Share

Chapter 4 - Fakta Mengejutkan

Penulis: Andre Wildany
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-11 10:40:42

Aku mulai berjalan menghampiri beliau, lalu duduk di sampingnya. Ingin menatap wajahnya yang teduh dan bijaksana itu, tetapi mata ini seakan tak mampu untuk memandang terlalu lama. Nenek itu tersenyum melihatku, lalu mulai membuka obrolan.

"Kamu dari mana asalnya, Nak?" 

"Saya lahir di Jawa Barat, Nek," jawabku sambil terus menunduk karena tak mampu menatap wajahnya.

"Kamu tahu, kenapa dari awal datang ke rumah ini, kalian diganggu terus-menerus?" Beliau melanjutkan pertanyaannya.

"Ti-tidak tahu, Nek," jawabku. Aku sedikit gugup saat menjawab pertanyaan ini. Entah apa yang tiba-tiba kurasakan.

Si nenek lalu melanjutkan kembali perkataannya, "Apa kamu juga tahu rumah ini sudah dikosongkan berapa lama?"

"Menurut papa Mirna, rumah ini baru dikosongkan sebulan yang lalu, Nek. Jadi hanya itu yang kami tahu," jawabku.

Si nenek tersenyum. "Rumah ini sudah dikosongkan sepuluh tahun, Nak. Dulu, pernah ada beberapa orang yang mencoba tinggal di rumah ini seperti kalian, tapi mereka tak mampu bertahan lama," jelasnya.

DEG!

Aku terkejut. Keringat dingin mulai bercucuran di wajah, dan berusaha menyeka. Bisa-bisanya papa Mirna tega membohongi kami semua dengan berkata bahwa rumah ini baru dikosongkan sebulan yang lalu?

Di tengah rasa kebingungan dan sedikit rasa kesal, si nenek kembali melanjutkan ucapannya. "Tapi, Nak, kamu termasuk orang yang beruntung. Karena kamar yang kamu tempati itu adalah kamar Nenek. Selama tinggal di sini, Nenek akan menjaga kamu. Tapi Nenek ingin, kamu lakukan satu hal. Nanti malam, buatkan kopi pahit, teh tawar, dan singkong rebus. Simpan semua itu di meja ini dan biarkan sampai besok pagi. Supaya kalian semua selamat, untuk malam ini," ucap Nenek dan setelah itu, beliau menghilang, meninggalkanku di dapur.

Baru saja ingin kutanyakan pada beliau, untuk apa semua itu? Namun, kupikir lebih baik ikuti saja permintaannya daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

Mengingat salah satu teman ada yang mengandung, jadi kumantapkan hati untuk mengikuti saran Nenek.

***

Sore menjelang magrib, aku masih tak bisa tidur. Pikiran selalu teringat pada ucapan Nenek tadi siang. Pantas saja saat aku menyapu teras di samping dapur tadi, ibu-ibu yang kusapa malah bersikap seperti orang ketakutan. Ternyata, rumah ini sudah tak ditempati sepuluh tahun lamanya. 

Meskipun tetap berpikir keras, dari mana asalnya semua makhluk menyeramkan yang tadi siang kulihat.

"Rumah ini benar-benar penuh misteri. Aku harus cari tahu kebenaran lain dari orang-orang sekitar sini!"

Aku beranjak dari tempat tidur, mengambil handuk dan perlengkapan mandi, lalu keluar dari kamar.

Niatku ingin segera mandi agar tubuh lelah menjadi segar, sekaligus mendinginkan kepala yang masih penuh dengan tanda tanya.

Saat keluar, aku bertemu dengan Rafli di depan pintu kamar. Sepertinya, dia berniat untuk mandi juga sore itu.

"Saya duluan yang mandi ya, Dre," ucapnya sembari mempercepat langkah agar dia duluan yang sampai ke kamar mandi.

"Okelah kalau begitu," sahutku dengan nada malas.

Aku memutuskan untuk duduk di dapur, menunggu giliran sambil melihat suasana sekeliling halaman dari balik kaca jendela dapur. Kaca di dapur terlihat bersih hingga halaman samping rumah pun bisa terlihat dari dapur. 

Aneh rasanya untuk rumah yang sudah sepuluh tahun tak ditempati, tetap sangat terawat. Aku menduga-duga, papa Mirna sering ke sini untuk sekadar bersih-bersih agar rumah ini tetap terawat dengan baik.

Di tengah lamunan, aku dikagetkan oleh Rafli yang buru-buru keluar dari kamar mandi.

"Ada apa, Fli? Mandi kok, tidak terdengar suara airnya?"

Rafli langsung menarik tanganku dengan paksa. Aku pun ikut dengannya ke ruangan depan. Kami berdua setengah berlari karena Rafli sangat ketakutan.

"Woy, kenapa? Lihat sesuatu di kamar mandi, ya?" tanyaku.

"Tadi, di dalam kamar mandi, saya melihat perempuan yang kamu bilang tadi siang! Perempuan berambut pendek. Dia muncul di belakang saya pas baru selesai cuci muka!" jelasnya dengan napas tak beraturan.

"Muncul di belakang bagaimana maksudnya?"

"Saya lagi cuci muka. Di tembok depan kan ada cermin, awalnya sebelum cuci muka tidak ada apa-apa. Pas selesai cuci muka dan lihat cermin, bayangan perempuan itu ada di cermin! Dia tersenyum, tapi senyumnya bikin saya takut. Makanya, saya buru-buru lari keluar!" jelasnya lagi.

Meskipun mendengar penjelasan Rafli malah semakin membuatku bingung, tetapi intinya perempuan yang kulihat di depan kamar mandi tadi siang itulah yang dimaksud Rafli.

"Waaah, sial! Bisa-bisa, kita semua tidak mandi nih, kalau begini caranya," ujarku benar-benar kesal. "Atau begini saja, bagaimana kalau kita mandinya saling jaga? Jadi, kalau ada salah satu dari kita mandi, yang lain jaga di pintu depan. Bagi yang sudah selesai mandi, gantian jaganya."

"Kita main keroyokan saja ramai-ramai, bagaimana?" usulku pada Rafli. Rafli mengiakan. Akhirnya, kami kompak untuk mengikuti aturan yang telah kami sepakati bersama. Saling menjaga satu sama lain. Hingga sore itu, bisa kami lewati tanpa gangguan.

Suasana sejenak aman terkendali. Meskipun, kami tetap merasa waswas karena sebentar lagi keadaan semakin gelap saat memasuki malam.

Aku sempat menduga-duga, jika siang hari saja kami sudah diganggu, lalu bagaimana dengan malam nanti?

Namun, karena sudah mendapatkan pesan dari Nenek tadi siang, aku akan melakukan permintaan beliau kali ini. Karena mau tidak mau, kami tetap harus bertahan sebisa mungkin di rumah ini sampai masa kontrak habis.

Syukur-syukur, jika rezeki kami bagus di pulau ini. Jadi punya alasan kuat agar sesegera mungkin untuk pergi dari rumah ini. Memang kami ke sini bukan untuk berlibur. Kami hanya para pedagang yang mengadu nasib, bertaruh dengan uang seadanya dan berharap mendapatkan rezeki banyak dari hasil berjualan di pulau ini. 

Karena yang kami tahu, di pulau ini sedang panen cengkih dan buah pala. Hal itulah yang membuat kami akhirnya memutuskan untuk datang ke sini. Bisa dikatakan, kami ini sales door to door. Masyarakat awam pun sudah mengerti dan tahu pasti soal pekerjaan seorang sales.

Rencana kami, besok pagi akan memulai berjualan. Namun, kami tak pernah menduga jika akhirnya kami harus dihadapkan pada situasi sulit seperti ini.

***

Magrib telah usai. Jemaah sudah keluar dari masjid dan bersiap kembali ke rumah masing-masing. Inilah saat yang kami tunggu-tunggu!

Kami menunggu kedatangan papa Mirna dengan duduk di halaman depan untuk meminta penjelasan dari beliau, mengapa tega mengarahkan kami agar menginap di rumah ini?

Yaa, kami menunggu di depan! Karena sudah cukup waswas sedari siang. Jantung seakan dipacu oleh teror penampakan tanpa jeda. Tak peduli kami sangat lelah, penghuni di rumah ini seperti sedang berlomba-lomba memperkenalkan diri. Namun, cara mereka berkenalan itulah yang membuat kami sangat ketakutan.

Terlihat dari kejauhan, seseorang berjalan menuju pintu pagar rumah ini. Dialah orang yang kami tunggu. Belum sempat papa Mirna ucap salam, kami langsung berebut menghampiri beliau layaknya anak-anak yang ingin bermanja-manja pada orang tuanya.

"Ehh, ehh, ehh, ada apa ini? Kenapa kalian tiba-tiba seperti ini? Saya belum ucap salam, lho."

Tak peduli, kami langsung memberondong beliau dengan pertanyaan. "Iya, iya, sabar. Nanti saya jelaskan di dalam. Ayo, kita masuk dulu ke rumah," ajak papa Mirna.

Kami pun mengikutinya dari belakang. Sampai di ruang depan, kami memosisikan diri duduk di samping beliau, saling berdesakan. Sepertinya, papa Mirna merasa risi karena tingkah kami. "Kalian ini kenapa, sih?" tanya beliau.

"Coba duduknya jangan terlalu berdesakan seperti ini. Duduk yang rapi, kita bicarakan baik-baik. Ada apa sebenarnya?"

Aku pun berinisiatif untuk jadi orang pertama yang bertanya. "Pak, di awa, Bapak bilang rumah ini baru dikosongkan sebulan. Tapi, tadi siang saya baru tahu kalau ternyata rumah ini sudah kosong sejak sepuluh tahun yang lalu. Yang benar, yang mana, Pak?" tanyaku.

"Lho? Siapa yang bilang, kalau rumah ini sudah kosong sepuluh tahun?" Beliau balik bertanya.

Baru saja aku ingin menceritakan dari mana tahu hal itu, tiba-tiba Nenek muncul. Dia melambaikan tangan, memberi isyarat agar aku tak menceritakan dari mana tahu hal itu. 

Akhirnya, aku pun diam.

Disusul oleh pertanyaan Shelly, Ina, Rafli tentang penampakan yang mereka lihat. Mereka berebut saling sahut untuk bertanya pada papa Mirna, meminta kejelasan dari semua keganjilan di rumah ini.

Namun, herannya papa Mirna justru tertawa dan bersikap santai sekali. Seolah-olah, semua yang kami alami di rumah ini cuma halusinasi. Semua pertanyaan kami dibantah oleh beliau. 

Menjengkelkan!

"Itu cuma halusinasi kalian saja, saya sering datang ke rumah ini untuk membersihkan semua ruangan, tidak ada tuh yang namanya penampakan seperti yang kalian bilang tadi," ujarnya sambil tertawa.

"Apa tidak bisa gitu, Pak, kita pindah saja ke rumah Bapak? Kasian Ina. Dia belum tidur dari siang tadi, Pak. Padahal sudah capek sekali." Rafli membela Ina, sekaligus beralasan supaya bisa pindah dari rumah ini.

"Tidak ada rumah yang lain. Rumah saya kecil, sedangkan satu-satunya rumah saudara yang kosong ya, hanya rumah ini. Lagi pula, saya sering masuk untuk membersihkan semua bagian rumah ini, aman-aman saja, tuh," tegasnya.

Kami tak mampu lagi untuk membantah penjelasan beliau. Terlebih, kami sudah menyerahkan uang sewa padanya. Mau diminta balik pun juga tidak enak hati.

Di saat kami masih kebingungan mendengarkan penjelasan beliau, kami dikejutkan oleh Asih yang tiba-tiba berteriak dan hal itu membuat terkejut!

"Iiihhh ... ada tangan yang colek pinggang saya dari belakang! Heuhh!" katanya sambil menangis.


Bab terkait

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 5 - Sosok Wanita tanpa Kepala

    Kami duduk makin tak beraturan dan berdesakan, saat Asih tiba-tiba setengah melompat dari tempat duduknya semula. Dia langsung memeluk papa Mirna seperti umumnya seseorang meminta perlindungan karena takut. Gadis itu menangis di belakang papa Mirna, sedangkan aku dan Rafli memasang posisi siaga. Bersiap untuk saling menjaga satu sama lain.Ina juga terlihat memosisikan dirinya duduk mendekati Asih dan papa Mirna. Suasana di ruang depan rumah itu semakin menegangkan. Saat aku memasang mata untuk mencari siapa yang tadi mencolek Asih dari belakang, aku melihat Shelly menutup mulutnya. Ekspresinya seperti ingin tertawa, tetapi dia tahan.Aku sangat heran. Di saat situasi semakin menegangkan seperti ini, dia justru malah seperti ingin tertawa. Aku bertanya padanya. "Lah, kenapa malah ketawa, Mak?"Seketika, dia langsung tertawa lepas, membuatku makin kebingungan."Yaa habisnya, dari tadi saya lihat Asih, udah tegaaang banget! Makanya, saya isengin colek dia dari belaka

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 6 - Hantu Prajurit Belanda tanpa Mata

    POV AsihKubawa nampan berisi lima gelas, empat kopi dan satu teh. Sesampainya di ruang depan, kuhidangkan minuman itu di tengah-tengah kami. Lalu, bergabung dengan mereka."Wiiihhh ... mantap! Baru datang langsung disuguhi kopi. Asih ini memang calon istri yang pengertian!" gombal papa Mirna.Aku cuma memanyunkan bibir, tak mau menjawab apa pun."Jadi, bagaimana tadi, Pak?""Biasa, orang-orang di sini kalau panen cengkeh dan pala, dijualnya ke mana?" Rafli terlihat sangat serius, jika sedang berbicara soal bisnis."Nah, itu yang mau saya bilang tadi. Kami semua biasa panen dari mulai Oktober sampai Desember. Biasanya, tiga bulan itu pala dengan cengkeh banyak sekali dipanen. Bahkan, anak-anak kecil saja cuma memulung cengkeh di hutan, lalu mereka bawa ke rumah untuk dijemur. Sekalinya, bisa dapat sampai lima ratus ribu!" seru papa Mirna sangat bersemangat. "Biasa itu ada penampung yang datang ke sini untuk membeli langsung. J

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 7 - Kekesalan Memuncak

    POV Ina"Eh, Asih kok, lama sekali ya di belakang?" Aku melontarkan pertanyaan pada Shelly."Tau, nih. Paling juga dia lagi ke toilet, kan, ada Andre juga di dapur. Sepertinya, Asih minta Andre jaga di pintu kamar mandi. Tahu sendiri, Asih kan paling penakut. Mau kencing saja masih minta ditemani," sahut Shelly cuek sembari menyeruput kopi."Atau coba kita berdua menyusul ke dapur saja, Mbak Shel. Kita bantu mereka di dapur. Dari siang kita juga belum makan apa-apa. Jadi sekalian masak saja mumpung ada Mas Andre dan Asih di dapur," ajakku.Aku pun akhirnya berdiri, disusul Shelly. Kami berjalan menuju dapur, meninggalkan Rafli dan papa Mirna yang masih asyik berbicara bisnis.Saat sampai di depan kamar, aku merasa ganjil melihat pintunya terbuka lebar. Lalu memilih berhenti sejenak dan berniat memeriksa. Sedangkan Shelly tetap cuek dan terus berjalan ke dapur.Aku terkejut saat melihat di dalam kamar, ternyata ada Asih. Dia berbaring tak sadarkan diri

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 8 - Misi penyelamatan ke dimensi Lain

    Dalam keadaan masih terbaring, aku mencoba membuka mata. Melirik ke kanan dan kiri, berusaha mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi."Ternyata aku masih di kamar," gumamku dan mencoba bangkit dari tempat tidur, memosisikan tubuh dalam keadaan duduk. Menenangkan diri.Masih jelas dalam ingatan, saat kedua makhluk menyeramkan itu membuatku terdiam mematung di dapur. Ada sedikit rasa sesal dalam hati, mengapa aku tak mampu melakukan perlawanan sedikit pun saat kedua makhluk itu mempermainkanku?Aku merasa diri ini masih terlalu lemah. Untuk menggerakkan tubuh saja, aku tak mampu. Di tengah kacaunya pikiran, tiba tiba terdengar suara yang tak asing lagi. Ya, aku mengenali suara ini."Jangan terlalu memaksakan diri, Nak." Suara itu terdengar tepat di sebelah kanan tempatku duduk diam di kamar itu.Aku langsung menoleh dan benar saja, itu suara Nenek. "Saya belum mengucapkan terima kasih. Nenek datang di saat yang paling tepat, kalau bukan karena Nenek yang menolong, sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 9 - Asih ditemukan!

    "Ayo, ikut bersama Nenek sekarang," ajak Nenek.Aku pun langsung bergegas mengikutinya. Batinku berkecamuk, kekhawatiran mulai menyeruak menguasai pikiran.Tak lama, kami sampai di tempat seperti gua tempat persembunyian, Gua itu sangat gelap dan lembap, meskipun samar-samar masih bisa kulihat karena pencahayaanya temaram."Ini tempatnya, Nak. Tapi dari batas ini, Nenek tak bisa lagi mengantarmu sampai ke ujung sana, Nenek akan menunggu di sini. Jikalau kamu sudah berhasil menyelamatkan temanmu. Gunakan kemampuan yang kamu miliki saat ini, untuk bisa menyelamatkan temanmu. Nenek yakin, dengan kemampuan saat ini, kamu pasti mudah untuk menyelamatkannya,” jelas Nenek.Aku mengangguk dan meminta izin segera masuk ke dalam gua itu. Saat menuju tempat yang ada di penghujung gua ini, banyak sekali mayat bergeletakan. Bahkan, ada beberapa mayat yang tubuhnya sudah tidak utuh. Potongan tubuh yang terpisah di sana-sini serta bau bangkai yang sangat menyengat, membuat mempercepat

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 10 - Suku moro, Orang Bunian? Atau Penduduk dimensi Lainnya?

    Di tengah kebingungan dan ketakutan, aku benar-benar pasrah. Situasi saat ini benar-benar terjepit. Namun, saat kami mulai dikerumuni oleh sekumpulan mayat mengerikan, tiba-tiba terdengar seperti suara orang yang memanggil."Sebelah sini, cepat kemari!" seru suara tersebut.Aku berusaha untuk mencari sumber dari suara itu dan saat melihat ke depan sana, seorang laki-laki berdiri. Tak lama, disusul oleh beberapa teman yang tiba-tiba muncul entah dari mana.Kulihat, sebagian dari mereka langsung menghajar sekumpulan mayat yang sedari tadi mengerumuni kami, sedangkan sisanya membantu kami keluar dari kerumuman itu.Aku sangat bersyukur, di tengah rasa keputusasaan, akhirnya ada yang datang untuk menolong dan menyelamatkan kami.Kami pun terus berjalan menjauhi kerumunan mayat yang tengah diusir oleh beberapa orang yang menolong tadi, bahkan ada satu orang wanita dari kelompok penyelamat tersebut yang saat itu menawarkan bantuannya untuk memapah Asih berjalan.Aku menc

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 11 - Hilangnya Papa Mirna

    Pagi itu, aku terbangun lebih awal. Kulihat waktu sudah menunjukkan pukul 05:00 waktu setempat. Setelah beres menunaikan salat Subuh, aku berencana membuat sarapan. Seketika, aku baru teringat bahwa dari kemarin belum makan.Perut yang berbunyi membuatku ingin segera kembali ke dapur sambil membuat sarapan untuk kami berlima. Saat pintu terbuka, ternyata ada Asih dan Shelly tengah sibuk memasak sarapan. Sepertinya, mereka juga lapar, karena mengingat kemarin kami berlima di teror terus-menerus tanpa jeda oleh para makhluk penghuni rumah ini. Sampai kami lupa mengisi perut dengan makanan.Aku langsung menghampiri mereka berdua. Obrolan kami sangat santai pagi itu."Rafli sama Ina masih tidur ya, Mak?" tanyaku pada Shelly."Iya, masih capek, kayaknya. Soalnya mereka yang paling akhir tidur semalam," jawab Shelly.Kulihat, kondisi Asih baik-baik saja. Jadi, kusempatkan untuk berbicara sambil berbisik agar tidak perlu menceritakan apa yang kami alami kemarin pad

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11
  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 12 - Kesaksian dari Pemilik warung.

    Aktivitas kami jalankan seperti biasa, berjualan dari rumah ke rumah. Masyarakat di sini sangat ramah dan mau menerima kedatangan kami. Hari kedua kami berada di pulau ini, bisa sukses menjual banyak barang dagangan .Meskipun tahu pasti barang dagangan kami masih sangat banyak, setidaknya penjualan hari ini betul-betul membuat kami bisa melupakan rasa takut selama menginap di rumah saudaranya papa Mirna.Sampai pada saat jam makan siang, kami berkumpul di salah satu warung dekat pelabuhan. Warung itu menyediakan makanan yang cukup lengkap, bahkan khas Maluku Utara, seperti popeda (bagi masyarakat Sulawesi, makanan ini biasa disebut kapurung) pun disajikan di etalase warung itu.Kami memesan makanan, lalu duduk di meja yang sama. Masing-masing dari kami memesan makanan berbeda kala itu, dan ketika sang empu warung menyuguhkan makanan, beliau bertanya karena tidak mengenali wajah kami."Kalian dari mana? Sepertinya, kalian pendatang ya, di sini?" tanya Ibu warung de

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-11

Bab terbaru

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter ending - Mengembalikan semua ke asalnya

    Sebulan kemudian, aku mengunjungi Pulau Morotai. Sesampainya di sana, aku langsung mengikuti petunjuk berdasarkan pengetahuan yang kumiliki agar bisa sampai di tempat tujuan.Memang seminggu setelah pemakaman almarhumah Shelly, di suatu malam aku bermimpi didatangi oleh sang Nenek.Beliau yang menjagaku selama berada di pulau Bisa lalu, dan kali ini beliau datang kembali melalui mimpi."Nak, ada sesuatu yang ingin Nenek sampaikan padamu. Nenek harap kamu mau melakukannya." ujar sang Nenek"Permintaan apa itu, Nek?" tanyaku."Jika kamu hendak pulang ke kampung halaman dan berniat meninggalkan kepulauan halmahera ini, sebelumnya tolong kembalikan buah pinang pemberian dari suku moro yang pernah kau terima beberapa waktu lalu. Itu bertujuan agar suatu saat nanti, kamu tidak terikat dengan kepulauan ini. Dan juga agar kamu tidak mendapatkan gangguan saat perjalanan pulang nanti," ujar beliau menjelaskan.Aku tak pernah mau membantah

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 34 - Kabar Duka

    Drrtt ... drrtt ... drtt ....Ponselku bergetar cukup lama. Aku sempat mendengarnya beberapa kali berdering. Namun, tak kuhiraukan.Kuangkat tangan kanan dan melihat jam telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Bangkit, melihat sekilas ada telepon masuk tetapi tak kuangkat. Membiarkan ponsel tetap berdering. Aku beranjak ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri.Saat berada di dalam kamar mandi, aku melihat ke arah cermin. Mataku sembap, karena menangis tadi malam. Setelah selesai mandi, barulah aku meraih ponsel. Namun, kali ini ponselku sudah berhenti berdering.Ada empat belas panggilan tak terjawab. Saat kubuka, ternyata panggilan dari bang pemilikspeedyang mengantar Shelly kemarin.Loh, ada apa Abang itu meneleponku sampai empat belas kali seperti ini?Karena penasaran, akhirnya kutelepon balik nomornya. Suara tersambung langsung terdengar. Berselang beberapa detik, teleponku diangkat."Halo, Bang. Ada apa ya menelepon saya? Tadi s

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 33 - Keputusan akhir Naya

    Masih dalam posisi mematung, aku berharap semoga perjalanan Shelly kali ini tak mendapat gangguan apapun.Aku berdoa sembari memejamkan mata, diiringi suara deburan ombak kecil yang menghantam batu karang kecil yang berada persis di bawah dermaga.Samar-samar, aku melihat bayangan si Nenek berdiri tepat di sebelah tempatku berdiri.Namun saat aku menoleh ke arah beliau, Nenek hanya menampilkan tatapan sayu lalu beliau menepuk pundakku beberapa kali dengan lembut kemudian beliau pun menghilang dari pandangan.Entah apa maksud dari beliau, tapi dari raut wajah yang ia tunjukan padaku, seolah-olah ada kesedihan yang akan menimpa diriku.Aku hanya berharap, bukan kejadian buruk yang menimpa perjalanan Shelly. Biarlah aku saja yang menerima kesedihan tersebut. *Saat telah berada di depan pelabuhan Yos Sudarso, Kota Ambon. Kukeluarkan,

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 32 - Makhluk Penguntit

    Malam itu aku tak bisa berbuat banyak saat hendak mengusir makhluk yang tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah kami yang sedang terlelap.Hingga saat Naya memegang lenganku dan mengajakku untuk segera beristirahat, aku sempat terkejut karena saking fokusnya memperhatikan makhluk mengerikan itu.Namun saat aku mencari keberadaan makhluk itu, ia sudah tak ada di tempatnya semula.Akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat sembari dalam hati tetap berharap agar kami semua selamat sampai tujuan esok hari *Saat turun dari pelabuhan, kami mulai berpisah dengan Naya. Meski terasa berat dan tak rela jika harus berpisah dengannya saat itu, aku berusaha menutupi perasaan.Sempat sebelumnya kami saling meminta nomor ponsel di di atas kapal, supaya tetap bisa saling terhubung satu sama lain meski jarak telah memisahkan.Aku bersama kelima temanku lanjut pergi menaik

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 31 - Sosok yang mengikuti di area kapal

    Saat hari sudah mulai gelap dan senja berganti menjadi malam. Semilir angin laut yang terasa, makin menusuk tubuh.Aku mengajak Naya kembali ke dalam dek, tempat di mana kami akan beritirahat selama pelayaran ini. Karena memang saat berada di dalam kapal, tidak ada lagi yang bisa kami lakukan, selain beristirahat hingga kapal yang kami tumpangi ini sampai di tujuan.Aku berjalan bergandengan tangan bersama Naya, turun menyusuri anak tangga satu demi satu. Lalu, berjalan beriringan melewati lorong di dalam dek ini sembari tetap bergandengan tangan.Sesampainya di ranjang tempat kami beristirahat, aku merasa heran. Mengapa barang bawaanku tiba-tiba dipindahkan?Sepertinya, ini memang sengaja dilakukan agar aku bisa tidur bersebelahan dengan Naya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum saat menghampiri ranjangku. Kulihat, keempat temanku yang lain termasuk Shelly, sudah tertidur.Entah mereka pura-pura tidur atau memang sebetulnya sudah benar-benar pulas.&n

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 30 - Selamat Tinggal Pulau Bisa

    Setelah selesai mengobrol dengan mama Mirna, kami berdua sepakat untuk berpamitan. Kami memang tak memberi tahu bahwa saat ini, kami tinggal sementara di rumah dinas Bidan Naya.Yang kami utarakan adalah salam perpisahan. Sembari mengucapkan terima kasih dan berpamitan, lalu pergi meninggalkan rumah itu.Aku dan Shelly hanya mengobrol ringan selama dalam perjalanan menuju rumah dinas Bidan Naya. Sesampainya, barulah di situ kami bisa benar-benar melepaskan lelah dan ketegangan.Rumah dinas ini lumayan asri, meskipun ukuran pada umumnya tak terlalu besar. Cukup untuk jadi tempat bernaung sementara.Sembari menunggu kapal yang akan bersandar di dermaga pelabuhan sore itu, kami sepakat untuk beristirahat karena memang tak ada lagi yang bisa kami lakukan saat ini, selain beristirahat menunggu sore datang menjelang.*"Silakan, Kak, pakai saja kamar yang ada. Bahkan jika Kakak mau, silakan tidur di kamar saya," ucap Bidan Naya ramah."Iya, terima kasih

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 29 - Berpamitan

    Setelah sampai di halaman rumah, kulihat ketiga temanku masih setia menunggu di teras rumah. Rafli yang melihat kedatanganku, saat itu langsung bertanya, "Loh, Shelly di mana, Dre?""Masih di rumah papa Mirna. Tadi kami berdua datang ke sana hanya ada Mirna yang sedang bermain. Papa Mirna dan istrinya sedang tidak ada di rumah. Kan tidak mungkin juga kita titipkan kunci rumahnya pada anak kecil," jawabku panjang lebar.Ina yang saat itu sedang tidur di pangkuan Rafli, mendadak langsung menoleh ke arahku, lalu bangkit dari posisi tidurnya."Mirna usia berapa, Mas Andre?" tanya Ina singkat."Yah, sekitar usia 3 tahunan begitulah. Masih lucu-lucunya anak itu," jawabku sembari beranjak menuju pintu rumah."Jadi kita bagaimana sekarang?" Asih pun mulai bertanya padaku, memang sedari tadi dia hanya bisa diam sambil menyimak pembicaraan."Kita bawa saja dulu barang-barang ke rumahnya Bidan Naya, sekalian menunggu di sana," jawabku seraya mengangkat tas ransel

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 28 - Gadis kecil bernama Mirna

    Sesampainya di depan pintu rumah, kondisi rumah sudah cukup sepi. Halaman pun sangat hening. Namun, lampu teras rumah masih menyala terang hingga cahaya dari lampu tersebut cukup untuk menerangi hampir semua bagian halaman.Saat aku melangkah di halaman rumah, aura mistis mulai terasa membuat bulu kudukku meremang.Aku segera mempercepat langkah agar bisa segera sampai di depan pintu. Saat menggenggam gagang pintu, masih sempat kulihat ada bayangan putih berseliweran dari pantulan kaca jendela depan. Namun, aku tak mau terlalu menghiraukannya.Kubuka pintu, setelah masuk ke rumah, buru-buru kukunci pintunya. Sesegera mungkin berjalan ke arah belakang. Tempat di mana kamarku berada.Setelah mengucap salam, kubuka pintu kamar lalu masuk dan menguncinya. Sempat kudengar pula dari kamar sebelah. Tepatnya di kamar tengah, di mana Rafli dan Ina berada. Aku masih mendengar suara Rafli seperti tengah mengobrol dengan Ina. Mungkin, mereka masih ingin mengobrol sebel

  • RUMAH KONTRAKAN ANGKER (Pulau Bisa, Maluku Utara)    Chapter 27 - Pelukan hangat

    Malam itu, kami menghabiskan waktu di pinggir pantai sampai jam 21.00 waktu setempat.Setelah puas dengan malam dilalui bersama di pinggir pantai, kami memutuskan untuk pulang.Di pertigaan jalan, aku yang hendak mengambil jalur kiri, Naya segera menarikku ke kanan. Dia menggenggam telapak tanganku, lalu menariknya ke arah yang ada di jalur kanan. Arah rumah Naya."Oh ... jadi sekarang, kamu sudah melupakan kita semua dan berniat memilih Kak Naya ya, Dre?" Shelly mengucapkan hal itu sambil cengar-cengir."Kalau Mas Andre mau temani Bu Bidan, juga tidak apa-apa. Antarkan saja dulu Bu Bidan sampai rumahnya. Nanti Mas Andre tinggal menyusul kami," sahut Ina sambil tersenyum. Dia seakan mengerti dengan situasi, saat melihatku bersama Naya."Kalau begitu, kami duluan ya, Mas. Hati-hati jangan sampai bu bidannya lecet, ya," ucap Asih dengan tawa ditahan.Sedangkan Rafli, hanya mengangkat kedua alisnya padaku. Seakan memberi tanda bahwa dia setuju.Lalu,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status