Arsen yang baru saja keluar dari area apartemennya bersama Cedric menghentikan langkahnya saat melihat anak buah Alex memenuhi area parkir basemen apartemen.
“Sudah kutebak, kamu akan datang ke sini,” ujar Alex turun dari mobil dan berjalan ke depan Arsen. Tepat di belakang Alex, ada begitu banyak anak buah yang dibawanya.
Arsen hanya berdua dengan Cedric untuk mengambil barang dari apartemennya.
“Ada apa ini? Aku tidak tau apa masalahmu denganku, Alex.” Arsen berbicara dengan santai.
“Ck, jangan berlaga bego. Aku tau kamu yang menyembunyikan Ivana. Di mana dia? Serahkan Ivana padaku!” pinta Alex.
&nbs
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Arsen mendekati Ivana yang berada di balkon. “Banyak hal yang sudah terjadi, sampai aku merasa lelah dan entah kapan terakhir kali aku bisa bersantai seperti ini,” ujar Ivana menatap serpihan salju yang turun dari langit. “Dan ada banyak pertanyaan yang ingin kamu katakan, bukan?” tanya Arsen. “Benar. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu,” jawab Ivana. “Kalau begitu tanyakanlah, apa yang ingin kamu tanyakan,” ucap Arsen. “Aku tidak tau kesalahan apa yang sudah dilakukan oleh keluargaku. Kenapa kamu membenci keluargaku dan berniat membalas dendam?” tanya Ivana. “Sebelum aku katakan. Dari mana kamu tau kalau aku keluarga Manley?” tanya Arsen. “Aku mengirim seseorang untuk membuntutimu saat kamu pergi ke Norwegia dan aku mengetahui fakta itu. Lalu, aku mencari tau tentang keluarga Manley yang disebut sebagai pengkhianat negara, mantan perdana Mente
Motor yang dinaiki Arsen memasuki parkiran basemen yang cukup tersembunyi atau paling bawah. Setelah memarkirkan mobil, mereka sama-sama turun dari mobil. Arsen melepaskan helmnya, begitu pun dengan Ivana. “Pegang tanganku,” ujar Arsen yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Ivana. Mereka berjalan bersama dengan saling berpegangan tangan menuju ke lift, di sana Ivana dan Arsen memakai topi hitam. “Kamu bisa mengganti nama Ayah, apa kamu mengenal orang dalam di rumah sakit ini?” tanya Ivana. “Apa kamu sungguh tidak tau?” tanya Arsen. “Apa?” tanya Ivana mengernyitkan dahinya. “Pemilik rumah sakit ini Arnold, dengan bantuan dia, aku bisa menyembunyikan identitas Ayahmu dan ditempatkan di ruangan khusus,” ujar Arsen. “Aku tidak tau kalau Arnold memiliki rumah sakit,” jawab Ivana. “Dia mendapatkan rumah sakit ini, dari investasi dan karena pemilik sebelumnya menjual sahamnya, jadi Arnold membeli semu
“Arsen?” panggilan itu membuat Arsen menoleh ke arah Ivana yang baru saja keluar dari ruangan Joseph. “Kenapa keluar? Apa Ayah sudah tidur?” tanya Arsen. “Sudah. Kita datang terlalu malam, jadi aku biarkan Ayah untuk tidur,” jawab Ivana mengambil duduk di samping Arsen. “Apa kamu lapar?” tanya Arsen. “Tidak terlalu sih,” jawab Ivana. “Bagaimana kata Dokter kondisi Ayah?” tanya Ivana membuat Arsen diam di sana. “Ada apa? Apa ada hal yang serius? Tolong jangan sembunyikan apa pun dariku, Arsen.” Ivana menatap Arsen dengan intens, berharap jawaban Arsen tidak membuatnya syock. Dia berusaha menguatkan diri dengan apa pun yang mungkin akan dikatakan oleh Arsen. “Apa?” tanya Ivana. “Kondisinya sudah berangsur baik, tapi sepertinya kondisi jantung Ayah tidak sehat. Mungkin hal ini pun sudah diketahui Ayah sejak lama,” ujar Arsen membuat Ivana tertegun. “Jadi maksud kamu, selama ini Ayah sakit?” tanya Iv
“Kamu ada rencana, Ivana? Apa itu?” tanya Arsen. “Kamu memiliki saham 45% di Clover, bukan?” tanya Ivana. “Ya, benar.” “Dan sahamku di sana ada 40%. Aku akan memberikannya padamu,” ujar Ivana. “Ivana, apa maksudmu!” Joseph sedikit berteriak di sana. “Ayo buat kesepakatan, Arsen. Kali ini mau aku menyerahkan saham milikku atau tidak, Clover tetap tidak bisa dipertahankan olehku atau Ayah. Kita hanya perlu menentukan, akan menyerahkan perusahaan Clover ke tangan Alex atau Arsen,” jawab Ivana menoleh ke arah Joseph. “Tapi, saham itu adalah peganganmu, Nak. Kalau kamu menyerahkannya, bagaimana denganmu?” tanya Joseph. “Ini tidak gratis, Ayah. Tenang saja,” ujar Ivana dan kembali melihat kea rah Arsen. “Arsen, kamu kan ingin menguasai Clover. Maka, sekarang adalah kesempatannya, dan jelas saham itu tidak gratis. Kalau kamu jadi pemimpin, biarkan aku tetap bekerja di sana, aku hanya ingin memastikan pe
“Arsen, kamu serius akan pergi ke kediaman Clover?” tanya Ivana membuntuti Arsen saat mereka sudah kembali ke Villa, bersama dengan Joseph juga yang sudah pulih dan diperbolehkan pulang. “Iya, Ivana. Aku harus mendapatkan chip itu untuk menjatuhkan Alex dan keluarganya,” ujar Arsen menghentikan langkahnya dan menatap Ivana di depannya. Arsen memegang kedua lengan Ivana dan menatap wanita itu dengan intens di depannya. “Kamu tidak perlu cemaskan apa pun. Fokus saja dengan kandunganmu, aku titip anak kita. Aku akan segera kembali padamu,” ujarnya penuh keyakinan. “Aku hanya khawatir Alex akan menembakmu lagi,” ujar Ivana. “Tenanglah. Saat itu, aku kurang persiapan, berbeda dengan sekarang. Aku akan penuh persiapan supaya tidak sampai dikalahkan oleh Alex,” ujar Arsen. “Lagipula, aku pergi dengan Cedric, jadi aman.” “Baiklah. Tolong, jangan terluka,” ucap Ivana. Arsen menatap Ivana dengan intens di sana dan t
“Situasinya cukup aman,” ucap Cedric yang melihat ke kediaman clover dengan teropong. Mereka berdua memarkirkan motor cukup jauh dari kediaman Clover dan akan berjalan melewati pemukiman warna dan naik ke atas loteng salah satu rumah warga yang ada di belakang mansion besar itu. “Kalau begitu, kita segera ke sana.” Cedric dan Arsen melangkah dengan hati-hati menyusuri gang kecil yang meliuk di antara deretan rumah warga, sebuah jalan tikus yang sepi yang tampaknya menjadi rahasia pemukiman tersebut, demi mencapai mansion Clover yang megah nan misterius. Kehampaan malam itu sangat terasa, seakan suara langkah kaki mereka saja yang menciptakan riuh di antara sunyinya lingkungan sekitar, memberikan kesan bahwa penduduk setempat telah terlelap dalam mimpi-mimpi mereka, terkunci di dalam rumah-rumah yang hangat. Dengan salju yang hanya turun dalam kepingan kecil malam itu, suasana bagaikan sebuah lukisan, tenang namun penuh harapan.Setelah menempuh perjalanan
“Kurang ajar!” bentak Freddy. Prank! Brug! Arsen dan Cedric mendengar amukan dan makian Freddy di atas sana, sambil melemparkan barang-barang. "Sampai kapan kita jadi pendengar seperti ini, Ar?” tanya Cedric terlihat malas. “Telingaku sampai sakit rasanya gara-gara orang itu. Dia yang membuat ulah, dia juga yang marah-marah. Heran.” Keluh Cedric. “Berhenti mengeluh. Kita harus pastikan dia tidur dan Alex tidak ada di sini. Karena kalau tidak, kitab isa dikeroyok lagi seperti waktu itu,” ujar Arsen. “Bagaimana dengan luka tembaknya?” tanya Cedric. “Sudah lebih baik sekarang,” jawab Arsen. “Bagus kalau begitu, ayo kita keluar dan buat Freddy bungkam. Hanya Freddy saja, aku bisa membuatnya K.O. dengan cepat,” ucap Cedric memakai tas ranselnya. “Dasar tidak sabaran,” ujar Arsen menggelengkan kepalanya tetapi tetap mengikuti Cedric. “Berisik. Orang yang berisik dan berteriak gak je
Arsen mendekati Freddy yang jatuh pingsan, dia mencengkeram rahang Freddy dan memperhatikan wajahnya.“Sepetrinya dia masih bernapas dengan baik,” jawab Arsen.“Perlukah kita pindahkan dia ke ranjang?” tanya Cedric.“Ya, begitu lebih bagus. Biarkan dia menganggap pertemuan kita mala mini adalah mimpinya,” ujar Arsen.“Oke.”Cedric dengan penuh perhatian memangku tubuh Freddy, memastikan agar dia nyaman sebelum merebahkannya dengan lembut di atas ranjang yang terletak di ruang yang minim cahaya, menciptakan suasana yang tenang meski dalam situasi yang menegangkan. Sementara itu, Arsen terlihat sangat fokus ketika membuka penutup besi ventilasi yang terletak sekitar dua meter dari lantai, menunjukkan ketelitian dan keterampilan yang diperlukan dalam operasi ini.Cedric, yang selalu siap untuk membantu, segera mengangkut sebuah kursi mendekati dinding untuk memberikan Arsen akses yang lebih mudah menuju ventilasi tersebut. Dengan kerjasama yang harmonis, mereka berdua akhirnya berhasil m
Acara dilanjut dengan resepsi di halaman gereja yang meriah. Zeeya sibuk menikmati banyak camilan dan dessert yang tersaji di sana.Resepsi di halaman gereja berlangsung meriah, dengan nuansa taman yang indah, dihiasi lampu-lampu berkelip dan bunga-bunga berwarna cerah. Meja-meja penuh dengan berbagai jenis hidangan lezat, dari makanan pembuka hingga hidangan penutup yang menggugah selera. Sambil berdiri di sekitar area dengan pemandangan danau yang tenang, para tamu menikmati kebersamaan dan suasana yang penuh kebahagiaan.Zeeya yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya, sudah berada di meja dessert, dengan wajah ceria dan penuh semangat. Camilan-camilan kecil, kue-kue manis, dan es krim berwarna-warni menarik perhatian balita tersebut. Dengan riang, dia memilih beberapa kue kecil dan memakannya satu per satu sambil tertawa kecil.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam gereja, suasana penuh kehangatan menyambut. Hiasan bunga putih dan hijau menghiasi altar, sementara cahaya matahari yang masuk melalui kaca patri memberikan nuansa sakral. Para tamu, yang sebagian besar adalah kerabat dekat dan teman, sudah menempati tempat duduk mereka.Cedric dan istrinya, yang sedang berbincang di dekat pintu masuk, langsung melambai begitu melihat Arsen, Ivana, dan Zeeya. Cedric tersenyum lebar, lalu menghampiri mereka. "Akhirnya kalian sampai juga. Zeeya, kamu terlihat sangat cantik hari ini!" katanya sambil bercanda.Zeeya tersenyum malu-malu sambil merapat ke Ivana. "Terima kasih, Uncle Cedlic."Tak lama kemudian, Elmer dan Grasella datang menghampiri. Elmer tersenyum sopan, sementara Grasella tampak anggun dengan gaun biru muda. "Senang sekali bertemu kalian di sini," sapa Elmer. "Doly pasti bahagia melihat kalian hadir.""Iya, ini acara yang tidak mungkin kami lewatkan," balas Arsen sambil menjabat tangan Elmer. "Bagaiman
“Ini lumah siapa, Mom, Dad? Besal sekali!” ujar Zeeya yang ada di gendongan Arsen. “Ini, rumah keluarga Daddy. Selama di sini, kita akan tinggal di sini,” ucap Arsen. “Asyik… Zeeya bisa main lali-lali dan ke tempat bunga,” ucap Zeeya dengan lucunya. Arsen tertawa kecil sambil mencium pipi Zeeya yang penuh semangat di gendongannya. "Tentu saja, Sayang. Nanti Daddy ajak Zeeya lihat semua tempat di sini. Ada taman bunga yang besar, ada air mancur juga. Kamu pasti suka."Ivana tersenyum melihat kegembiraan putrinya. Dia mengamati mansion megah yang sudah direnovasi itu dengan perasaan campur aduk. Tidak banyak yang berubah, Arsen dan Doly tidak ingin menghilangkan momen penuh kenangan di sini. Berada di sini secara langsung tetap memberinya kesan yang berbeda. Besar, mewah, dan penuh aura nostalgia."Mommy juga bisa ikut main sama Zeeya?" tanya Zeeya dengan mata berbinar, memeluk leher Arsen erat-erat."Tentu saja," jawab Ivana sambil mengusap lembut kepala putrinya. "Mommy dan Daddy a
2 Tahun Kemudian….. “Apa ini serius?” tanya Arsen mendengar ucapan Doly di sana. “Ya, kamu pikir aku berbohong,” ujar Doly. “Apa kamu sudah bertemu dengan wanita yang akan dinikahi Doly, Ric?” tanya Arsen. “Ya, sudah. Ini sih beneran pawangnya si Doly,” kekeh Cedric. “Dia langsung tunduk sama omongan calon istrinya.”Cedric dan Arsen terkekeh mendengarnya. “Itu bukan tunduk. Tapi, bentuk rasa cinta,” ucap Doly. Arsen tertawa kecil mendengar pembelaan Doly yang terdengar tulus namun juga sedikit defensif. "Rasa cinta, ya?" ucap Arsen menggoda. "Jadi, siapa wanita hebat yang berhasil menjinakkan si Doly ini?"Cedric, yang masih terkekeh, menyela lebih dulu. "Percayalah, dia tipe yang nggak main-main. Elegan, cerdas, tapi juga punya aura tegas. Doly langsung berubah total kalau di dekat dia. Serius banget."Arsen menatap Doly dengan senyum penuh arti. "Wah, kalau sampai Cedric bilang begitu, berarti dia benar-benar istimewa. Aku penasaran ingin bertemu dengannya. Kapan kamu memper
Doly sudah berpenampilan rapi dengan setelan jasnya. Dia bersiap untuk datang ke sebuah undangan pesta salah satu kliennya. “Uh... pesona Doly memang tidak terkalahkan,” gumamnya penuh percaya diri sambil merapikan jas yang dikenakannya.Doly menatap dirinya sendiri di cermin besar, senyum puas menghiasi wajahnya. Dengan gaya khasnya, ia mengangkat dagu sedikit, memiringkan kepala, dan mengedipkan satu mata ke pantulan dirinya. "Siapa yang bisa menolak daya tarik ini?" ujarnya sambil tertawa kecil.Dia mengambil parfum mahal dari meja rias, menyemprotkannya dengan gerakan anggun ke pergelangan tangan dan lehernya. Setelah itu, dia memeriksa kembali dasinya untuk memastikan segalanya sempurna."Klien pasti akan terkesan. Lagi pula, bukan Doly namanya kalau tidak mencuri perhatian," gumamnya sambil tersenyum penuh percaya diri.Sebelum melangkah keluar, ia mengambil ponselnya dan melihat sekilas undangan di layar. "Saatnya membuat malam ini lebih berwarna," katanya s
“Wah, ada kue ikan,” ucap Doly menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Pria itu turun dari mobil dan berjalan mendekati pedagang kue ikan yang berjualan di sebuah gerobak pinggir jalan. “Bungkuskan kue ikannya, sepuluh biji,” pinta Doly. Pedagang tersebut menoleh ke arah Doly sambil menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan.” Sambil menunggu, Doly memainkan ponselnya. Dan saat itu, dia terkejut karena ponselnya dirampas oleh seseorang yang berada di atas motor bersama rekannya. Doly yang terkejut pun langsung berteriak, “Perampok! Perampok!” teriak Doly di sana membuat semua orang melihat ke arahnya. Sayangnya, motor yang dikendarai perampok itu sudah cukup jauh, sampai ada sebuah motor sport berwarna hitam melaju cepat mengejar perampok tersebut. Doly masih berdiri di tempatnya dengan tatapan yang penuh kegelisahan.Kejadian itu membuat suasana sekitar menjadi tegang sejenak. Doly berdiri terpaku, pandangannya mengikuti motor spo
“Kamu mau menanam apa, Sayang?” tanya Arsen saat melihat melihat taman yang sudah di rapihkan oleh Ivana. “Aku ingin menghias taman dengan nuansa yang bagus. Apalagi, sebentar lagi musim dingin akan segera berakhir, dan aku ingin menyambut musim baru dengan suasana yang baru. Aku ingin menanam bunga dan tanaman hias,” jelas Ivana penuh semangat.Arsen tersenyum melihat semangat Ivana yang menggebu-gebu. Dia berjalan mendekat dan meraih tangan Ivana lembut, memandangnya dengan penuh perhatian.“Bunga dan tanaman hias? Itu ide yang bagus. Kamu sudah memutuskan bunga apa yang ingin kamu tanam?” tanyanya sambil mengusap punggung tangan Ivana.Ivana mengangguk kecil, matanya berbinar. “Aku ingin menanam tulip, mawar, dan lavender. Mereka akan membuat taman ini penuh warna dan harum. Oh, dan aku juga ingin beberapa pohon kecil untuk memberikan sedikit keteduhan.”Arsen tertawa pelan. “Kamu memang selalu punya rencana besar, Sayang. Tapi aku suka itu. Aku akan membantumu
“Wah, Zee udah wangi, ya... “ Ivana membawa Zee ke dalam gendongannya dengan wajah yang ceria. Dia berjalan keluar dari kamar Zee, seorang pelayan berjalan mendekatinya. “Nyonya, ada tamu untuk anda. Dia adalah baby sister yang di kirim kantor penyedia,” tuturnya. “Oh iya, baiklah. Aku akan turun dan menemuinya,” ujar Ivana dengan menggendong Zee, dia pun turun ke bawah dan melihat sosok wanita di ruang tamu. Wanita itu terlihat masih muda, tetapi wajahnya cukup mirip dengan Ana, sekretarisnya dulu yang menjadi mata-mata Arsen. “Selamat siang, Nyonya Manley,” sapa wanita itu. “Saya Laila, yang di kirim oleh pihak penyedia untuk menjadi baby sister putri Anda,” ucap Laila tersenyum ramah.Ivana mengamati Laila dengan cermat. Ada sesuatu di mata Laila yang terasa familiar, meskipun ia tidak bisa langsung mengingat apa."Selamat siang, Laila," jawab Ivana dengan senyuman hangat tapi hati-hati. "Silakan duduk. Saya ingin tahu lebih banyak
Oek… Oek… Oek… Ivana bergegas bangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Zee. Dia bangkit dari posisinya dan mendekati ranjang bayi yang berada di samping ranjang tempatnya dan Arsen tiduri. “Uh… putri cantik Mommy bangun, ya,” ucap Ivana tersenyum merekah menyapa Zee yang sudah mulai berhenti menangis. “Kenapa? Zee menangis?” tanya Arsen yang ikut terbangun di sana. “Sepertinya, popoknya basah. Aku akan menggantinya,” ucap Ivana. “Kamu pasti lelah. Istirahatlah, aku yang akan menggantikannya,” ucap Arsen bangkit dari posisinya mendekati ranjang bayi. “Apa tidak apa-apa?” tanya Ivana menatap Arsen. “Kenapa kamu ragu? Kamu takut aku tidak bisa melakukannya, ya?” kekeh Arsen. “Tenang saja, aku bisa melakukannya dengan baik. Lihatlah nanti,” ucap Arsen tersenyum dengan penuh rasa percaya diri.Ivana tersenyum kecil melihat kepercayaan diri Arsen yang jarang ia lihat dalam momen seperti ini. Ia mengangguk pe