Nick sedang menelepon seseorang sambil bersandar di balkon. "Gimana, Tom?" "Orang-orang kita telah membawanya ke polisi, melaporkan semuanya, jadi mereka sudah mulai bergerak." Nick mengakui bahwa wakilnya memang sangat bisa diandalkan, dia bisa mengatur semuanya walau posisinya sedang berada ribuan kilometer dari Prancis."Wanita itu siapa namanya?" tanya Nick."Mereka telah menangkapnya, Bos." "Aku tanya siapa namanya, Tom?" "Nick! Biarkan kami yang mengurusnya." Nick memaki dalam hati, nampaknya Tommy tahu apa yang ada dalam hatinya, sehingga Tommy menolak memberikan nama suster sialan itu. "Aku bukan pria emosional, kau berpikir aku akan bertindak sewenang-wenang?" "Aku yakin kamu tidak akan bertindak sewenang-wenang jika menyangkut perusahaan dan masalah lain, akan tetapi jika menyangkut belahan jiwamu...tidak ada apapun yang bisa menjamin semuanya akan terkendali, aku mengenalmu dengan baik, luar dalam!" Tommy menyudahi pidatonya yang panjang dan lebar. Dia tahu waktu
"Sayang, nggak usah mampir, kita langsung pulang aja, biar aku suruh orangku untuk jemput Nico."Sudah sejak sebelum mendarat Nick berusaha membujuk istrinya agar tidak usah mampir dulu ke rumah abangnya. Akan tetapi Nia tetap bersikeras untuk mampir. "Masa...mereka udah bantuin kita jagain Nico berhari-hari, begitu kita datang nggak mampir, Hon? Masa ngucapin terima kasih by phone? Nggak mau ah.""Nggak apa-apa, Nia. Nanti kalau kamu sudah sehat, baru kita berkunjung ke sana, lagian udah berapa kali kamu bilang terima kasih, udah berkali-kali, Nia!" "Tapi nggak langsung face to face, Hon." "Memang nggak usah langsung, sekarang udah era digital, daring pun cukup." "Ihhhh." Nia pasti tahu kalau Nick hanya ingin meledeknya. Nick tahu istrinya memang orang Indonesia asli yang sangat santun dengan adat ketimuran yang kental. 'tapi kalau sama saudara sendiri kan nggak masalah bilang terima kasih lewat telepon terus suruh orang-orangnya yang jemput Nico!' keluh Nick dalam hati.Akhir
"Sayang, hari ini pulang dari sidang nggak usah ngantor ya." Nick berusaha menggagalkan rencana istrinya untuk ngantor setelah sidang karena Nick merasa kondisi Nia belum pulih seratus persen. "Honey...aku sudah berapa hari nggak ngantor, banyak banget yang harus aku periksa, Hon."Nia menjawab sambil menata rambutnya.Nick menghampiri dan menatap istrinya melalui kaca rias. "Sebenarnya dokter pun masih tidak mengijinkan untuk beraktivitas normal, Sayang! Hanya karena ini sidang yang sudah kita geser dua hari, maka aku membiarkanmu pergi, kalau bukan sidang...kau tidak boleh meninggalkan tempat tidur." Nia berdiri dan membalikkan tubuhnya, kini dia menatap langsung suami tampannya. "Sebenarnya kemarin kemarin itu sakitku biasa aja kan? Hanya karena aku sedang hamil muda, maka bertambah mengkhawatirkan kondisiku."Nick tidak mengiyakan, yang sebenarnya adalah dokter bilang karena jumlahnya sedikit maka zat kimia di tubuh Kania itu bisa cepat di netralisir sebelum merusak, akan tet
Sidang pun di mulai. "Dari pihak tergugat apakah akan memberikan bukti-bukti yang baru, dipersilahkan." Kania terkejut melihat hakim yang serius, kemaren-kemaren dia merasa hakim hanya 'bermain peran' saja, sangat berbeda dengan hari ini. Kania langsung teringat janji suaminya yang berkata bahwa kali ini sidang terakhir! Nia tersenyum dalam hati, Nick bukan orang yang mudah mengumbar janji, jika dia sudah berjanji tidak ada yang bisa menggagalkannya. Kembali perhatian Kania tertuju pada jalannya sidang. Pengacara dari pihak Bramantyo berusaha menunjukkan bukti-bukti yang baru akan tetapi semua yang ditampilkan sebenarnya lah telah ditampilkan sebelumnya. Setelah satu jam berlangsung dan kedua belah pihak 'bertarung' maka tiba waktunya penentuan. Terlihat sekali jalannya persidangan kali ini tidak memuaskan pihak Bram cs, berkali-kali ibu mertuanya menginterupsi jalannya persidangan hingga mendapat teguran dari hakim. Walau selalu tidak dikabulkan akan tetapi Sonya dan ibuny
"Apa yang kau bisikkan, Sayang?" Kania keheranan melihat Bram yang tadinya mulai stres hingga ucapan dan gerakannya liar dan tak terkendali dengan rambut awut-awutan tiba tiba terdiam bagai patung, tak bergerak sama sekali!"Aku hanya mengatakan apa yang harus dia dengar." Nick menjawab seringan mungkin dengan harapan Kania tidak mendesaknya lagi. Sementara keadaan aman..Kania berjalan dalam diam hingga mereka tiba di mobil."Tetep jadi ke kantor?" Nick bertanya sambil menatap mata Kania. Kania mengangguk."Aku akan menunggumu!" "Nick, Nia nggak bisa kerja kalau ditungguin.""Anggap aja aku nggak ada, Nia. Aku juga urus bisnisku jadi aku nggak akan sempat ganggu istriku." Nia tersenyum tapi kembali menggeleng. "Nanti kalau Nia udah selesai Nia bilang baru jemput Nia, Hon." tolak Kania. Nick mengusap wajahnya. "Kalau begitu aku suruh driver kantor tunggu di sini, jadi memangkas waktu tunggumu, daripada waktu terbuang hanya untuk menunggu lebih baik dipakai bermain dengan Nico
Seketika Kania bangun dan berjalan menghampiri Nick. Mereka berpandangan tanpa satu kata pun yang terucap. "Aku bilang akulah pria pertama dan terakhirmu." Kembali Nick mengulang perkataannya seakan ingin menegaskan haknya atas Kania."Kau memang pria pertama dan satu-satunya bagiku," kata Nia dengan mata berkaca-kaca. Nick mengernyitkan dahinya. 'apa aku salah denger ya? Kok nggak ada kata pria terakhir?'Nick bertanya hanya dalam hati saja."Dan kalau semuanya tergantung padaku kau pun akan menjadi pria terakhirku." Nia mengakhiri kalimatnya dengan suara pelan. 'Nahhh, kan!'"Ucapan adalah doa, ucapkan dengan sederhana agar malaikat tidak bingung mencatatnya. Follow me." Nick berusaha meringankan suasana, padahal dalam hatinya dia sangat keberatan dengan statemen terakhir yang Kania lontarkan. "Aku adalah pria pertama, satu-satunya dan pria terakhirmu!" Nick mengucapkannya dan diikuti oleh Kania. Kemudian mereka berpelukan tanpa berciuman, mereka hanya ingin merasakan ke
"Nick pasti BISA mengalahkan kalian, dan dia selalu ada di sampingku!"Kania melihat mereka terdiam. "Kalian TIDAK PUNYA HARAPAN.....pulanglah dan berdamailah dengan kenyataan, terimalah keadaan yang kalian ciptakan sendiri!"Memang mereka adalah orang-orang tamak yang mendewakan materi, begitu diperhadapkan dengan kenyataan lawan mereka adalah sang miliarder, mereka langsung mati kutu, stress! Karena bagi mereka materi adalah satu satunya tolak ukur. Uang!Harta!Tidak ada yang lain."Nia...kami datang tidak untuk buat ribut, kami hanya ingin...mendapatkan hak kami."Nampak Bram mengatur kalimatnya dengan hati-hati. "Coba kau sebutkan lebih jelas lagi, apa maksudmu dengan hak? Apa yang menjadi hakmu Bram?" Kania nggak habis pikir mendengar kalimat mantan tunangan pengkhianat nya itu.Nampak Emi akan membuka mulutnya ketika Bram mengangkat tangan menyuruhnya diam."Aku maksud begini, mungkin kamu kurang paham, sebenarnya ayahmu memang memberikan perusahaan ini kepadaku, secara li
Nick melihat Kania yang terbaring di bed rumah sakit dan sedang di dorong masuk ke ruang periksa. Dengan tangan gemetar, Nick berusaha menggenggam tangan Kania."Niaaa, bagaimana keadaanmu?"Nampak Nia hanya memandang tanpa menjawab.Sejujurnya Nia juga sulit mendiskripsikan dengan runtut keadaan yang berlangsung di sekelilingnya, begitu ricuh dan cepat. Di mulai dengan mereka di ruang sidang, lalu dia bermanja-manja dengan Nick, tiba-tiba rombongan Bram masuk, lalu mereka mulai ribut dan berakhir dengan Emi yang mendorongnya hingga Kania jatuh dengan keras. Secepat mungkin mereka membawanya ke rumah sakit. Harinya diawali di ruang sidang dan diakhiri di rumah sakit.Jadi...disinilah dia, di rumah sakit... lagi!Untuk yang kesekian kalinya Nia masuk rumah sakit. "Maafkan aku..." gumam Nia."Nia, Sayang, apa yang sakit?" tanya Nick mengabaikan permintaan maaf istrinya."Nggak jelas, mungkin punggung bawah, atau pinggul, atau paha, atau perut...nggak tahu, sakittt semua." Mende