"Apa maksudmu, Sonya?" Nyonya Vena terkejut mendengar pengakuan Sonya. "Apa salah keluargaku, hingga kamu ingin menghancurkannya?"Nyonya Sonya tidak habis pikir dengan wanita yang ada di hadapannya. Calon menantu yang selalu ia banggakan ternyata mempunyai rencana jahat untuk keluarganya.Sonya menegakkan kepalanya untuk melihat reaksi wajah Nyonya Vena. "Aku melakukannya karena sakit hati atas perlakuan Tante yang merendahkan dan menghinaku beberapa tahun lalu."Nyonya Vena mengernyitkan keningnya, mencoba memahami apa yang Sonya katakan. Dia merenung sejenak, mencoba mengingat kejadian di masa lalu sambil menatap lekat-lekat wajah Sonya."Tante ingat? Beberapa tahun lalu, ada seorang anak bersama ibunya meminta makanan ke sini dan bukannya memberi, tapi Anda malah menghina dan mendorong wanita lemah dan sakit-sakitan itu hingga terjatuh?"Sonya merasa sesak jika teringat kenangan di masa lalunya ketika ia masih hidup susah. Wanita yang ada di hadapannya adalah penyebab kematian ibu
Nyonya Vena mengantar Sonya ke kamar tamu. Walau Sonya telah memanfaatkannya, tapi ia akan berusaha memaafkan untuk menebus kesalahannya."Kamu istirahat saja. Kalau butuh sesuatu, panggil Tante!" Sonya berjalan mondar-mandir di dalam kamar setelah Nyonya Vena pergi. Ia gelisah memikirkan nasib perusahaan setelah video asusila dengan sang ayah muncul ke publik."Bagaimana dengan perusahaan Ayah? Apa Ayah bisa mengatasi semuanya?" Presiden Direktur perusahaan, Tuan Mahawira, yang sebelumnya dianggap sebagai sosok yang berwibawa dan sukses, kini terjerat dalam sebuah kasus yang sangat kontroversial. Sebuah video asusila yang diduga melibatkan Mahawira dengan anak angkatnya telah beredar luas di media sosial dan menjadi sorotan publik. Skandal ini telah mencoreng reputasi Mahawira Group. Seorang konglomerat besar yang bertahun-tahun membangun citra keberhasilan dan integritas, kini hancur dalam hitungan detik.Sementara, CEO Bara Corporation, Pandu Bagaskara, tersenyum puas melihat be
"Tuan Mahawira tidak mengakui tentang video itu," ucap Tama sambil menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan Presiden Direktur Mahawira Group sedang melakukan konferensi pers, "dia mengatakan kalau Sonya adalah anak kandungnya.""Kumpulkan bukti kalau video asusila dirinya dan Sonya itu memang asli dan Sonya bukan anak kandung Mahawira!" perintah Pandu, "jika itu terbukti, Mahawira Group akan segera tamat.""Siap, Bos!" Pandu menyuruh orang kepercayaannya untuk mengumpulkan bukti kalau Sonya adalah anak angkat Mahawira. Ia juga menyuruh pakar telematika untuk memberikan tanggapan tentang video asusila Presiden direktur perusahaan pesaingnya."Bos, apa Anda ingin semua bukti kebohongan Tuan Mahawira di-publish hari ini?" Tama menyerahkan bukti tentang identitas orang tua kandung Sonya."Tunggu sebentar! Ayah menelpon." Pandu menunjukkan layar ponselnya kepada Tama. Kemudian menjawab panggilan telepon dari ayahnya."Halo, Ayah. Apa kabarmu di sana?" "Ayah baik-baik saja," jawab Bag
Hari itu, Mahawira duduk di depan komputer, matanya menatap layar dengan perasaan tak percaya. Video itu, video yang mencemarkan namanya dan mencemari hubungannya dengan anak angkatnya, telah menjadi viral di media sosial. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan gemetar yang mulai merayapi tubuhnya. Mahawira adalah seorang pria yang dihormati di komunitasnya. Dia adalah orang yang baik dan penyayang, yang telah mengadopsi seorang anak jalanan bernama Sonya, beberapa tahun yang lalu. Namun, video panasnya dengan sang putri telah menghancurkan segalanya dalam sekejap mata. "Saya harus mencari tahu," gumam Mahawira, mengepalkan tangannya dengan tekad. "Saya harus tahu siapa yang telah menyebarkan video ini." Dia mulai dengan mencoba mencari tahu asal-usul video tersebut. Menghabiskan berjam-jam di depan komputer, memeriksa metadata, mencari petunjuk apa pun yang bisa membantunya menyelesaikan misteri ini. Dia bahkan meminta bantuan seorang hacker untuk melacak jejak digital vi
Setelah pulang dari kantor Mahawira Group, Pandu dan Tama segera kembali ke kantor Bara Corporation. Mereka dikejutkan dengan keberadaan Bagaskara di ruang kerja Pandu."Sejak kapan Ayah datang?" tanya Pandu, lalu duduk di hadapan sang ayah, begitupun dengan Tama. "Aku baru saja sampai.""Bukankah Ayah bilang pekerjaan di sana sangat banyak?""Aku ingin segera bertemu dengan cucu-cucuku. Jadi, aku menyelesaikan pekerjaan lebih cepat." Bagaskara menjawab dengan sinis. "Sepertinya kamu tidak suka, Ayah pulang? Bukankah kemarin kamu sendiri yang menyuruhku cepat pulang?""Maaf, aku lupa," jawab Pandu sambil tersenyum, "tapi Ayah tidak bisa menemui mereka sekarang. Aku harus meminta izin dulu pada Amanda.""Apa Amanda masih membenci keluarga kita?" Bagaskara membuka jasnya, lalu menaruhnya dilengan sofa. "Biar aku saja yang bicara padanya. Aku juga ingin minta maaf pada menantuku.""Dia bukan menantumu lagi, Ayah.""Aku menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa waktu itu." Bagaskara men
Amanda menatap Pandu dengan ekspresi campur aduk antara keheranan dan kecurigaan. "Apa yang ingin kamu katakan?"Pandu menjawab dengan hati-hati, "Amanda, aku tahu bahwa masa lalu kita penuh dengan luka dan pahit, tapi aku mohon padamu untuk bisa memaafkan ayahku.""Apa maksudmu? Kenapa aku harus memaafkan ayahmu?" tanya Amanda, "kalau dia merasa punya salah, kenapa dia tidak datang sendiri padaku untuk meminta maaf.""Ayah juga menginginkan seperti itu, tapi aku melarang. Aku khawatir kedatangan ayahku membuat kamu tidak nyaman." Pandu menatap wanita cantik yang dulu begitu lembut, tapi kini selalu berkata kasar padanya. "Sebenarnya Ayah ingin bertemu dengan Alan dan Alana, tapi aku tidak berhak mengizinkannya tanpa sepengetahuan kamu.""Ya tentu saja kamu tidak mempunyai hak atas kedua anakku." "Aku tahu, karena itulah aku meminta izinmu terlebih dulu.""Walau itu, memang ayahmu tidak membelaku, tapi aku tidak membencinya. Aku hargai dia karena tidak turut campur dengan permasalaha
"Apa yang kalian bicarakan?" Alan menatap Ayah dan ibunya secara bergantian."Ayahku ingin bertemu dengan kalian," kata Pandu, "apa kalian bersedia bertemu dengannya?"Pandu sadar akan kesalahan dia dan keluarganya yang membuat Alan dan Alana sulit menerima kehadirannya. Namun, perlahan ia akan mengenalkan mereka kepada keluarga besarnya karena anak kembar itu adalah pewaris keluarga Bagaskara."Ayahmu?" Alan mengerutkan keningnya. "Siapa dia?""Dia itu kakekmu," jawab Pandu sambil tersenyum, "kalau kalian tidak keberatan, kalian bisa memanggilnya Kakek.""Apa aku mempunyai saudara lain yang belum aku ketahui?" Alana menatap ibunya. "Apa aku perlu mengenal mereka?"Selama ini mereka tidak pernah mengira mempunyai keluarga selain kelurga Tama yang mereka kenal sejak kecil."Maafkan Ayah. Ini semua karena kesalahan Ayah," ucap Pandu pelan, "jika kalian tidak mau mengenal atau bertemu dengan Kakek, Ayah tidak akan memaksa." Pandu tersenyum, walau ia terluka mendengar pertanyaan anaknya.
Amanda duduk di depan mantan suaminya, Pandu. Setiap detik terasa seperti sebuah beban berat yang menekan dadanya. Sudah beberapa tahun sejak mereka bercerai, tapi kenangan akan masa lalu yang penuh rasa sakit masih menghantui Pikirannya."Maafkan aku, Amanda. Aku benar-benar menyesali perbuatanku." Penyesalan akan perbuatan jahat pada sang istri masih menghantuinya. Apalagi bukan hanya menelantarkan wanita yang dicintainya, tapi ia juga menelantarkan anak-anaknya.Pandu menghirup napas dalam-dalam sambil mengumpulkan keberanian yang ia miliki. Rasanya tidak cukup hanya sekali meminta maaf kepada Amanda atas semua kesalahan dan kesakitan yang pernah ia berikan. Merasa gugup, namun teguh dengan tekad, Pandu menatap mantan istrinya lekat-lekat."Amanda, aku bersedia melakukan apa pun, asalkan kamu mau memaafkanku. Mungkin perbuatanku terlalu menyakitkanmu, tapi aku tidak akan pernah bosan untuk mengharap maaf darimu."Amanda tampak belum sepenuhnya memaafkan Pandu, tetapi ia akan member
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony