Di dalam mobil hanya terisi keheningan, tak ada satupun diantara dua nyawa itu yang berusaha memecah keheningan. Christian yang masih merasa bara api di hatinya membara begitu besar, sementara Fiorella dengan ketakutan akan persepsinya tentang Christian. "Tian?" panggil Fiorella akhinya berusaha memecah keheningan."Apa kau marah?""Tapi kenapa?" Tak ada jawaban dari tiga pertanyaan itu dari Christian, pria itu hanya diam dan mencengkeram setir mobilnya kencang."Tian, bukankah kau tak mencintai aku seharusnya kau baik-baik saja saat melihatku dengan pria lain. Lagipula ia dan aku baru bertemu sekarang jadi_""Tetap saja tak memutus kemungkinan si brengsek itu menyukaimu!""Maksudmu?""Tak lihatkah kau tatapannya terhadapmu!""Tian aku benar-benar tak memperhatikan hal itu, aku hanya menganggapnya teman.""Teman?""Ya.""Teman di hidupmu? Begitu maksudmu kan?""Ya Tuhan, kalau aku berpikir seperti itu untuk apa aku menyembunyikan fakta ini pada Daddy? Kalau aku ingin lepas dari cengke
Two Weeks Later...Malam ini hujan dan petir seakan menyatu menjadi paduan yang cukup menjadi alasan Fiorella meringkuk diatas ranjangnya saat ini. Bahkan ia merasa sangat malas walau hanya sekedar mematikan lampu tempat tidurnya. Namun tiba-tiba lampu itu mati dengan sendirinya, Fiorella yang merasa ketakutan langsung keluar dari selimutnya dan menatap sekitar yang hanya diterangi cahaya rembulan yang meredup. "TIAN! KATE!" teriak Fiorella meminta bantuan namun sama sekali tak ada yang datang hanya untuk mengantarkan lilin untuknya.Fiorella meraih ponselnya dan segera mencari nomor Christian, ia langsung mendeal nomor suaminya itu. "Ada apa Fio?""Tian? Dimana kau?""Aku masih di kantor, kenapa?""Tian, aku takut.""Ada apa?""Lampu mati tiba-tiba, aku pun tak mengerti ada apa ini. Aku sudah berteriak memanggil Kate tapi ia tak kunjung kemari.""Tenanglah, sekarang keluar dan cari tau minta bodyguard untuk menyalakan generatornya.""Baiklah.""Aku akan pulang setelah masalahku seles
"Tian?" Fiorella melirih seraya mendirikan tubuhnya menatap Christian lekat. Christian menjalankan kakinya perlahan mendekati tempat Fiorella berada, manik pria itu menatap lantai dimana Julia sudah tak lagi bernyawa. "Kau membunuhnya?" ulang Christian dengan suara datarnya."Tian, ini semua tidak seperti yang kau lihat.""Memangnya apa yang aku lihat?""Tian, sungguh aku tak membunuh Julia," kilah Fiorella dengan menatap penuh keyakinan pada Christian namun pria itu justru mendekatkan tubuhnya dan mencengkram kelewat kencang bahu ringkih Fiorella."Sst, sakit Tian," adu Fiorella dengan air matanya yang sudah menetes."Katakan, apa alasanmu membunuhnya?""Tian demi Tuhan aku tak membunuhnya, terpikirkan saja tidak." Christian berdecih keras, ia menghentakkan kasar bahu Fiorella hingga membuat wanita itu mundur beberapa langkah."Kau benar-benar membuatku sadar.""Maksudmu?""Aku berusaha menyangkal bahwa kau tak mungkin melakukan hal yang sama seperti yang kakak dan Daddy mu lakukan!
Christian memijit pelipisnya yang mengetat saat ini, rasa emosi masih benar-benar tersimpan di dalam benak pria itu rasanya ia ingin membunuh siapapun yang berhadapan dengannya saat ini. Namun, saat mengingat wajah Fiorella dua minggu lalu perlahan kemarahan itu surut. Christian melirik tepat di jendela yang masih menampilkan hujan lebat di luar sana. Christian mendirikan tubuhnya, ia menatap butiran air yang perlahan berjatuhan dari langit perlahan pikirannya berkelana mengenai keadaan Fiorella, ia sudah menampar dan mencengkeram tak manusiawi bahu wanita itu, sudah dapat dipastikan lebam menghiasi bahu putih istrinya.Memikirkan hal tersebut akhinya Christian mendengus dan berbalik arah keluar dari kamarnya dan menuju kamar Fiorella namun di tengah lorong ia melihat jasad Julia yang masih tergeletak plus dengan darahnya yang masih menggenang mengotori lantai. Segera Christian meraih ponselnya dan menghubungi Liam. "Liam.""Ya Tuan?""Dimana kau?""Aku tengah di kantor Tuan, ada bebe
Leonardo dengan gerakan cepat melepaskan jas yang tengah ia pakai dan ia sampirkan di pundak adiknya yang masih bergetar. Leonardo menggiring tubuh Fiorella memasuki hotel yang tengah ia tempati malam ini, pria itu dengan gerakan pelan dan lembutnya mengusap lengan atas Fiorella berusaha menghangatkan suhu tubuh adiknya yang dingin.Sesampainya di kamar Leonardo, pria itu lantas mendudukkan tubuh Fiorella di sofa dan ia raih selimut lalu menyelimuti Fiorella. Leonardo mendudukkan tubuhnya tepat di bawah sofa agar ia lebih jelas menatap wajah adiknya yang merah dan jangan lupakan tangisannya yang belum reda, tangan besar Leonardo mengusap lembut sekali dahi Fiorella yang memar tangannya mengepal sempurna. Namun, Leonardo tak bisa memarahi apalagi menanyakan banyak hal sekarang pada Fiorella, ia mengerti mental adiknya sedang tertekan saat ini. "Fio," panggil Leonardo dengan suara lembutnya."Mandilah dulu, kakak akan siapkan air hangat.""Fio, jawab kakak!" Namun wanita itu masih bungk
Leonardo mendekati kedua orang wanita yang tengah membeku di tempatnya saat ini karena mendengar pertanyaannya barusan. Pria itu memegang bahu Fiorella dan menatap penuh pertanyaan pada Charlotte saat ini. "Hal apa Fio?" Tanya Leonardo dengan nada yang super lembutnya."Kak.""Apa Charlotte?""Itu hal, maksud ku Fio.""Jangan sembunyikan apapun padaku Charlotte, katakan apa yang kalian bicarakan hingga kalian tampak pias seperti ini?""Fio hanya bercerita masalahnya kak," ucap Charlotte pelan."Apa yang kau katakan pada Charlotte, Fio?" tanya Leonardo kini menatap Fiorella lekat."Aku hanya mengatakan tentang perlakuan kasar Christian, Kak.""Hanya itu?""Ya." Leonardo mengangguk paham, pria itu tau ada yang tak beres dengan adiknya dan ia harus bersabar hingga Fiorella mau dan mampu menceritakan yang sebenarnya pada dirinya."Baiklah, kau lapar Fio?" tanya Leonardo lagi namun dibalas gelengan dari Leonardo."Baiklah, Charlotte tolong jaga Fio dulu, aku ada sedikit urusan lagi.""Iya
Florence terus mengusap lembut kepala adik iparnya dan memanggil Karin agar dibuatkan teh hangat untuk Fiorella yang masih menangis saat ini. Manik Florence beradu dengan manik biru terang Leonardo, terukir dengan jelas sekali di sana kemarahan pria itu yang belum surut sepenuhnya, Florence yang paham langsung memberi kode untuk suaminya agar meninggalkannya dengan Fiorella yang syukurnya di mengerti oleh Leonardo.Kini Florence melepas pelukan Fiorella dan merangkum wajah Fiorella sekaligus menghapus sisa air mata di wajah sembab adik Leonardo itu. "Fio ingin cerita pada Kakak?" tanya Florence lembut yang tak dibalas oleh Fiorella.Wanita itu mengerti mungkin Fiorella butuh ruang untuk menyendiri, akhirnya Florence menuntun Fiorella menuju kamar milik wanita itu sendiri dan mengusap lembut surai Fiorella sayang. "Istirahatlah Fio, kau pasti sangat lelah," ucap Florence dibalas anggukan pelan dari Fiorella.Florence mendirikan tubuhnya dan perlahan keluar dari kamar Fiorella dan menuj
Leonardo menatap penuh picingan pada sang adik yang berlari menaiki tangga dan memasuki kamarnya tanpa mendengar sapaan pria itu, lalu Leonardo menatap Reoxane yang baru saja memasuki area mansion. "Apa yang sudah kau lakukan hingga adikku menangis, Reo?" tanya Leonardo tanpa menatap wajah sendu Reoxane. Pria itu menatap sekilas pada Leonardo lalu mendudukkan tubuhnya tepat di depan bossnya."Aku hanya mengungkapkan perasaanku padanya.""Lalu? Dia menerimamu?""Tidak.""Kenapa?""Dia tak menjawab dengan pasti, tapi yang jelas setelah aku memeluknya ia menangis dan pergi meninggalkanku." Leonardo mendirikan tubuhnya, ia berjalan mendekati area taman dan memasukkan kedua telapak tangannya kemudian menghembuskan napasnya pelan."Kau tau, aku berjanji pada Daddy untuk menjaga dan melindungi Fio. Bayangkan jika Daddy tau masalah ini, aku tak bisa berpikir.""Apa kau tak berniat mengatakan hal ini pada Uncle Arthur? Kurasa sudah cukup menyembunyikan Fiorella selama satu minggu di mansionmu.
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
One years leter..."Jadi Christian, apa yang akan kau lakukan sekarang? Semua sudah berlalu setahun yang lalu dan percayalah kami sudah memaafkanmu," ujar Arthur dengan menepuk bahu Christian. Pria itu mengangguk lalu membalas tatapan mata ayah mertuanya, sudah satu tahun semenjak kejadian itu kini Christian terlihat sangat berbeda ia menjadi pria yang hangat dan tak ada lagi kekejaman di matanya, ia melupakan dunia hitamnya dan mengikuti langkah yang diambil oleh Arthur yaitu keluar dari dunia mafia dan berbalik memeluk keluarganya seakan tak pernah terlibat dalam masalah kejahatan dan sebagainya, ia mengangguk lalu tersenyum manis. "Seperti yang kau tau Dad, aku tak akan kembali ke dunia itu lagi, sudah cukup aku dimanfaatkan sedemikian rupa demi keberhasilan orang lain dan justru merugikanku," kata Christian dengan senyum tipisnya membuat Arthur mengangguk penuh bangga."Kau tau, aku selalu berpikir aku salah dengan menjerumuskan Leonardo di dalam kubangan itu tapi putraku itu te
Meeting Room, The Highest TableChristian menatap satu persatu para kepala mafia yang duduk dengan tatapan penuh pertanyaan padanya, mereka bertanya-tanya untuk apa Christian mengumpulkan mereka mendadak."Aku tau, mungkin kalian bingung mengapa aku mengumpulkan kalian lagi disini di ruang pertemuan ini. Selama aku menduduki kursi tertinggi The Highest Table aku menjadi pribadi yang kurang bersyukur dan tak memandang sekitar, aku selalu bekerja tanpa perasaan dan mengandalkan obsesiku. Semua gembong mafia besar sudah aku taklukan dengan kelompokku, Black Eclips. Aku tau mungkin ini cukup mengagetkan jika kalian dengar namun ini benar-benar keputusan terakhirku.""Aku mengambil alih The Highest Table dengan cara yang kurang baik tidak seperti Regnarok ataupun pemimpin sebelumnya. Aku tau, mungkin ini memang bukan milikku oleh karena itu aku akan memberikan kembali pada pemilik aslinya.""Aku Christian Xander memberikan The Highest Table kembali pada Regnarok, Leonardo De Lavega," ucap
Dua minggu sejak Christian sadar dari komanya, kini pria itu menatap malu-malu pada Fiorella entahlah ia hanya merasa seperti seorang gadis yang mabuk cinta, perasaan kurang ajar!"Christian," panggil Arthur pelan dan Christian pun menolehkan kepalanya menatap Arthur.Ya, sejak bayangan sang Mommy yang memintanya berhenti dendam pada pria yang tak lain adalah mertuanya itu, Christian benar-benar melupakan dendamnya meskipun setiap ia melihat manik Baby Axa ia terbayang kembali dengan sang Daddy, Damian. Namun Christian saat ini bisa dengan mudah mengontrol dirinya sendiri. "Ya Dad? Ada masalah?"Arthur melepaskan garpu dan sendok dari tangannya kemudian menyatukan tangannya di atas meja makan ia tatap menantunya dengan penuh kedinginan. "Daddy ingin bicara padamu, bisakan? Ada Leonardo juga tapi aku butuh tempat seperti markas? Kau bisakan memberi kami waktu untuk mengisi Black Eclips sebentar hanya untuk memberi mu sesuatu.""Ya Dad, tentu saja kapanpun Daddy butuhkan." Arthur mengan
2 month later...Fiorella menatap wajah suaminya yang sudah dua bulan ini tak membuka kelopak mata, wanita itu mencium telapak tangan Christian yang besar dan lumayan dingin, pria itu seakan sangat nyaman dalan tidurnya. Decit pintu berhasil membuat Fiorella menolehkan kepalanya dan menemukan Tabitha tengah menggendong Axa. "Sepertinya Axa haus, kau susui dulu.""Ya, baiklah." Fiorella menerima bayinya dengan hati-hati lalu kembali menatap Tabitha dengan sendu."Bersabarlah, Mommy yakin ia akan segera sadar.""Ya, semoga.""Mommy keluar dulu.""Terimakasih sudah menjaga Axa Mom.""Ya, sama-sama." Tabitha melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Christian kemudian berjalan menuju Arthur yang masih duduk dengan pandangan kosongnya.Kembali ke dalam ruangan Christian, Fiorella mulai menyusui Axalion sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Christian. "Cepat sadar Tian, aku merindukanmu," lirihnya dengan suara lembut seraya menatap sekilas pada wajah pucat Christian.