Alan dan Alana kehilangan kabar dari ayah mereka, yang berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan. Beberapa bulan berlalu tanpa ada tanda-tanda atau pesan dari sang ayah dan kekhawatiran menghantui pikiran mereka setiap hari.Setiap malam sebelum tidur, mereka berdua berdoa untuk kesehatan ayah mereka. "Tuhan, tolong jagalah ayah kami dan bawa dia kembali dengan selamat," ucap Alan sambil menatap langit. Alana bergabung dengan doa itu dengan harapan dan kepercayaan yang sama.Hari-hari di sekolah diisi dengan kecemasan dan kekhawatiran. Alan dan Alana merasa terasing dari teman-teman sekelas mereka. Mereka tidak dapat mengikuti obrolan tentang kegiatan yang dilakukan oleh ayah seorang teman atau cerita seputar liburan bersama keluarga. Kemalangan itu merasuk ke dalam pikiran mereka, menyisakan perasaan kesepian dan kegelisahan yang mendalam."Lana, bagaimana kalau kita pergi mencari Ayah setelah pulang sekolah nanti," usul Alan, "kita jangan ikut pulang bersama Kakek.""Tapi, kalau
"Aku tidak tahu, tapi aku akan melaporkannya ke polisi atas perbuatannya," jawab Pandu sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana."Tunggu dulu!" cegah Amanda, "kita tidak tahu bagaimana kondisinya sekarang. Aku tidak mau melaporkan orang yang sedang sekarat.""Baiklah. Aku ikut keputusanmu." Pandu menelpon seseorang, lalu kembali menatap Amanda. "Aku akan kembali ke rumah sakit."Amanda mengangguk. "Aku titip Mas Tama.""Kamu jangan khawatir, Tama akan baik-baik saja." Pandu mendekati anak kembarnya, lalu mencium puncak kepala kedua itu. "Kalian juga jangan khawatir, Ayah baik pasti akan cepat sembuh.""Iya, Ayah." "Ayah pergi dulu." Pandu mengacak-acak rambut kedua anaknya, kemudian berpamitan kepada Amanda. "Aku pergi dulu. Sebaiknya kamu temani anak-anak."Amanda mengangguk. "Kalian istirahat di kamar Ibu ya!" perintah Amanda, "kalian tenang ya. Semua akan baik-baik saja."Keesokan harinya setelah kejadian mengerikan yang hampir merenggut nyawa kedua anaknya, Amanda berusaha
"Bagaimana keadaannya?" Tama juga penasaran dengan keadaan Sonya."Kakinya terluka parah, kemungkinan ia tidak akan bisa berjalan lagi," jawab Baron."Tapi kita tidak tahu keajaiban Tuhan," ucap Tama, "walau dia wanita yang jahat, tapi saya berharap dia akan baik-baik saja dan mendapat kesempatan untuk memperbaiki dirinya.""Dia itu wanita yang sangat jahat, wanita sepertinya tidak pantas hidup.""Dia itu manusia biasa sama seperti kita," ucap Tama. Sebelumnya ia menginginkan Sonya lenyap dari muka bumi ini, tapi setelah tahu masa lalu wanita itu, Tama merasa iba. "Sebenarnya dia hanya butuh perhatian dari orang yang benar-benar tulus mencintainya."Baron mendekatkan wajahnya pada Tama. "Apa kamu menyukai Sonya?" "Tentu saja tidak!" Tama menjawabnya dengan tegas."Ya tentu saja karena kamu mencintai Amanda." Baron berkata pelan, lalu tertawa."Bukan seperti itu," elak Tama, "walau bagaimanapun saya yang bertanggung jawab atas kondisinya saat ini.""Itu karena kamu tidak punya pilihan
Amanda merasa kegelisahan menekan dadanya. Sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sekarang nyata terjadi di hadapannya. Sejak tadi ia menunggu Tama menyatakan perasaannya, tapi setelah itu terjadi, Amanda malah merasa bingung.Amanda berbalik menghadap Tama, tapi ia tidak mengatakan apa pun. Ia tidak tahu harus berkata apa pada Tama.Tama, dengan wajahnya yang tegang tapi bersemangat, memandang Amanda dengan penuh harap. Ia duduk di tepian ranjang sambil menggenggam kedua tangan wanita yang sedang berdiri di hadapannya."Amanda, saya perlu bicara denganmu tentang sesuatu yang penting. Sesuatu yang telah lama tertahan dan sekarang saya tidak bisa menyimpannya lagi. Saya mencintaimu, Amanda. Benar-benar mencintaimu."Perkataan Tama membuat jantung Amanda hampir berhenti berdetak. Ia terkejut, adegan ini berlangsung sangat cepat baginya. Sebelumnya Amanda tidak pernah membayangkan bahwa Tama akan memiliki perasaan yang lebih dari sekadar persaudaraan. Ia merasakan kepanikan mendalam dalam
Tama duduk manis sambil disuapi Amanda di kamarnya. Tiba-tiba, ia melihat Pandu berdiri di depan kamarnya. Pandangannya bertemu dengan Pandu, mantan suami Amanda yang juga bosnya.Hati Tama langsung terasa tidak enak karena ia tahu sang bos masih mencintai Amanda. Walau mereka berpisah dengan banyak luka dan kesedihan di masa lalu. Namun, saat ini Tama sedang berada sangat dekat dengan mantan istri bosnya itu. 'Mungkin Amanda juga masih mempunyai perasaan cinta terhadap Bos Pandu. Saya bersalah telah lancang menyatakan cinta pada wanita yang sangat dicintai Bos Pandu. Saya harus menyatukan cinta mereka. Sudah saatnya Bos Pandu bahagia bersama keluarganya,' batin Tama.Tama memutuskan untuk menghadapinya dengan bijak. Ia akan memberi ruang untuk Amanda dan Pandu bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Meskipun harus mengorbankan perasaannya. Tama masih peduli dengan kebahagiaan sang bos dan anak-anaknya."Mas Tama, apa yang sedang terjadi?" Amanda khawatir karena Tama sejak tadi
"Kita bicarakan nanti saja," ucap Amanda pelan sambil menuntun tangan anaknya, "kita pergi sekarang!""Mari kita berangkat, anak-anak," kata Pandu dengan penuh semangat. Mereka berjalan keluar rumah, menghirup udara segar pagi hari. Pandu membuka pintu mobil dan membantu anak-anaknya masuk.Perjalanan menuju sekolah adalah saat yang berharga bagi Pandu. Ia menikmati momen ini untuk berbicara dengan anak-anaknya dan mendengarkan cerita-cerita seru mereka. Alana dan Alan bercerita tentang teman-temannya di sekolah.Pandu terlibat dalam percakapan hangat dengan anak-anaknya. Sementara itu, Amanda duduk di kursi penumpang depan, tersenyum melihat kebahagiaan anak-anak dan ayah kandungnya yang terlihat semakin akrab.Saat mereka mendekati sekolah, suasananya semakin hidup dengan riuhnya anak-anak yang berlarian dan berseru-seru. Pandu memarkir mobil di depan sekolah dan membuka pintu. Alana dan Alan keluar sambil membawa tas mereka dengan semangat.Pandu mengambil tangan kedua anaknya, mer
Keesokan paginya, Tama mulai kembali bekerja setelah libur beberapa hari pasca kecelakaan. Tama melihat jam di tangannya dan menyadari bahwa dia masih memiliki waktu cukup untuk menawarkan diri kepada Alan dan Alana untuk mengantar mereka pergi sekolah. "Apa kalian mau Ayah antar ke sekolah? Sepertinya Ayah Pandu tidak datang."Alan dan Alana saling pandang, lalu bersorak gembira. "Dengan senang hati, Ayah baik," ucap Alana sambil meraih tangan Tama. "Aku sangat merindukanmu Ayah.""Aku juga!" seru Alan, "kami sangat merindukan bermain bersama Ayah baik."Amanda hanya tersenyum melihat kedua anaknya begitu bahagia bisa diantar sekolah oleh Tama. Sudah beberapa minggu terakhir, Tama selalu menghindari kedua anak kembar itu. Kini kedua anaknya seperti menemukan kembali kebahagiaannya."Mari kita pergi!" seru Tama.Mereka berempat masuk ke dalam mobil, dan Tama mulai melajukan kendaraannya. Perjalanan menuju sekolah pun dimulai. Tama mengemudi dengan hati-hati, sementara Alan dan Alan
Pandu merasa tidak adil kalau ia menyetujui begitu saja usul Tama supaya ia kembali kepada Amanda. Dia tidak tahu apa yang Amanda dan anak-anaknya inginkan. Pandu berpikir kalau Amanda juga mencintai Tama karena selama ini asistennya itulah yang selalu ada untuk mereka."Alan, Alana, di antara aku dan Ayah baik, siapa yang kamu pilih untuk menjadi suami ibumu?" Pandu berusaha memberikan pertanyaan yang tidak terlalu rumit untuk anak-anaknya.Alan dan Alana duduk di ruang tamu bersama kedua orang tuanya. Mereka memandang satu sama lain dengan ekspresi bingung. Kini mereka dihadapkan situasi yang rumit dan telah menempatkannya di depan pilihan sulit yang harus mereka ambil. Pertanyaan sang ayah yang tiba-tiba, membuat mereka kebingungan.Alan memalingkan wajahnya ke arah Alana. Auranya penuh dengan ketidakpastian dan kekhawatiran. Alana menggenggam erat tangannya, memberikan dukungan yang dia butuhkan saat ini."Aku ingin Ayah baik yang menjadi ayahku," ucap Alana tanpa berpikir panjang