"Kalau tidak suka, jangan dimakan!" Amanda melihat makanan di piring Pandu masih banyak saat ia kembali ke meja makan."Aku bukan tidak suka, tapi sedang menikmati masakan kamu. Setelah lima tahun kita berpisah, baru kali ini aku makan masakan kamu lagi." Pandu menatap mantan istrinya dengan mulut yang penuh makanan."Apa aku bilang," gumam Bella dengan sangat pelan sambil menahan senyum melihat Pandu yang terlihat seperti seorang anak yang dimarahi ibunya karena tidak menghabiskan makanannya.Bella berpikir kalau Amanda masih mencintai mantan suaminya, tapi perlakuan kejam sang mantan membuat wanita itu terlihat kasar. Namun, dalam kebencian itu Amanda masih baik dan perhatian kepada Pandu."Bukan lima tahun, tapi sebentar lagi genap tujuh tahun kita berpisah!" Amanda menegaskan. "Anak kita sudah masuk sekolah dasar, sekarang usianya sudah enam tahun." Amanda berbicara dengan sangat kasar membuat Bella terkejut.Bella belum pernah melihat Amanda berbicara kasar seperti itu jika sedan
Alan dan Alana menatap Amanda dengan tatapan penuh kebingungan. Mereka tidak tahu bagaimana harus merespons pernyataan tak terduga itu."Alan, Lana, kenapa kalian diam saja?" tanya Amanda, "kalian dengar yang Ibu bicarakan tadi kan?""Aku berharap ini hanya mimpi," ucap Alana pelan sambil menunduk."Ibu tahu ini mungkin sulit dipahami dan mengejutkan kalian, tapi Ibu berpikir kalian berhak tahu, siapa ayah kandung kalian."Terdengar isakan tangis dari Alana, sementara Alan tetap diam dengan raut wajah penuh kebingungan.Tama merangkul bahu Alan dan Alana dan memberikan kecupan di kepala mereka. "Kenapa kalian diam saja? Sapa ayahmu!" perintah Tama.Alan dan Alana menoleh pada Tama, lalu menatap ibunya. "Dia itu ayah kami?" tanya Alana sambil menunjuk laki-laki yang duduk di hadapannya.Tersenyum getir, Amanda menjawab, "Ya. Dia adalah ayah kandung kalian."Alan masih bingung, tetapi ia mencoba mengerti. "Paman Pandu adalah ayahku dan Alana?" Alan kembali menegaskan sekali lagi. Ia ber
"Iya, aku cuma mau tinggal bersama Ibu dan Paman baik," jawab Alana, "walau rumah Paman Pandu lebih bagus, tapi aku lebih nyaman di sini bersama keluargaku."Pandu merasa sakit hati saat mendengar ucapan anaknya yang lebih memilih tinggal bersama Tama daripada dirinya, tapi menurutnya wajar saja karena Tama yang selalu ada untuk Alan dan Alana sejak dulu.Alan dan Alana akhirnya mau menerima kenyataan bahwa Pandu adalah ayah kandung mereka. Meskipun mereka sudah mengetahui kebenaran, mereka tidak ingin tinggal dengan Pandu. Alan dan Alana menatap Pandu dengan penuh keraguan dan kebingungan. Di hadapan mereka, Pandu, seorang pria yang baru saja diketahui sebagai ayah kandungnya juga sedang menatapnya. Ketegangan dalam keheningan sangat terasa di antara anak dan ayah itu."Ayah mengerti betapa sulitnya menerima kenyataan ini," ujar Pandu dengan suara lembut, mencoba memecah keheningan yang memenuhi ruangan."Aku tidak tahu apa yang harus aku rasakan sekarang," ujar Alana dengan suara y
Setelah melewati proses yang cukup rumit, akhirnya Tama bisa membawa Baron pulang. Ia melangkah pelan di samping Baron menuju pintu keluar rumah sakit. Hatinya berdebar-debar ketika ia akan membawa pulang paksa Baron, sahabatnya yang baru saja pulih dari kecelakaan parah. Sebenarnya ia khawatir Baron belum sembuh total."Setelah kita sampai di ibukota, saya akan membawamu kembali ke rumah sakit." Tama menoleh pada Baron sambil terus berjalan menuju mobilnya."Saya sudah sembuh, Tam," sahut Baron, "sebenarnya, besok juga sudah diperbolehkan pulang, tapi kamunya saja yang tidak sabaran, ingin mengajak saya pulang hari ini dengan paksa.""Saya tidak mungkin meninggalkan kalian di sini. Bella tidak mengenal siapa pun di sini selain kami. Lagi pula dia sedang hamil tua.""Tuhan sangat baik kepada saya. Masih mengizinkan untuk berkumpul dengan kalian, dan menyambut kehadiran anak kedua saya."Tama menepuk-nepuk pelan bahu Baron. "Kamu orang baik, pasti diberikan perlindungan oleh-Nya.""Tam
Tama berjalan dengan cepat menuju ruang kerja Pandu setelah mendengar keributan di koridor. Suara marah yang memenuhi udara membuatnya khawatir akan situasi yang sedang terjadi di dalam. Ketika ia tiba di depan pintu, ia melihat Nyonya Vena, ibu dari bosnya, berdiri dengan wajah yang merah padam dan penuh amarah."Apa yang sedang terjadi di sini?" pikir Tama sambil mencoba memahami situasi yang ada. Kehadiran wanita itu di ruang kerja Pandu dengan wajah yang penuh kemarahan menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.Tama memasuki ruangan dengan hati-hati, mencoba untuk tidak memperburuk situasi yang sedang tegang. Ia khawatir bosnya marah besar setelah tahu kebusukan ibunya sendiri."Ibu sudah katakan padamu, jangan pernah berhubungan lagi dengan Amanda! Dia itu bukan wanita baik-baik, Ibu tidak mau dia menjadi bagian dari keluarga kita lagi."Pandu duduk di belakang meja, tampak terkejut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tampak jelas bahwa kehadiran mantan istrinya telah memicu
Nyonya Vena terkejut mendengar pengakuan Tama. Dadanya berdegup kencang, dan matanya membulat karena kebingungan dan ketakutan kalau apa yang dikatakan Tama adalah benar. Ia mencoba memahami kata-kata asisten anaknya, tetapi sulit baginya untuk menerima kenyataan yang begitu pahit ini."Cucuku? Bagaimana mungkin?" tanya Nyonya Vena, suaranya serak.Tama menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu, ketika Amanda diusir dari rumah keluarga Bagaskara. "Waktu Amanda diusir dari rumah, saya ajak dia pulang karena kasihan melihat kondisinya yang terlihat lemah." Tama menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Saya membawanya berobat, dan ternyata Amanda sedang hamil, tapi ia memohon kepada saya untuk tidak memberitahukan tentang kehamilannya kepada Anda dan Bos Pandu.""Kenapa kamu begitu patuh padanya? Yang membayar kamu itu bukan Amanda, tapi anakku." Nyonya Vena marah kepada Tama atas tindakannya yang lebih membela Amanda."Amanda berpikir kalau Anda dan Bos Pandu tidak akan percaya
"Apa maksudmu, Sonya?" Nyonya Vena terkejut mendengar pengakuan Sonya. "Apa salah keluargaku, hingga kamu ingin menghancurkannya?"Nyonya Sonya tidak habis pikir dengan wanita yang ada di hadapannya. Calon menantu yang selalu ia banggakan ternyata mempunyai rencana jahat untuk keluarganya.Sonya menegakkan kepalanya untuk melihat reaksi wajah Nyonya Vena. "Aku melakukannya karena sakit hati atas perlakuan Tante yang merendahkan dan menghinaku beberapa tahun lalu."Nyonya Vena mengernyitkan keningnya, mencoba memahami apa yang Sonya katakan. Dia merenung sejenak, mencoba mengingat kejadian di masa lalu sambil menatap lekat-lekat wajah Sonya."Tante ingat? Beberapa tahun lalu, ada seorang anak bersama ibunya meminta makanan ke sini dan bukannya memberi, tapi Anda malah menghina dan mendorong wanita lemah dan sakit-sakitan itu hingga terjatuh?"Sonya merasa sesak jika teringat kenangan di masa lalunya ketika ia masih hidup susah. Wanita yang ada di hadapannya adalah penyebab kematian ibu
Nyonya Vena mengantar Sonya ke kamar tamu. Walau Sonya telah memanfaatkannya, tapi ia akan berusaha memaafkan untuk menebus kesalahannya."Kamu istirahat saja. Kalau butuh sesuatu, panggil Tante!" Sonya berjalan mondar-mandir di dalam kamar setelah Nyonya Vena pergi. Ia gelisah memikirkan nasib perusahaan setelah video asusila dengan sang ayah muncul ke publik."Bagaimana dengan perusahaan Ayah? Apa Ayah bisa mengatasi semuanya?" Presiden Direktur perusahaan, Tuan Mahawira, yang sebelumnya dianggap sebagai sosok yang berwibawa dan sukses, kini terjerat dalam sebuah kasus yang sangat kontroversial. Sebuah video asusila yang diduga melibatkan Mahawira dengan anak angkatnya telah beredar luas di media sosial dan menjadi sorotan publik. Skandal ini telah mencoreng reputasi Mahawira Group. Seorang konglomerat besar yang bertahun-tahun membangun citra keberhasilan dan integritas, kini hancur dalam hitungan detik.Sementara, CEO Bara Corporation, Pandu Bagaskara, tersenyum puas melihat be