"Iya, aku juga hanya mau Paman baik yang menjadi ayah kita," kata Alana, "ayo Alan kita pergi makan es krim. Mungkin Paman baik sangat sibuk. Jadi, Paman Pandu yang menjemput kita.""Baiklah karena Paman Pandu Bos Paman baik kita, aku mau ikut dengannya," kata Alan."Paman, ayo!" Alana menarik tangan Pandu, hingga Pandu tersentak dari lamunannya."Baiklah, kita pamit dulu kepada penjaga keamanan sekolah ini." Pandu menghampiri penjaga keamanan sekolah sambil memegangi tangan kedua anak itu. "Pak, kami pulang dulu."Penjaga keamanan itu terdiam sejenak menatap Pandu dan Alan bergantian. Kemudian tersenyum, lalu berkata, "Hati-hati, Pak.""Iya, Pak. Terima kasih." Pandu tersenyum ramah, lalu melangkah pergi.'Ternyata Alan begitu mirip dengan ayahnya,' gumam penjaga keamanan itu sambil melambaikan tangannya kepada Alan dan Alana yang sudah masuk ke dalam mobil.Di sepanjang jalan, Pandu terus berbicara dan tertawa, menikmati momen kebersamaan bersama kedua anak itu. Pandu memarkirkan mo
"Paman!" Alana menepuk bahu Pandu yang terlihat sedang melamun. "Ayo kita makan es krim lagi!"Alan dan Alana sedang bersenang-senang, sedangkan Amanda sedang kalang kabut mencari mereka.Di kantor BARA Corporation, Tama sedang fokus pada pekerjaannya. Ketika ponselnya berdering terus-menerus, Tama tetap mengabaikannya."Saya harus segera menyelesaikan pekerjaan ini. Di rumah hanya ada Amanda dan Paman Nato, saya khawatir Nyonya Vena mengetahui tempat tinggal mereka," gumam Tama sambil meregangkan otot lehernya."Amanda ...jangan-jangan yang menelpon saya adalah dia?" Tama bergegas merogoh benda pipih yang ada di saku celananya. Dan benar saja, panggilan telepon itu dari Amanda."Halo, Amanda," sapa Tama dengan perasaan bersalah karena sejak tadi mengabaikan panggilan teleponnya."Apa Alan dan Alana bersamamu?" tanya Amanda tanpa basa-basi."Saya sedang di kantor, memangnya ada apa?" Tama menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kerjanya."Ya Tuhan ... kamu tidak membaca pesanku?""S
Setelah ditenangkan oleh Tama, Amanda terdiam. Ia masih memeluk erat tubuh kekar Tama. Pandu menatap Tama yang tengah memeluk mantan istrinya, Amanda. Napasnya terasa terhenti, hatinya dipenuhi dengan amarah dan kecemburuan. Dalam hati, ia berusaha menenangkan diri agar tidak membiarkan emosi menguasai sepenuhnya.Tama merasakan hadirnya Pandu dan segera melepaskan pelukannya dari Amanda. Ia melihat wajah Pandu yang terlihat sedang marah. "Maafkan saya, Bos. Saya hanya menenangkan Amanda."Pandu mencoba mengontrol emosinya dan dengan suara bergetar, ia berkata, "Aku butuh penjelasan, tolong jelaskan padaku apa yang sedang terjadi di antara kalian?"Tama tampak sedikit terkejut oleh pertanyaan Pandu. Ia berusaha menjaga ketenangannya, lalu tersenyum pahit sambil menatap mata Pandu. "Bos, saya hanya menenangkan Amanda supaya anak-anak tidak penasaran dengan apa yang terjadi di sini."Amarah Pandu sedikit mereda setelah mendengar penjelasan dari Tama, tetapi rasa kebingungannya masih be
Tama hanya diam saja saat Pandu memukulnya. Ia sadar kalau dirinya bersalah. Namun, tidak dengan Amanda. Ia berteriak histeris saat Tama dipukul oleh mantan suaminya.Namun, ketika Amanda ingin memisahkan mereka, Pandu memeluk Tama sambil mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga anak-anaknya. Amanda mengurungkan niatnya untuk melerai kedua pria itu. Kemudian ia pergi untuk mengambil kotak obat.Di waktu yang sama, Alan dan Alana berlari keluar saat mendengar teriakan ibunya. Beruntung mereka tidak melihat saat Pandu memukul Tama. Kedua anak itu sangat mengkhawatirkan ibunya.Paman Nato mencegah mereka untuk menghampiri orang tuanya. Lalu, membawa mereka ke kamarnya yang berada di belakang rumah itu. Tempat yang biasa dipakai oleh Baron supaya mereka tidak mendengar pertengkaran orang tuanya."Paman, kenapa Ibu menangis? Apa karena Paman Pandu membawa kami tanpa izin?" tanya Alana sambil terisak.Lelaki tua yang dipanggil Paman Nato, berjongkok di hadapan kedua anak itu. Lalu, ber
Amanda duduk di samping Tama dan berhadapan dengan Pandu. Ia menatap laki-laki yang dulu sangat ia cintai dengan tatapan yang sulit diartikan. Melihat wajah mantan suaminya membuat lukanya basah lagi. Amanda tidak bisa menyembunyikan kebenciannya pada Pandu."Sebaiknya kalian bicarakan masalah ini dengan baik-baik. Ingat! Di rumah ini ada Alan dan Alana. Jangan sampai mereka melihat kalian bertengkar." Tama bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Amanda dan Pandu. Ia berharap masalah mereka bisa diselesaikan dengan baik-baik.Pandu duduk gelisah di depan Amanda. Sudah enam tahun sejak mereka bercerai, dan setiap kali memikirkan anak mereka yang terus tumbuh tanpa kehadirannya, hatinya terasa hancur. Dia sadar telah membuat banyak kesalahan dalam pernikahan mereka, tetapi kali ini dia akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik.Jantungnya terasa berdetak lebih cepat ketika melihat tatapan tak bersahabat dari mantan istrinya. Pandu menarik napas panjang untuk menenangkan dirin
Amanda merasa hatinya terasa berat saat dia berada di ruang tamu bersama laki-laki yang dulu sangat ia cintai. Suasana yang biasanya dipenuhi tawa dan canda mereka berdua kini berubah menjadi hening dan tegang. Pandu duduk di sofa dengan pandangan yang penuh harap, sedangkan Amanda berdiri di depannya dengan tatapan serius."Amanda, tolong maafkan aku," pintanya dengan suara lembut. "Aku sadar telah membuat kesalahan besar dan sekarang menyesalinya. Aku berjanji akan berubah dan memperbaiki segalanya."Pandu sangat menyesali perbuatannya, dan tanpa henti meminta kesempatan kedua kepada mantan istrinya. Namun, pintu hati Amanda sudah ditutup rapat oleh luka yang ditorehkan Pandu. Semanis apa pun ucapan mantan suaminya, ia tetap tidak mau kembali ke masa lalu.Amanda menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia tahu bahwa keputusan yang akan dia ambil akan berdampak besar pada kedua belah pihak, terutama anak-anak mereka. Namun, dia merasa bahwa ini adalah pilihan
Hari itu, sinar mentari pagi mulai menerobos jendela kamar si Kembar. Mereka membuka mata dengan lambat, masih merasakan kantuk yang menghinggapi tubuh. Pagi yang cerah dan segar, memberikan harapan baru untuk memulai hari yang menyenangkan di sekolah. Alan dan Alana bersiap-siap dengan cepat, tahu bahwa mereka harus berangkat tepat waktu agar tidak terlambat.Alan dan Alana berjalan keluar dari kamarnya. Ketika memasuki ruang tamu, mereka terkejut melihat Pandu tertidur lelap di sofa."Kenapa Paman Pandu tidur di sini?" ucap Alan pelan agar suaranya tidak membangunkan Pandu.Alana memandangi Pandu dengan rasa prihatin. Dia tidak ingin meninggalkan Pandu dalam keadaan tertidur, tetapi mereka juga tidak bisa terlambat ke sekolah. Setelah berpikir sejenak, Alana mengusulkan ide."Bagaimana kalau kita mencoba membangunkan Paman dengan lembut? Mungkin dia akan terbangun jika kita memanggil dengan pelan di telinganya," saran Alana.Alan setuju dengan ide itu. Dia berjongkok di samping Pand
Alan dan Alana menatap satu sama lain, ketegangan terlihat di wajah mereka. Mereka masih duduk walau mobil yang ditumpanginya sudah berhenti di depan sekolahnya."Kenapa kami harus memanggil ayah kepada Paman Pandu?" tanya Alan.Alana hanya diam saja. Ini bukan pertama kalinya ia diminta untuk memanggil Pandu dengan sebutan Ayah. Namun, kali ini, Tama yang memintanya bukan Pandu sendiri.Tama, orang terdekat mereka sejak kecil, turun dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Alan dan Alana. "Keluarlah! Kita bicarakan lagi nanti, setelah pulang sekolah."Alan turun dari mobil, lalu menatap Tama. "Paman, aku menghargai hubunganmu dengan Paman Pandu, tapi aku tidak bisa memaksa diriku memanggilnya ayah. Bagiku, hanya ada satu ayah, yaitu kamu, Paman baik. Posisimu di hatiku tidak akan bisa tergantikan."Alana menambahkan dengan tegas, "Sama seperti Alan, aku juga tidak bisa memanggilnya ayah. Bagiku, ayah hanya ada satu, dan tidak ada yang bisa mengambil tempatnya. Paman baiklah ayah
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony