya saat melihat anak buah Alex memenuhi area parkir basemen apartemen. “Sudah kutebak, kamu akan datang ke sini,” ujar Alex turun dari mobil dan berjalan ke depan Arsen. Tepat di belakang Alex, ada begitu banyak anak buah yang dibawanya. Arsen hanya berdua dengan Cedric untuk mengambil barang dari apartemennya. “Ada apa ini? Aku tidak tau apa masalahmu denganku, Alex.” Arsen berbicara dengan santai. “Ck, jangan berlaga bego. Aku tau kamu yang menyembunyikan Ivana. Di mana dia? Serahkan Ivana padaku!” pinta Alex.&nbs
“Apa yang kamu lakukan pada Ayah, Arsen? Apa maksud semua ini?” tanya Ivana tidak bisa menahan diri untuk tidak langsung menanyakan apa yang sejak tadi mengusik kepalanya. Arsen masih menunjukkan sorot mata dingin yang menusuk hingga seluruh tubuh Ivana terasa sangat merinding juga tertekan. “Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, Ivana,” jawab Arsen melipat kedua tangannya di dada. “Hah?” Ivana sama sekali tidak puas dengan jawaban dari suaminya. “Minggir, aku harus menemui Ayahku!” Ivana berusaha menerobos untuk keluar dari sana, tetapi Arsen mencekal pergelangan tangan Ivana membuat wanita itu meringis kesakitan. “Lepaskan aku! lepaskan aku, Arsen. Kamu menyakitiku!” teriak Ivana dan Arsen mendorong tubuh wanita itu hingga punggungnya membentur dinding di belakangnya. “Ah, sepertinya ini pertama kalinya aku menyakitimu setelah tiga tahun kita menikah, Ivana,” ucap Arsen. “Si-siapa kamu sebenarnya?” tanya Ivana saat