Tama hanya diam saja saat Pandu memukulnya. Ia sadar kalau dirinya bersalah. Namun, tidak dengan Amanda. Ia berteriak histeris saat Tama dipukul oleh mantan suaminya.Namun, ketika Amanda ingin memisahkan mereka, Pandu memeluk Tama sambil mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga anak-anaknya. Amanda mengurungkan niatnya untuk melerai kedua pria itu. Kemudian ia pergi untuk mengambil kotak obat.Di waktu yang sama, Alan dan Alana berlari keluar saat mendengar teriakan ibunya. Beruntung mereka tidak melihat saat Pandu memukul Tama. Kedua anak itu sangat mengkhawatirkan ibunya.Paman Nato mencegah mereka untuk menghampiri orang tuanya. Lalu, membawa mereka ke kamarnya yang berada di belakang rumah itu. Tempat yang biasa dipakai oleh Baron supaya mereka tidak mendengar pertengkaran orang tuanya."Paman, kenapa Ibu menangis? Apa karena Paman Pandu membawa kami tanpa izin?" tanya Alana sambil terisak.Lelaki tua yang dipanggil Paman Nato, berjongkok di hadapan kedua anak itu. Lalu, ber
Amanda duduk di samping Tama dan berhadapan dengan Pandu. Ia menatap laki-laki yang dulu sangat ia cintai dengan tatapan yang sulit diartikan. Melihat wajah mantan suaminya membuat lukanya basah lagi. Amanda tidak bisa menyembunyikan kebenciannya pada Pandu."Sebaiknya kalian bicarakan masalah ini dengan baik-baik. Ingat! Di rumah ini ada Alan dan Alana. Jangan sampai mereka melihat kalian bertengkar." Tama bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Amanda dan Pandu. Ia berharap masalah mereka bisa diselesaikan dengan baik-baik.Pandu duduk gelisah di depan Amanda. Sudah enam tahun sejak mereka bercerai, dan setiap kali memikirkan anak mereka yang terus tumbuh tanpa kehadirannya, hatinya terasa hancur. Dia sadar telah membuat banyak kesalahan dalam pernikahan mereka, tetapi kali ini dia akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik.Jantungnya terasa berdetak lebih cepat ketika melihat tatapan tak bersahabat dari mantan istrinya. Pandu menarik napas panjang untuk menenangkan dirin
Amanda merasa hatinya terasa berat saat dia berada di ruang tamu bersama laki-laki yang dulu sangat ia cintai. Suasana yang biasanya dipenuhi tawa dan canda mereka berdua kini berubah menjadi hening dan tegang. Pandu duduk di sofa dengan pandangan yang penuh harap, sedangkan Amanda berdiri di depannya dengan tatapan serius."Amanda, tolong maafkan aku," pintanya dengan suara lembut. "Aku sadar telah membuat kesalahan besar dan sekarang menyesalinya. Aku berjanji akan berubah dan memperbaiki segalanya."Pandu sangat menyesali perbuatannya, dan tanpa henti meminta kesempatan kedua kepada mantan istrinya. Namun, pintu hati Amanda sudah ditutup rapat oleh luka yang ditorehkan Pandu. Semanis apa pun ucapan mantan suaminya, ia tetap tidak mau kembali ke masa lalu.Amanda menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia tahu bahwa keputusan yang akan dia ambil akan berdampak besar pada kedua belah pihak, terutama anak-anak mereka. Namun, dia merasa bahwa ini adalah pilihan
Hari itu, sinar mentari pagi mulai menerobos jendela kamar si Kembar. Mereka membuka mata dengan lambat, masih merasakan kantuk yang menghinggapi tubuh. Pagi yang cerah dan segar, memberikan harapan baru untuk memulai hari yang menyenangkan di sekolah. Alan dan Alana bersiap-siap dengan cepat, tahu bahwa mereka harus berangkat tepat waktu agar tidak terlambat.Alan dan Alana berjalan keluar dari kamarnya. Ketika memasuki ruang tamu, mereka terkejut melihat Pandu tertidur lelap di sofa."Kenapa Paman Pandu tidur di sini?" ucap Alan pelan agar suaranya tidak membangunkan Pandu.Alana memandangi Pandu dengan rasa prihatin. Dia tidak ingin meninggalkan Pandu dalam keadaan tertidur, tetapi mereka juga tidak bisa terlambat ke sekolah. Setelah berpikir sejenak, Alana mengusulkan ide."Bagaimana kalau kita mencoba membangunkan Paman dengan lembut? Mungkin dia akan terbangun jika kita memanggil dengan pelan di telinganya," saran Alana.Alan setuju dengan ide itu. Dia berjongkok di samping Pand
Alan dan Alana menatap satu sama lain, ketegangan terlihat di wajah mereka. Mereka masih duduk walau mobil yang ditumpanginya sudah berhenti di depan sekolahnya."Kenapa kami harus memanggil ayah kepada Paman Pandu?" tanya Alan.Alana hanya diam saja. Ini bukan pertama kalinya ia diminta untuk memanggil Pandu dengan sebutan Ayah. Namun, kali ini, Tama yang memintanya bukan Pandu sendiri.Tama, orang terdekat mereka sejak kecil, turun dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Alan dan Alana. "Keluarlah! Kita bicarakan lagi nanti, setelah pulang sekolah."Alan turun dari mobil, lalu menatap Tama. "Paman, aku menghargai hubunganmu dengan Paman Pandu, tapi aku tidak bisa memaksa diriku memanggilnya ayah. Bagiku, hanya ada satu ayah, yaitu kamu, Paman baik. Posisimu di hatiku tidak akan bisa tergantikan."Alana menambahkan dengan tegas, "Sama seperti Alan, aku juga tidak bisa memanggilnya ayah. Bagiku, ayah hanya ada satu, dan tidak ada yang bisa mengambil tempatnya. Paman baiklah ayah
"Kalau tidak suka, jangan dimakan!" Amanda melihat makanan di piring Pandu masih banyak saat ia kembali ke meja makan."Aku bukan tidak suka, tapi sedang menikmati masakan kamu. Setelah lima tahun kita berpisah, baru kali ini aku makan masakan kamu lagi." Pandu menatap mantan istrinya dengan mulut yang penuh makanan."Apa aku bilang," gumam Bella dengan sangat pelan sambil menahan senyum melihat Pandu yang terlihat seperti seorang anak yang dimarahi ibunya karena tidak menghabiskan makanannya.Bella berpikir kalau Amanda masih mencintai mantan suaminya, tapi perlakuan kejam sang mantan membuat wanita itu terlihat kasar. Namun, dalam kebencian itu Amanda masih baik dan perhatian kepada Pandu."Bukan lima tahun, tapi sebentar lagi genap tujuh tahun kita berpisah!" Amanda menegaskan. "Anak kita sudah masuk sekolah dasar, sekarang usianya sudah enam tahun." Amanda berbicara dengan sangat kasar membuat Bella terkejut.Bella belum pernah melihat Amanda berbicara kasar seperti itu jika sedan
Alan dan Alana menatap Amanda dengan tatapan penuh kebingungan. Mereka tidak tahu bagaimana harus merespons pernyataan tak terduga itu."Alan, Lana, kenapa kalian diam saja?" tanya Amanda, "kalian dengar yang Ibu bicarakan tadi kan?""Aku berharap ini hanya mimpi," ucap Alana pelan sambil menunduk."Ibu tahu ini mungkin sulit dipahami dan mengejutkan kalian, tapi Ibu berpikir kalian berhak tahu, siapa ayah kandung kalian."Terdengar isakan tangis dari Alana, sementara Alan tetap diam dengan raut wajah penuh kebingungan.Tama merangkul bahu Alan dan Alana dan memberikan kecupan di kepala mereka. "Kenapa kalian diam saja? Sapa ayahmu!" perintah Tama.Alan dan Alana menoleh pada Tama, lalu menatap ibunya. "Dia itu ayah kami?" tanya Alana sambil menunjuk laki-laki yang duduk di hadapannya.Tersenyum getir, Amanda menjawab, "Ya. Dia adalah ayah kandung kalian."Alan masih bingung, tetapi ia mencoba mengerti. "Paman Pandu adalah ayahku dan Alana?" Alan kembali menegaskan sekali lagi. Ia ber
"Iya, aku cuma mau tinggal bersama Ibu dan Paman baik," jawab Alana, "walau rumah Paman Pandu lebih bagus, tapi aku lebih nyaman di sini bersama keluargaku."Pandu merasa sakit hati saat mendengar ucapan anaknya yang lebih memilih tinggal bersama Tama daripada dirinya, tapi menurutnya wajar saja karena Tama yang selalu ada untuk Alan dan Alana sejak dulu.Alan dan Alana akhirnya mau menerima kenyataan bahwa Pandu adalah ayah kandung mereka. Meskipun mereka sudah mengetahui kebenaran, mereka tidak ingin tinggal dengan Pandu. Alan dan Alana menatap Pandu dengan penuh keraguan dan kebingungan. Di hadapan mereka, Pandu, seorang pria yang baru saja diketahui sebagai ayah kandungnya juga sedang menatapnya. Ketegangan dalam keheningan sangat terasa di antara anak dan ayah itu."Ayah mengerti betapa sulitnya menerima kenyataan ini," ujar Pandu dengan suara lembut, mencoba memecah keheningan yang memenuhi ruangan."Aku tidak tahu apa yang harus aku rasakan sekarang," ujar Alana dengan suara y