Amanda duduk di ruang keluarga, dengan anak kembarnya, Alan dan Alana duduk di sebelahnya. Wajah mereka terlihat cemas dan penuh tanya. Ayah mereka, Tama, telah pergi ke luar negeri tanpa memberikan penjelasan padanya. Amanda tahu bahwa saatnya untuk memberikan penjelasan yang mereka butuhkan."Ayah kalian pergi ke luar negeri karena ada pekerjaan yang mendesak," kata Amanda dengan penuh kelembutan. "Dia harus bertugas di negara lain untuk beberapa waktu, tapi jangan khawatir, Ayah akan segera kembali."Alana mendongak, matanya berkaca-kaca. "Tapi, mengapa Ayah tidak memberitahu kami sebelum pergi?" tanyanya dengan suara lirih.Amanda merasa berat hati melihat putrinya yang sedih. Dia memegang tangan Alana dengan lembut dan menjawab, "Ayahmu tidak ingin kalian khawatir. Dia tahu bahwa pergi ke luar negeri akan mempengaruhi kalian, jadi dia memutuskan untuk tidak memberi tahu kalian.""Kapan Ayah pergi? Apa dia sudah tidak menyayangi kami lagi?" Alan tertunduk."Aku merindukan Ayah," k
Alan dan Alana berdiri di hadapan sang kakek. Mereka masih merasa sedikit gugup, karena ini adalah pertama kalinya bertemu dengan Kakek Bagaskara. Meskipun demikian, mereka telah sepakat untuk dengan tulus menyebutnya "kakek" sejak awal pertemuan."Iya, Kakek. Kami bersedia memanggilmu kakek," sahut Alana sambil tersenyum."Itu benar," timpal Alan, "kami bahagia memiliki seorang kakek.""Terima kasih cucuku," kata kakek Bagaskara dengan suara serak sambil menitikkan air mata.Tangis haru tak terbendung meluncur dari matanya. Dia merasa begitu terharu saat kedua cucunya menerima dirinya dengan baik. Alan dan Alana, adalah anak kembar yang begitu baik dan sopan.Tanpa ragu, Kakek Bagaskara meraih mereka dalam pelukannya. Dia merasa kehangatan dan kelembutan yang luar biasa dari tubuh kecil cucu-cucunya. Air mata kebahagiaan terus mengalir dari matanya, mencuci rasa rindu yang telah dia simpan selama bertahun-tahun."Kakek ...." Alana melepas pelukannya, lalu menyeka air mata yang membas
Setelah beberapa minggu berlalu, sejak Tama memutuskan untuk pergi ke luar negeri. Tak ada kabar dari Tama sejak kepergiannya, meninggalkan rasa kekhawatiran dan kecemasan di hati orang-orang terdekatnya. Terutama, Alan dan Alana."Ibu, apa ada kabar dari Ayah baik?" Alan bertanya pada ibunya setelah mereka selesai makan. "Aku rindu dia, ini sudah lama sejak dia pergi, belum ada kabar sama sekali.""Aku juga merindukannya," timpal Alana, "Aku ingin berbicara dengannya. Sebentar juga tidak apa-apa.""Ibu tidak tahu," jawab Amanda, "mungkin cuaca di sana sedang buruk. Jadi, Ayah baik belum bisa menghubungi kita." Amanda hanya menerka apa yang terjadi di sana supaya Alan dan Alana tidak mengira yang tidak-tidak tentang Tama.Sejujurnya Amanda juga khawatir tentang keadaan Tama. Ia sudah berusaha menghubunginya, tapi nomor teleponnya tidak aktif."Maafkan Ayah," ucap Pandu, "Ayah lupa memberi tahu kalian kalau cuaca di sana memang sedang buruk. Jadi, Ayah baik belum bisa menghubungi kali
Alan dan Alana kehilangan kabar dari ayah mereka, yang berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan. Beberapa bulan berlalu tanpa ada tanda-tanda atau pesan dari sang ayah dan kekhawatiran menghantui pikiran mereka setiap hari.Setiap malam sebelum tidur, mereka berdua berdoa untuk kesehatan ayah mereka. "Tuhan, tolong jagalah ayah kami dan bawa dia kembali dengan selamat," ucap Alan sambil menatap langit. Alana bergabung dengan doa itu dengan harapan dan kepercayaan yang sama.Hari-hari di sekolah diisi dengan kecemasan dan kekhawatiran. Alan dan Alana merasa terasing dari teman-teman sekelas mereka. Mereka tidak dapat mengikuti obrolan tentang kegiatan yang dilakukan oleh ayah seorang teman atau cerita seputar liburan bersama keluarga. Kemalangan itu merasuk ke dalam pikiran mereka, menyisakan perasaan kesepian dan kegelisahan yang mendalam."Lana, bagaimana kalau kita pergi mencari Ayah setelah pulang sekolah nanti," usul Alan, "kita jangan ikut pulang bersama Kakek.""Tapi, kalau
"Aku tidak tahu, tapi aku akan melaporkannya ke polisi atas perbuatannya," jawab Pandu sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana."Tunggu dulu!" cegah Amanda, "kita tidak tahu bagaimana kondisinya sekarang. Aku tidak mau melaporkan orang yang sedang sekarat.""Baiklah. Aku ikut keputusanmu." Pandu menelpon seseorang, lalu kembali menatap Amanda. "Aku akan kembali ke rumah sakit."Amanda mengangguk. "Aku titip Mas Tama.""Kamu jangan khawatir, Tama akan baik-baik saja." Pandu mendekati anak kembarnya, lalu mencium puncak kepala kedua itu. "Kalian juga jangan khawatir, Ayah baik pasti akan cepat sembuh.""Iya, Ayah." "Ayah pergi dulu." Pandu mengacak-acak rambut kedua anaknya, kemudian berpamitan kepada Amanda. "Aku pergi dulu. Sebaiknya kamu temani anak-anak."Amanda mengangguk. "Kalian istirahat di kamar Ibu ya!" perintah Amanda, "kalian tenang ya. Semua akan baik-baik saja."Keesokan harinya setelah kejadian mengerikan yang hampir merenggut nyawa kedua anaknya, Amanda berusaha
"Bagaimana keadaannya?" Tama juga penasaran dengan keadaan Sonya."Kakinya terluka parah, kemungkinan ia tidak akan bisa berjalan lagi," jawab Baron."Tapi kita tidak tahu keajaiban Tuhan," ucap Tama, "walau dia wanita yang jahat, tapi saya berharap dia akan baik-baik saja dan mendapat kesempatan untuk memperbaiki dirinya.""Dia itu wanita yang sangat jahat, wanita sepertinya tidak pantas hidup.""Dia itu manusia biasa sama seperti kita," ucap Tama. Sebelumnya ia menginginkan Sonya lenyap dari muka bumi ini, tapi setelah tahu masa lalu wanita itu, Tama merasa iba. "Sebenarnya dia hanya butuh perhatian dari orang yang benar-benar tulus mencintainya."Baron mendekatkan wajahnya pada Tama. "Apa kamu menyukai Sonya?" "Tentu saja tidak!" Tama menjawabnya dengan tegas."Ya tentu saja karena kamu mencintai Amanda." Baron berkata pelan, lalu tertawa."Bukan seperti itu," elak Tama, "walau bagaimanapun saya yang bertanggung jawab atas kondisinya saat ini.""Itu karena kamu tidak punya pilihan
Amanda merasa kegelisahan menekan dadanya. Sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sekarang nyata terjadi di hadapannya. Sejak tadi ia menunggu Tama menyatakan perasaannya, tapi setelah itu terjadi, Amanda malah merasa bingung.Amanda berbalik menghadap Tama, tapi ia tidak mengatakan apa pun. Ia tidak tahu harus berkata apa pada Tama.Tama, dengan wajahnya yang tegang tapi bersemangat, memandang Amanda dengan penuh harap. Ia duduk di tepian ranjang sambil menggenggam kedua tangan wanita yang sedang berdiri di hadapannya."Amanda, saya perlu bicara denganmu tentang sesuatu yang penting. Sesuatu yang telah lama tertahan dan sekarang saya tidak bisa menyimpannya lagi. Saya mencintaimu, Amanda. Benar-benar mencintaimu."Perkataan Tama membuat jantung Amanda hampir berhenti berdetak. Ia terkejut, adegan ini berlangsung sangat cepat baginya. Sebelumnya Amanda tidak pernah membayangkan bahwa Tama akan memiliki perasaan yang lebih dari sekadar persaudaraan. Ia merasakan kepanikan mendalam dalam
Tama duduk manis sambil disuapi Amanda di kamarnya. Tiba-tiba, ia melihat Pandu berdiri di depan kamarnya. Pandangannya bertemu dengan Pandu, mantan suami Amanda yang juga bosnya.Hati Tama langsung terasa tidak enak karena ia tahu sang bos masih mencintai Amanda. Walau mereka berpisah dengan banyak luka dan kesedihan di masa lalu. Namun, saat ini Tama sedang berada sangat dekat dengan mantan istri bosnya itu. 'Mungkin Amanda juga masih mempunyai perasaan cinta terhadap Bos Pandu. Saya bersalah telah lancang menyatakan cinta pada wanita yang sangat dicintai Bos Pandu. Saya harus menyatukan cinta mereka. Sudah saatnya Bos Pandu bahagia bersama keluarganya,' batin Tama.Tama memutuskan untuk menghadapinya dengan bijak. Ia akan memberi ruang untuk Amanda dan Pandu bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Meskipun harus mengorbankan perasaannya. Tama masih peduli dengan kebahagiaan sang bos dan anak-anaknya."Mas Tama, apa yang sedang terjadi?" Amanda khawatir karena Tama sejak tadi
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony