Dua Bulan Kemudian… Ivana menatap pantulan dirinya di cermin. Dia memang terlihat cantik dan elegan dengan gaun hitam yang pas di badan, seolah-olah dirancang khusus untuknya. Rambutnya yang tertata rapi menambah kesan anggun, menggantung lembut di bahunya dan memberi sedikit sentuhan glamor yang tidak berlebihan. Makeup-nya pun sempurna, riasan di wajahnya bikin kulitnya terlihat segar dan bercahaya tanpa kesan menor. Namun, sambil terus mematutkan diri, pandangannya berpindah ke bagian perutnya yang mulai terlihat, tanda bahwa usia kandungannya sudah masuk bulan ke empat.Rasa bahagia sekaligus bergetar menyelimuti hatinya, saat dia membayangkan akan segera menjadi seorang ibu. Dia tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana rasanya memegang si kecil, saat si bayi sudah tumbuh dewasa dengan tatapan yang sama cantiknya. Tetapi di sisi lain pun, dia khawatir. Dia khawatir, dia tidak bisa menjaga kandungannya dengan baik. Sejauh ini, dia masih ingin menyembunyikan ke
“Kamu sudah pulang, Ivana? Bagaimana pestanya?” tanya Joseph yang sejak Ivana bercerai dengan Arsen, sosok Ayah itu semakin perhatian dan tidak pernah mengabaikan Ivana sedikitpun. Apalagi saat tau Ivana sedang mengandung. “Pestanya?” Ivana menjawab dengan suara lirih. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Joseph menatap Ivana dengan penuh khawatir. “Tidak, Ayah. Semuanya baik-baik saja, aku hanya kelelahan. Aku akan pergi ke kamarku,” ujar Ivana berlalu pergi meninggalkan Joseph dari sana. Ivana berusaha mengabaikan semua pikirannya yang terus memikirkan Arsen. Dia pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah mandi beberapa saat, dia menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel, dia menuangkan toner untuk wajah sebelum tidur dan menepuk perlahan wajahnya, dan pikirannya kembali melalang buana pada sosok pria yang jauh lebih menawan dan sangat dirindukannya sejak dua bulan terakhir ini. Ivana menghela nap
Ting! Kedua mata Ivana melebar saat melihat sosok Arsen yang ada di dalam lift yang datang dari basement. Di sana hanya ada Ivana sendiri, tidak ada yang lain. “Apa kamu tidak jadi masuk?” tanya Arsen menyadarkan keterpakuan Ivana di sana. “Aku akan masuk,” jawab Ivana dan berjalan masuk ke dalam lift. Saat itu pintu lift kembali tertutup rapat, di dalam ruangan itu hanya ada Ivana dan Arsen dengan situasi yang sangat canggung. “Aku tidak ingat kalau ada janji atau urusan dengan Tuan Arsen,” sindir Ivana karena saat ini Arsen datang ke kantornya. “Aku ada janji bertemu dengan Berry, General Manager,” jawab Arsen dan Ivana memutuskan diam di sana sambil memegang blezernya menutupi area perutnya. “Wajahmu terlihat pucat dan suaramu serak. Apa kamu sedang sakit?” tanya Arsen. “Saya baik-baik saja,” jawab Ivana memalingkan wajahnya. “Benarkah?” Degh! “Apa yang kamu lakuk
“Anda memanggil saya, Bu Ivana?” tanya Berry yang masuk ke dalam ruangan Ivana. “Duduklah, Pak Berry. Ada hal yang ingin saya tanyakan pada anda,” ujar Ivana. Berry yang merupakan General Managerpun duduk di sofa, dan Ivana berpindah duduk ke sofa. Kini mereka duduk berhadapan dengan Berry. “Apa yang ingin anda tanyakan pada saya, Bu Ivana?” tanya Berry duduk dengan tenang. Berry memang cukup dekat dengan Arsen saat Arsen masih bekerja di Perusahaan ini. Berry bukan tipe orang yang akan mengkhianati atau melakukan kecurangan di perusahaan. Setau Ivana, sudah 10 tahun Berry bekerja di perusahaan ini yang awalnya hanya seorang manager hingga Joseph memberinya kepercayaan dan menjadikannya sebagai General Manager. Ivana yakin, Berry tidak mungkin membantu Arsen untuk menghancurkan perusahaan tempatnya bekerja selama 10 tahun ini. "Bu Ivana?" panggil Berry membuyarkan lamunan Ivana. “Aku akan langsung ke intinya. Kemarin Arseni
“Apa maksud kamu dengan kehidupan kedua, Ivana? Ayah sangat tidak memahaminya,” tanya Joseph menatap putrinya dengan tatapan penuh kebingungan. “Aku tidak tau bagaimana menjelaskannya, anggap saja kalau aku tidak pernah mengatakannya, Ayah,” ujar Ivana menghela napasnya. “Untuk sesaat aku emosi dan tidak bisa mengendalikannya karena mengetahui fakta saham yang dimiliki Arsen di perusahaan.” “Kamu terus menyembunyikan banyak hal dari Ayahmu ini. Alasan kamu menggugat cerai Arsen juga, sampai sekarang Ayah masih belum tau. Padahal sudah dua bulan berlalu,” ujar Joseph membuat Ivana terdiam. “Ngomong-ngomong apa kamu masih menyimpan kalung pemberian mendiang ibumu?” tanya Joseph membuat Ivana mengernyitkan dahinya. “Kalung mendiang Mama?” “Ya, apa kamu masih menyimpannya?” tanya Joseph. “Aku selalu membawanya,” ujar Ivana merogoh tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. “Ayah bilang aku harus selalu memakainya, tetapi karena m
“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Ivana, saat ini, terbaring dengan tenang di ruang pemeriksaan, sementara dokter dengan hati-hati menggerakkan alat ultrasonografi yang menempel pada perutnya yang semakin buncit.Proses ini bertujuan untuk memantau perkembangan janin yang tengah tumbuh dalam kandungannya. Di layar monitor di depan dokter, gambaran jelas dari janin mulai tampak, memberikan informasi berharga mengenai kesehatan dan pertumbuhan sang bayi.“Kondisi janin begitu sehat dan semakin aktif. Apa anda sering merasakan pergerakannya, Bu Ivana?” tanya Dokter bernama Raya.“Iya, Dokter. Sesekali saya sering merasakan pergerakannya, dan terkadang itu membuat saya terkejut,” jawab Ivana tersenyum merekah menatap ke arah monitor. Dia merasa tidak sabar untuk segera bertemu dengan calon anaknya itu.Raya menatap Ivana dengan penuh perhatian, merasakan gelora simpati yang mendalam. Merenungkan perjuangan Ivana yang selama ini harus berjuang sendirian menghadapi masa ngidamnya serta men
Seperti yang telah direncanakan secara matang, hari ini Ivana mengadakan rapat besar-besaran yang meliputi seluruh pemegang saham perusahaan Clover, yang berlangsung di ruang rapat yang luas dan dilengkapi dengan fasilitas modern. Semua pemegang saham yang terhormat sudah berkumpul, menciptakan atmosfer formal namun penuh antusiasme di antara para peserta.Ivana, yang telah ditunjuk sebagai pemimpin rapat, tiba dengan kehadiran ayahnya yang menjabat sebagai komisaris perusahaan, menambah bobot otoritas dalam pertemuan tersebut. Tak ketinggalan, paman Ivana, Freddy yang memiliki 10% saham juga hadir, menunjukkan komitmen dan kepeduliannya terhadap perkembangan perusahaan.Dengan percaya diri, Ivana membuka rapat dengan pernyataan, “Baiklah, kalau sudah hadir semuanya. Kita akan memulai meetingnya,” menandai awal dari diskusi yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan strategis untuk masa depan Clover.Namun, suasana tenang itu tiba-tiba terganggu ketika pintu ruangan tiba-t
“Kenapa hanya diam saja? Berarti benar, itu anakku!” ujar Arsen menyandarkan punggungnya ke sandaran jok. “Kenapa kamu merahasiakannya?” “Aku tidak merahasiakannya, aku hanya merasa tidak perlu memberitahukannya padamu,” jawab Ivana masih memasang wajah dingin. “Ivana, terkadang aku tidak paham dengan sikapmu yang seperti ini. Aku hanya ingin bertanya, apa aku pernah menyakitimu? Apa aku pernah menduakanmu? Kurasa, aku tidak pernah melakukan semua itu, lalu kenapa kamu bersikap kejam seperti ini padaku?” tanya Arsen menghela napasnya. “Tidak ada yang berbuat kejam. Aku hanya merasa tidak perlu lagi berhubungan dengan pria yang sudah menjadi masa laluku,” jawab Ivana. “Tapi ada anakku!” pekik Arsen yang kali ini tidak bisa menahan emosinya melihat kea rah Ivana. “Lalu kenapa?” tanya Ivana menoleh kea rah Arsen. “Anak ini akan selalu bersamaku.” “Aku ayahnya, aku berhak memilikinya,” jawab Arsen. “Aku ibunya, aku yang
Acara dilanjut dengan resepsi di halaman gereja yang meriah. Zeeya sibuk menikmati banyak camilan dan dessert yang tersaji di sana.Resepsi di halaman gereja berlangsung meriah, dengan nuansa taman yang indah, dihiasi lampu-lampu berkelip dan bunga-bunga berwarna cerah. Meja-meja penuh dengan berbagai jenis hidangan lezat, dari makanan pembuka hingga hidangan penutup yang menggugah selera. Sambil berdiri di sekitar area dengan pemandangan danau yang tenang, para tamu menikmati kebersamaan dan suasana yang penuh kebahagiaan.Zeeya yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya, sudah berada di meja dessert, dengan wajah ceria dan penuh semangat. Camilan-camilan kecil, kue-kue manis, dan es krim berwarna-warni menarik perhatian balita tersebut. Dengan riang, dia memilih beberapa kue kecil dan memakannya satu per satu sambil tertawa kecil.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam gereja, suasana penuh kehangatan menyambut. Hiasan bunga putih dan hijau menghiasi altar, sementara cahaya matahari yang masuk melalui kaca patri memberikan nuansa sakral. Para tamu, yang sebagian besar adalah kerabat dekat dan teman, sudah menempati tempat duduk mereka.Cedric dan istrinya, yang sedang berbincang di dekat pintu masuk, langsung melambai begitu melihat Arsen, Ivana, dan Zeeya. Cedric tersenyum lebar, lalu menghampiri mereka. "Akhirnya kalian sampai juga. Zeeya, kamu terlihat sangat cantik hari ini!" katanya sambil bercanda.Zeeya tersenyum malu-malu sambil merapat ke Ivana. "Terima kasih, Uncle Cedlic."Tak lama kemudian, Elmer dan Grasella datang menghampiri. Elmer tersenyum sopan, sementara Grasella tampak anggun dengan gaun biru muda. "Senang sekali bertemu kalian di sini," sapa Elmer. "Doly pasti bahagia melihat kalian hadir.""Iya, ini acara yang tidak mungkin kami lewatkan," balas Arsen sambil menjabat tangan Elmer. "Bagaiman
“Ini lumah siapa, Mom, Dad? Besal sekali!” ujar Zeeya yang ada di gendongan Arsen. “Ini, rumah keluarga Daddy. Selama di sini, kita akan tinggal di sini,” ucap Arsen. “Asyik… Zeeya bisa main lali-lali dan ke tempat bunga,” ucap Zeeya dengan lucunya. Arsen tertawa kecil sambil mencium pipi Zeeya yang penuh semangat di gendongannya. "Tentu saja, Sayang. Nanti Daddy ajak Zeeya lihat semua tempat di sini. Ada taman bunga yang besar, ada air mancur juga. Kamu pasti suka."Ivana tersenyum melihat kegembiraan putrinya. Dia mengamati mansion megah yang sudah direnovasi itu dengan perasaan campur aduk. Tidak banyak yang berubah, Arsen dan Doly tidak ingin menghilangkan momen penuh kenangan di sini. Berada di sini secara langsung tetap memberinya kesan yang berbeda. Besar, mewah, dan penuh aura nostalgia."Mommy juga bisa ikut main sama Zeeya?" tanya Zeeya dengan mata berbinar, memeluk leher Arsen erat-erat."Tentu saja," jawab Ivana sambil mengusap lembut kepala putrinya. "Mommy dan Daddy a
2 Tahun Kemudian….. “Apa ini serius?” tanya Arsen mendengar ucapan Doly di sana. “Ya, kamu pikir aku berbohong,” ujar Doly. “Apa kamu sudah bertemu dengan wanita yang akan dinikahi Doly, Ric?” tanya Arsen. “Ya, sudah. Ini sih beneran pawangnya si Doly,” kekeh Cedric. “Dia langsung tunduk sama omongan calon istrinya.”Cedric dan Arsen terkekeh mendengarnya. “Itu bukan tunduk. Tapi, bentuk rasa cinta,” ucap Doly. Arsen tertawa kecil mendengar pembelaan Doly yang terdengar tulus namun juga sedikit defensif. "Rasa cinta, ya?" ucap Arsen menggoda. "Jadi, siapa wanita hebat yang berhasil menjinakkan si Doly ini?"Cedric, yang masih terkekeh, menyela lebih dulu. "Percayalah, dia tipe yang nggak main-main. Elegan, cerdas, tapi juga punya aura tegas. Doly langsung berubah total kalau di dekat dia. Serius banget."Arsen menatap Doly dengan senyum penuh arti. "Wah, kalau sampai Cedric bilang begitu, berarti dia benar-benar istimewa. Aku penasaran ingin bertemu dengannya. Kapan kamu memper
Doly sudah berpenampilan rapi dengan setelan jasnya. Dia bersiap untuk datang ke sebuah undangan pesta salah satu kliennya. “Uh... pesona Doly memang tidak terkalahkan,” gumamnya penuh percaya diri sambil merapikan jas yang dikenakannya.Doly menatap dirinya sendiri di cermin besar, senyum puas menghiasi wajahnya. Dengan gaya khasnya, ia mengangkat dagu sedikit, memiringkan kepala, dan mengedipkan satu mata ke pantulan dirinya. "Siapa yang bisa menolak daya tarik ini?" ujarnya sambil tertawa kecil.Dia mengambil parfum mahal dari meja rias, menyemprotkannya dengan gerakan anggun ke pergelangan tangan dan lehernya. Setelah itu, dia memeriksa kembali dasinya untuk memastikan segalanya sempurna."Klien pasti akan terkesan. Lagi pula, bukan Doly namanya kalau tidak mencuri perhatian," gumamnya sambil tersenyum penuh percaya diri.Sebelum melangkah keluar, ia mengambil ponselnya dan melihat sekilas undangan di layar. "Saatnya membuat malam ini lebih berwarna," katanya s
“Wah, ada kue ikan,” ucap Doly menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Pria itu turun dari mobil dan berjalan mendekati pedagang kue ikan yang berjualan di sebuah gerobak pinggir jalan. “Bungkuskan kue ikannya, sepuluh biji,” pinta Doly. Pedagang tersebut menoleh ke arah Doly sambil menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan.” Sambil menunggu, Doly memainkan ponselnya. Dan saat itu, dia terkejut karena ponselnya dirampas oleh seseorang yang berada di atas motor bersama rekannya. Doly yang terkejut pun langsung berteriak, “Perampok! Perampok!” teriak Doly di sana membuat semua orang melihat ke arahnya. Sayangnya, motor yang dikendarai perampok itu sudah cukup jauh, sampai ada sebuah motor sport berwarna hitam melaju cepat mengejar perampok tersebut. Doly masih berdiri di tempatnya dengan tatapan yang penuh kegelisahan.Kejadian itu membuat suasana sekitar menjadi tegang sejenak. Doly berdiri terpaku, pandangannya mengikuti motor spo
“Kamu mau menanam apa, Sayang?” tanya Arsen saat melihat melihat taman yang sudah di rapihkan oleh Ivana. “Aku ingin menghias taman dengan nuansa yang bagus. Apalagi, sebentar lagi musim dingin akan segera berakhir, dan aku ingin menyambut musim baru dengan suasana yang baru. Aku ingin menanam bunga dan tanaman hias,” jelas Ivana penuh semangat.Arsen tersenyum melihat semangat Ivana yang menggebu-gebu. Dia berjalan mendekat dan meraih tangan Ivana lembut, memandangnya dengan penuh perhatian.“Bunga dan tanaman hias? Itu ide yang bagus. Kamu sudah memutuskan bunga apa yang ingin kamu tanam?” tanyanya sambil mengusap punggung tangan Ivana.Ivana mengangguk kecil, matanya berbinar. “Aku ingin menanam tulip, mawar, dan lavender. Mereka akan membuat taman ini penuh warna dan harum. Oh, dan aku juga ingin beberapa pohon kecil untuk memberikan sedikit keteduhan.”Arsen tertawa pelan. “Kamu memang selalu punya rencana besar, Sayang. Tapi aku suka itu. Aku akan membantumu
“Wah, Zee udah wangi, ya... “ Ivana membawa Zee ke dalam gendongannya dengan wajah yang ceria. Dia berjalan keluar dari kamar Zee, seorang pelayan berjalan mendekatinya. “Nyonya, ada tamu untuk anda. Dia adalah baby sister yang di kirim kantor penyedia,” tuturnya. “Oh iya, baiklah. Aku akan turun dan menemuinya,” ujar Ivana dengan menggendong Zee, dia pun turun ke bawah dan melihat sosok wanita di ruang tamu. Wanita itu terlihat masih muda, tetapi wajahnya cukup mirip dengan Ana, sekretarisnya dulu yang menjadi mata-mata Arsen. “Selamat siang, Nyonya Manley,” sapa wanita itu. “Saya Laila, yang di kirim oleh pihak penyedia untuk menjadi baby sister putri Anda,” ucap Laila tersenyum ramah.Ivana mengamati Laila dengan cermat. Ada sesuatu di mata Laila yang terasa familiar, meskipun ia tidak bisa langsung mengingat apa."Selamat siang, Laila," jawab Ivana dengan senyuman hangat tapi hati-hati. "Silakan duduk. Saya ingin tahu lebih banyak
Oek… Oek… Oek… Ivana bergegas bangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Zee. Dia bangkit dari posisinya dan mendekati ranjang bayi yang berada di samping ranjang tempatnya dan Arsen tiduri. “Uh… putri cantik Mommy bangun, ya,” ucap Ivana tersenyum merekah menyapa Zee yang sudah mulai berhenti menangis. “Kenapa? Zee menangis?” tanya Arsen yang ikut terbangun di sana. “Sepertinya, popoknya basah. Aku akan menggantinya,” ucap Ivana. “Kamu pasti lelah. Istirahatlah, aku yang akan menggantikannya,” ucap Arsen bangkit dari posisinya mendekati ranjang bayi. “Apa tidak apa-apa?” tanya Ivana menatap Arsen. “Kenapa kamu ragu? Kamu takut aku tidak bisa melakukannya, ya?” kekeh Arsen. “Tenang saja, aku bisa melakukannya dengan baik. Lihatlah nanti,” ucap Arsen tersenyum dengan penuh rasa percaya diri.Ivana tersenyum kecil melihat kepercayaan diri Arsen yang jarang ia lihat dalam momen seperti ini. Ia mengangguk pe