Hari itu juga, ia mengadakan pertemuan dengan beberapa orang yang dianggap punya suara penting dalam paguyuban tersebut. Sela tidak serta merta menceritakan apa yang terjadi karena itu adalah rahasia. Namun, Sela mentraktir orang-orang tersebut dan merencanakan tentang visi misi paguyuban ke depannya. Ambar tidak ketinggalan tentunya. Ia ikut bersama dua bendahara perempuan lainnya. “Eh, kita harus buat gank ini. Anggotanya bertiga,” kata Ambar. “Kalau mengerjakan biar sambill ngumpul dan ngerumpi,” katanya. “Oh iya ini, harus,” sambung bendahara perempuan yang lain. “Yang laki-laki gak diajak, Bu Ambar?” tanya kaum lelaki. “Lhoh, mau ikut? Ini khusus cewek kok, ya.” “Eh, kita buat seragam apa gitu biar kompak, yuk,” saran anggota perempuan yang lain. “Ayo, kita harus kompak apapun yang terjadi. Eh, kalau ada yang tiba-tiba mundur jadi bendahara gimana? Kita masih kompak gini gak?” tanya Ambar memancing. “Jangan ada yang mundur lah. Apalagi Pak Sela, nanti aku yang bantuin menge
Part 45Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS Yunus:107)Diah masih menangis di depan layar komputer. Berbagai macam bayangan hadir dalam benak.Ambar dengan sumpah serapahnya, mertuanya dengan segala kalimat konyol yang diucapkan, dan banyak sekali hinaan serta cercaan yang pernah diterimanya.Tersadar dari tangisan kebahagiaan dan haru, Diah mengusap air mata, menuliskan nilai yang ia terima pada secarik kertas lalu keluar dari ruangan tes dengan perasaan yang mengharu biru.Sejenak ia berhenti di bawah sebuah pohon besar di depan gedung, menghirup udara yang sebanyak banyaknya. “Terima kasih, Allah,” ucapnya lalu melangkah yakin ke tempat parkir.Ia tidak menghubungi siapapun kawan yang mengikuti
“Alhamdulillah, Mbak Diah lulus ya Allah ….” Alfi menangis gembira.“Iya, alhamdulillah sekali. Syukurlah, Mbak Diah itu orang yang luar biasa. Semangatnya dalam dunia pendidikan sangat tinggi dan sering mengukir prestasi siswa di sana, jadi pantaslah Mbak Diah lulus,” sambung Yuli.“Mbak Diah berarti memang rezekinya tidak boleh keluar dari sekolah itu,” sambung Alfi lagi.Semakin panas telinga Ambar karena mendengar kalimat sanjungan yang diberikan pada rivalnya. Wajahnya bahkan sudah bagai kepiting rebus karena menahan marah. Dia marah pada nasib yang diterima oleh seseorang.Alfi melirik Ambar yang terlihat tidak baik-baik saja. Perempuan itu menarik senyum simpul, paham dengan apa yang sedang dirasakan oleh rekan satu kerjanya itu. Alfi telah ikut mendoakan Diah agar lulus. “Kita doakan saja Mbak Diah agar lulus. Biar menggantikan Pak Sela. Biar Ambar tidak adigang adigung dan merasa sombong dengan uang sekolah itu,” katanya sehari sebelum Diah tes di hadapan Yuli dan Feni.Di te
Part 46Sampai di rumah, Diah langsung disambut oleh kedua orang tuanya dengan wajah yang bahagia."Alhamdulillah, Bapak kerja jadi pedagang sapi gak sia-sia. Kamu sudah lulus ujian. Ujian tes juga ujian kehidupan. Semoga kamu menjadi abdi negara yang amanah. Setelah ini, jangan malas mengajar! Biar gaji yang dimakan berkah," kata Rozai."Insya Allah, Pak," jawab Diah."Suami kamu sudah tahu?" tanya Sasmita, ibu Diah."Hem," jawab Diah sungkan."Kenapa jawabnya gitu?" tanya Sasmita."Males bahas orang aneh," kata Diah.Rozai tertawa lebar. "Bapak mertua kamu bilang apa lagi?" tanya Rozai yang sebenarnya sudah sedikit tahu watak aneh dari sang besan.Diah bercerita panjang lebar dan Rozai tertawa terbahak-bahak."Ya, tidak semua orang harus sama dengan kita. Biarkan saja mereka dengan keunikannya. Kamu kalau malas bertemu, cukup menghindari. Kalau berbicara masalah Rizal, dia 'kan memang wataknya penurut. Baik hatinya kelewat baik jadi kadang tidak bisa membedakan mana yang pantas dan
Pesan dibaca dan dua orang itu pun mengetik kata yang sama pula.Sama-sama.Bahkan, Sela juga mengucapkan selamat pada Diah di grup sekolah.Membuat Asih mengirim pesan untuk Diah.Asih: Selamat ya, Di. Kamu telah berhasil. Aku belum. Setelah diurutkan, nilaiku tidak masuk ke peringkat tes selanjutnya.Diah: Sabar! Gak papa. Masih ada tahun depan.Asih: Pak Sela kenapa tiba-tiba baik sama kamu? Apa dia takut posisinya akan direbut? Semangat, Di. Aku senang kamu lolos di sekolah kita. Semoga kamu benar-benar bisa membawa perubahan.Diah: Masih terlalu dini untuk berpikir itu. Baru saja selesai tes. Belum menjalani proses lainnya. Aku berdoa semoga Mbak Asih juga bisa lolos tahun depan.Asih hanya membalas dengan emoji menangis banyak.Diah tahu apa yang dirasakan sahabatnya itu. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak hal.Sela mengirim pesan untuk Diah.Sela: Mbak Diah, besok rapat wali murid yang buat snack Mbak Diah ya? Sekalian makan buat guru-guru.'Tumben sekali? Biasanya apapun haru
Part 47"Ambar pamer cincin berlian seharga enam juta," kata Asih pada Diah."Sudah biasa," kata Diah."Kamu jadi bendahara saja habis ini, ya?" tanya Ambar."Tergantung kalau teman-teman menunjuk. Tapi tidak bisa sekarang dong. Nunggu SK turun," kata Diah."Berapa bulan lagi?""Paling cepet tiga bulan,"Sejak Diah diterima, Sela sangat gencar mendekatinya. Terlihat sekali kalau ia berusaha menaklukkan hati Diah. Namun, Diah tetap tidak terpancing.'Bukan tentang sebuah permusuhan. Namun, ini adalah harga diri yang harus tetap kujaga. Jangan mendekatiku hanya karena sudah terpojok,' kata Diah dalam hati.*Setelah berbagai proses dilalui, akhirnya hari itu Diah bisa bernapas lega. Secara resmi, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan kelulusan seleksi CPNS. Ia menangis gembira dan haru. Meski sudah tahu sebelumnya, tetapi baru lega setelah benar-benar keluar pengumuman resmi itu.“Aku akan menjaga amanahMu ini dengan baik ya Allah,” tekad Diah.Rencana Allah adalah yang terbaik.
‘Kuatkan dan sabarkan aku dalam menerima cobaanMu yang lain ya Allah,’ katanya dalam hati.“Lha Diah ini bagaimana, Rizal? Kok tidak mau? Dia lulus berkat doa banyak orang lho. Jangan lupakan itu.”“Ehem ….” Diah sengaja berdehem dan masuk kamar.“Pak, kita sambung besok ya?” kata Rizal lalu mengakhiri telepon.“Kok kesannya aku seperti kacang lupa kulitnya ya, Mas? Tapi yang sebenarnya sih, orang-orang yang menganggap paling berjasa, mereka adalah orang selalu menghina saat aku terjatuh. Dan jika ada orang yang pantas dianggap paling berjasa adalah orang tuaku. Mereka mendoakan tanpa kuminta dan tanpa mengungkit. Memberikan support saat aku gagal dan terjatuh tanpa merendahkan. Dan tidak pernah mengharapkan apapun terhadapku. Ibarat aku kacang, orang tuaku adalah kulitnya. Yang selalu melindungi tanpa pamrih dan tanpa banyak bicara.” Diah berkata demikian dan langsung membuat Rizal menundukkan wajahnya.“Maaf jika kamu terganggu dengan sikap orang tuaku.” Untuk pertama kalinya Rizal
Part 48“Aku bahagia. Terima kasih telah menjadikanku wanita yang halal bagimu,” kata Ambar sambil menatap lekat dua bola mata yang juga tengah memandangnya.“Kamu tidak meragukan cintaku lagi, ‘kan?” Sela balik bertanya.Ambar tersenyum dan menggelengkan kepala. “Kalau seperti ini ‘kan, saat kita bersama berdua, tidak berdosa. Tinggal menunggu Mas Catur menceraikanku secara resmi menurut agama, dan kita bisa meresmikan hubungan ini,” ujarnya penuh percaya diri.“Aku tidak terlalu paham agama, apakah ini bukan suatu dosa?” tanya Sela.“Bukan, Sayang. Ini bukan suatu dosa. Karena Mas Catur sudah tidak menafkahiku lahir dan batin sejak lama, maka aku sudah bukan istrinya lagi. Aku berharap, kamu juga tidak akan tidur bersama dengan istrimu. Dan entah kapan, kamu akan berani menceraikan dia ….”“Iya. Aku akan tidak akan menggauli Indah lagi. Demi kamu.”Sebuah tempat wisata menjadi tujuan bulan madu mereka. Menghabiskan waktu dengan bercumbu dan juga menghabiskan uang untuk foya-foya. To
ekar tak mau kalah, ia menatap tajam wanita yang ada di hadapannya. “Sekarang aku istri sah Mas Catur dan ibu dari Gendis. Mbak Ambar mau menggoda Mas Catur? Aku punya Ibu yang akan membela.”“Ibu mertua maksudnya?” Ambar tersenyum sinis. “Dia sedang terbaring lemah tidak berdaya, Sekar. Bisa apa coba?” Ia berlalu lebih dulu dan menuju kamar rawat pasien.Sekar berusaha mengejar, tetapi sadar berada di ruangan yang tidak boleh membuat gaduh, ia memelankan langkah memilih mengalah.“Mas, Ibu kenapa?” Ambar berkata lirih pada Catur yang duduk di samping bed pasien. Ia memasang wajah sedih dan mata yang berair.“Ambar, dari mana kamu tahu kalau Ibu sakit?” Catur kaget dan balik bertanya.“Aku gak sengaja lewat warung kamu, Mas. Tadinya ingin bertemu dengan Gendis, sudah lama aku tidak melihat dia, Mas. Tapi karyawan kamu bilang kalau Ibu sedang kritis di rumah sakit. Aku turut prihatin, Mas. Semoga Ibu cepat sembuh ya, Mas,” kata Ambar sambil mengusap pundak Catur.Sekar terbakar cemburu
SEASON 3 PART 2“Iya, Sela sudah kembali lagi hidup dengan Indah dan anak-anaknya. Aku mohon, Ambar, jangan hancurkan kehidupan Sela untuk yang kedua kalinya.”Ambar tak bergeming, menatap wanita yang duduk di hadapannya. “Enak sekali ya, Bu, jadi Mas Sela. Hidupku hancur, dan dia masih kembali bersama keluarganya,” desisnya.“Tidak ada yang enak. Sela juga kehilangan pekerjaannya. Indah juga tidak sebahagia yang kamu kira. Dia harus menerima Sela yang mantan narapidana dan pengangguran.”“Ok, Bu. hari ini cukup. Kalau Mas Sela datang, tolong sampaikan jika anak yang kukandung dulu kini sudah besar dan mencari ayahnya.” Ambar meninggalkan ruang tamu orang tua Sela. “Zafin, ayo pulang,” ucapnya saat sudah di halaman rumah.“Bunda, kita gak jadi ketemu sama Ayah?”“Zafin, ayo kita ketemu Ayah sebentar saja.” Tiba-tiba ibu Sela keluar.“Apa maksudnya, Bu?” tanya Ambar.“Aku akan mengajak Zafin ketemu Sela, tetapi dengan syarat kamu tidak boleh ikut. kamu tunggu di sini saja.”Ambar berpi
Dengan bantuan saudara jauh Ambar, akhirnya dia melahirkan anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki. Ia menjalani hari-hari yang sangat sulit. Berbulan-bulan melewati hidup hanya berdua dengan anak laki-laki yang diberi nama Zafin tanpa ada kabar dari Sela yang masih mendekam di penjara.Bulan telah berganti tahun, anak Ambar semakin beranjak besar dan mulai bisa berbicara. Ambar tidak berani lagi mendatangi Catur karena mantan ibu mertuanya itu terlihat memusuhi. Yang ia tahu, Catur juga sudah hidup bahagia bersama Sekar yang telah dikaruniai anak juga.Suatu ketika, saat Zafin berusia empat tahun ....“Bunda, sebenarnya siapa sih ayahnya Zafin?”“Bunda belum bisa memberitahu siapa ayah Zafin. Tapi suatu hari nanti, kita akan bertemu dengan Ayah,” jawab Ambar sambil mengusap kepala Zafin.“Aku ingin punya ayah, Bunda. Aku malu di sekolah selalu ditanya ayahku siapa. Kata teman-teman aku anak yang tidak punya ayah. Aku cuma punya Bunda saja.”“Iya, kita akan menemui Ayah. Bunda ak
RIVALSEASON 3Hai! Jumpa kembali dengan cerita ini. Maaf, sebenarnya sudah tamat, tetapi kenapa banyak komentar minta lanjut? Ok, saya lanjutkan ya. Saya menghilang lama dari dunia menulis karena banyak hal yang harus diurus di kehidupan nyata.Ok,terakhir ekstra part ketika Sekar sudah punya anak dengan Catur berusia dua tahun ya. Sekarang kita mundur ke alurnya Ambar karena banyak yang penasaran dengan kisah Ambar.Bismillahirrahmanirrahim ....Season 3 Part 1“Selamat menghirup udara bebas, Mbak Ambar. Semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang. Semoga bisa berkumpul dan bahagia bersama keluarga,” ucap seorang sipir sambil membuka pintu besi yang menghubungkan dengan dunia luar dari gedung lapas.“Terima kasih,” jawab Ambar sambil tersenyum.Kaki wanita itu melangkah dari pembatas pintu. Ia segera menghirup udara sebanyak-banyaknya merasakan kebebasan dari gedung yang mengurung selama beberapa bulan.Dengan langkah pelan ia berjalan membawa tas jinjing yang berisi p
EKSTRA PARTPuntung rokok berserakan. Aroma kamar tentu saja tidak sedap. Ditambah lagi beberapa botol minuman yang masih ada isinya dan berhari-hari tidak dibuang.Micella menyesap rokok dalam keadaan terbatuk-batuk. Semenjak Sekar menjauh dari hidupnya hingga akhirnya menikah dengan Catur, hidupnya sudah tidak terarah lagi. Ia keluar dari kampus, kembali ke kotanya dan setiap hari hanya mabuk-mabukan saja.Orang tua Micella sudah kehabisan akal untuk bisa menyembuhkan putri kesayangan dari perbuatan menyimpang. Mereka hanya bisa pasrah dan merawat Micella dengan sebaik-baiknya.Suatu pagi, Micella yang merasa suntuk jalan-jalan keliling komplek. Duduk sendiri di sebuah kursi panjang di trotoar membuat ingatannya berlari pada masa dimana ia dan Andrew masih sekolah. Dengan tatapan kosong memandang rumah yang ada di depan sana. Tempat tinggal sang mantan kekasih, sosok yang sudah tidak akan pernah ia miliki.“Kamu sedang melihat apa di sana, Micel?” Sebuah suara membuat Micella kaget
Part 94 “Maaf, Bu, saya tidak tahu apa-apa. Saya seorang muslim dan saya tidak akan berpindah agama. Cella, kamu keterlaluan melakukan ini semua. Aku tidak suka dengan cara kamu ini,” ucap Sekar marah. “Cella, memilih sebuah agama atau berpindah keyakinan, itu adalah keinginan dari setiap orang. Kamu memaksa orang seperti ini? Maaf, Cella, kami tidak akan pernah menerima siapapun. kamu sudah sangat salah melakukan ini,” kata suster kecewa. Sekar menangis sejadi-jadinya. “Bu, tolong pesankan saya taksi untuk pulang. Saya takut dengan dia, Bu, dia sudah membawa saya ke rumah yang di sana ada pesta s e x sesama jenis. Saya sangat takut dan saya ingin pulang,” kata Sekar yang tiba-tiba memiliki keberanian untuk mengadu. Suster yang sudah berusia di atas lima puluh tahun itu menatap marah pada Boy. “Benar kamu melakukan ini?” “Saya pamit pulang. Saya akan mengantar dia,” kata Cella menarik lengan Sekar secara paksa. “Tidak! Aku akan pulang sendiri,” kata Sekar sambil mengusap air mata
Part 93Sekar ketakutan setengah mati. Terlebih saat merasakan pintu seperti ada yang menggedor. Ia menangis sejadi-jadinya.“Bapak, Ibu, maafkan aku ...,” lirihnya sambil berurai air mata.“Sekar, buka pintunya! Sekar, ini aku, Boy. Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar.Antara takut dan ingin mendapat pertolongan, Sekar ragu untuk membuka. Sempat terlintas keinginan untuk kabur, tetapi jendela rupanya memiliki teralis besi yang sangat kuat.“Sekar, buka pintunya!” teriak Sekar dari luar.Sekar bangkit perlahan dan mulai memutar kunci. Membuka sedikit dan berjaga-jaga. Rupanya di luar sudah sepi dan lampu sudah menyala terang, tidak seperti tadi yang menggunakan lampu remang-remang.“Boy, kamu dari mana?” pekik Sekar bernapas lega.“Maaf, aku tadi lama ya keluarnya? Kamu menangis? Buka yang lebar pintunya,” kata Cella yang memahami jika Sekar ketakutan.“Siapa mereka, Boy? Siapa mereka?” tanya Sekar.“Siapa? Tidak ada siapa-siapa,” jawab Cella.“Tidak, Boy, aku tadi melihat bebe
Selama beberapa hari di rumah, Sekar sama sekali tidak berani bermain media sosial. Ia takut berhubungan dengan Boy meskipun rindu dalam hatinya sudah menggunung.Hardi sering menasehati Sri untuk tidak terlalu keras. “Anak kita sedang butuh pertolongan, beri kasih sayang pada dia agar tidak merasa butuh kasih sayang dari orang lain.” Begitulah kalimat yang selalu diucapkan pada sang istri.Perlahan hati Sri mulai melunak. Pagi hari ia akan membangunkan Sekar untuk sholat Subuh, lalu mengajak Sekar berbelanja dan memasak. Wanita itu berusaha mendekatkan diri dengan putrinya.Sekar mulai mau beribadah lima waktu, meski terkadang ia melakukan itu karena merasa terpaksa.“Tuhan itu ada dalam hati kita. Kalau kita beriman pada Tuhan, cukuplah setiap waktu mengingatNya, cukuplah setiap saat menjadi waktu untuk beroda. Tak perlu kamu beribadah lima waktu sehari yang itu justru membebani kamu. Agama itu jangan dijadikan beban. Kalau kamu terus menerus mengingat ibadah, kamu tidak akan punya
Part 91Sekar berlari menghampiri Boy yang hendak masuk.“Kenapa?” Boy bertanya saat paham dirinya seperti ditahan masuk.“Jangan masuk dulu, Boy! Ibu sedang sensitif sekali,” jawab Sekar dengan menahan rasa tidak enak.“Ok, aku bawa kabar bahagia untuk kamu. Aku sudah beli rumah untuk kita tinggali, jadi, kamu tidak akan kubawa hidup di tempat kontrakan lagi,” ucap Boy dengan posisi terhalang pintu pagar setinggi satu meter.“Iya, tapi aku tidak bisa pergi sekarang. Ibu masih membutuhkanku,” sahut Sekar.Meski kecewa, Boy berusaha tersenyum. “Tak apa, kamu akan kujemput kapanpun kamu sudah siap.”Sekar dilema. Wajahnya terlihat bimbang. “Bisakah kamu belajar melupakanku? Aku juga akan belajar melupakan kamu. Bagaimanapun apa yang kita lakukan ini salah,” katanya dengan wajah yang berubah sedih.“Aku tidak akan melarang kamu untuk merawat ayah kamu kok. Kita akan hidup bersama, suatu hari nanti. Aku akan setia menunggu sampai kamu selesai dengan tugasmu di rumah ini,” ucap Boy.Sekar