Christian menatap punggung Liam yang mulai tertelan pintu, pria itu bangkit dari duduknya dan meraih ponsel seraya menatap hamparan kota. "Bagaimana?""Kami sudah mendengarkan semua rencana Regnarok untuk melindungi The Devil dan De'Eagler. Menurutku, akan sangat sulit untukmu menembus pertahanan De'Eagler karena bukan hanya Leonardo yang melindunginya tapi Arthur sendiri yang turun tangan.""Bagaimana bisa si tua itu ikut campur?""Jelas, karena ternyata Jones adalah sahabat karib Arthur. Dan pria itu meminta bantuan Highest Table untuk melindungi De'Eagler, itulah alasan mengapa Arthur mempererat penjagaan dan bantuan dari Regnarok untuk Jones dan kelompoknya.""Ada celah?""Untuk saat ini tak ada Christian, kusarankan jangan bermain api dulu untuk saat ini. Bermainlah di zona nyamanmu jangan berurusan dulu dengan Regnarok. Karena saat ini Regnarok berada di puncak penjagaan dan kewaspadaan, lebih baik kau mengulur waktu.""Baiklah, terus cari tau dan kabari aku yang terjadi di High
Di dalam mobil hanya terisi keheningan, tak ada satupun diantara dua nyawa itu yang berusaha memecah keheningan. Christian yang masih merasa bara api di hatinya membara begitu besar, sementara Fiorella dengan ketakutan akan persepsinya tentang Christian. "Tian?" panggil Fiorella akhinya berusaha memecah keheningan."Apa kau marah?""Tapi kenapa?" Tak ada jawaban dari tiga pertanyaan itu dari Christian, pria itu hanya diam dan mencengkeram setir mobilnya kencang."Tian, bukankah kau tak mencintai aku seharusnya kau baik-baik saja saat melihatku dengan pria lain. Lagipula ia dan aku baru bertemu sekarang jadi_""Tetap saja tak memutus kemungkinan si brengsek itu menyukaimu!""Maksudmu?""Tak lihatkah kau tatapannya terhadapmu!""Tian aku benar-benar tak memperhatikan hal itu, aku hanya menganggapnya teman.""Teman?""Ya.""Teman di hidupmu? Begitu maksudmu kan?""Ya Tuhan, kalau aku berpikir seperti itu untuk apa aku menyembunyikan fakta ini pada Daddy? Kalau aku ingin lepas dari cengke
Two Weeks Later...Malam ini hujan dan petir seakan menyatu menjadi paduan yang cukup menjadi alasan Fiorella meringkuk diatas ranjangnya saat ini. Bahkan ia merasa sangat malas walau hanya sekedar mematikan lampu tempat tidurnya. Namun tiba-tiba lampu itu mati dengan sendirinya, Fiorella yang merasa ketakutan langsung keluar dari selimutnya dan menatap sekitar yang hanya diterangi cahaya rembulan yang meredup. "TIAN! KATE!" teriak Fiorella meminta bantuan namun sama sekali tak ada yang datang hanya untuk mengantarkan lilin untuknya.Fiorella meraih ponselnya dan segera mencari nomor Christian, ia langsung mendeal nomor suaminya itu. "Ada apa Fio?""Tian? Dimana kau?""Aku masih di kantor, kenapa?""Tian, aku takut.""Ada apa?""Lampu mati tiba-tiba, aku pun tak mengerti ada apa ini. Aku sudah berteriak memanggil Kate tapi ia tak kunjung kemari.""Tenanglah, sekarang keluar dan cari tau minta bodyguard untuk menyalakan generatornya.""Baiklah.""Aku akan pulang setelah masalahku seles
"Tian?" Fiorella melirih seraya mendirikan tubuhnya menatap Christian lekat. Christian menjalankan kakinya perlahan mendekati tempat Fiorella berada, manik pria itu menatap lantai dimana Julia sudah tak lagi bernyawa. "Kau membunuhnya?" ulang Christian dengan suara datarnya."Tian, ini semua tidak seperti yang kau lihat.""Memangnya apa yang aku lihat?""Tian, sungguh aku tak membunuh Julia," kilah Fiorella dengan menatap penuh keyakinan pada Christian namun pria itu justru mendekatkan tubuhnya dan mencengkram kelewat kencang bahu ringkih Fiorella."Sst, sakit Tian," adu Fiorella dengan air matanya yang sudah menetes."Katakan, apa alasanmu membunuhnya?""Tian demi Tuhan aku tak membunuhnya, terpikirkan saja tidak." Christian berdecih keras, ia menghentakkan kasar bahu Fiorella hingga membuat wanita itu mundur beberapa langkah."Kau benar-benar membuatku sadar.""Maksudmu?""Aku berusaha menyangkal bahwa kau tak mungkin melakukan hal yang sama seperti yang kakak dan Daddy mu lakukan!
Christian memijit pelipisnya yang mengetat saat ini, rasa emosi masih benar-benar tersimpan di dalam benak pria itu rasanya ia ingin membunuh siapapun yang berhadapan dengannya saat ini. Namun, saat mengingat wajah Fiorella dua minggu lalu perlahan kemarahan itu surut. Christian melirik tepat di jendela yang masih menampilkan hujan lebat di luar sana. Christian mendirikan tubuhnya, ia menatap butiran air yang perlahan berjatuhan dari langit perlahan pikirannya berkelana mengenai keadaan Fiorella, ia sudah menampar dan mencengkeram tak manusiawi bahu wanita itu, sudah dapat dipastikan lebam menghiasi bahu putih istrinya.Memikirkan hal tersebut akhinya Christian mendengus dan berbalik arah keluar dari kamarnya dan menuju kamar Fiorella namun di tengah lorong ia melihat jasad Julia yang masih tergeletak plus dengan darahnya yang masih menggenang mengotori lantai. Segera Christian meraih ponselnya dan menghubungi Liam. "Liam.""Ya Tuan?""Dimana kau?""Aku tengah di kantor Tuan, ada bebe
Leonardo dengan gerakan cepat melepaskan jas yang tengah ia pakai dan ia sampirkan di pundak adiknya yang masih bergetar. Leonardo menggiring tubuh Fiorella memasuki hotel yang tengah ia tempati malam ini, pria itu dengan gerakan pelan dan lembutnya mengusap lengan atas Fiorella berusaha menghangatkan suhu tubuh adiknya yang dingin.Sesampainya di kamar Leonardo, pria itu lantas mendudukkan tubuh Fiorella di sofa dan ia raih selimut lalu menyelimuti Fiorella. Leonardo mendudukkan tubuhnya tepat di bawah sofa agar ia lebih jelas menatap wajah adiknya yang merah dan jangan lupakan tangisannya yang belum reda, tangan besar Leonardo mengusap lembut sekali dahi Fiorella yang memar tangannya mengepal sempurna. Namun, Leonardo tak bisa memarahi apalagi menanyakan banyak hal sekarang pada Fiorella, ia mengerti mental adiknya sedang tertekan saat ini. "Fio," panggil Leonardo dengan suara lembutnya."Mandilah dulu, kakak akan siapkan air hangat.""Fio, jawab kakak!" Namun wanita itu masih bungk
Leonardo mendekati kedua orang wanita yang tengah membeku di tempatnya saat ini karena mendengar pertanyaannya barusan. Pria itu memegang bahu Fiorella dan menatap penuh pertanyaan pada Charlotte saat ini. "Hal apa Fio?" Tanya Leonardo dengan nada yang super lembutnya."Kak.""Apa Charlotte?""Itu hal, maksud ku Fio.""Jangan sembunyikan apapun padaku Charlotte, katakan apa yang kalian bicarakan hingga kalian tampak pias seperti ini?""Fio hanya bercerita masalahnya kak," ucap Charlotte pelan."Apa yang kau katakan pada Charlotte, Fio?" tanya Leonardo kini menatap Fiorella lekat."Aku hanya mengatakan tentang perlakuan kasar Christian, Kak.""Hanya itu?""Ya." Leonardo mengangguk paham, pria itu tau ada yang tak beres dengan adiknya dan ia harus bersabar hingga Fiorella mau dan mampu menceritakan yang sebenarnya pada dirinya."Baiklah, kau lapar Fio?" tanya Leonardo lagi namun dibalas gelengan dari Leonardo."Baiklah, Charlotte tolong jaga Fio dulu, aku ada sedikit urusan lagi.""Iya
Florence terus mengusap lembut kepala adik iparnya dan memanggil Karin agar dibuatkan teh hangat untuk Fiorella yang masih menangis saat ini. Manik Florence beradu dengan manik biru terang Leonardo, terukir dengan jelas sekali di sana kemarahan pria itu yang belum surut sepenuhnya, Florence yang paham langsung memberi kode untuk suaminya agar meninggalkannya dengan Fiorella yang syukurnya di mengerti oleh Leonardo.Kini Florence melepas pelukan Fiorella dan merangkum wajah Fiorella sekaligus menghapus sisa air mata di wajah sembab adik Leonardo itu. "Fio ingin cerita pada Kakak?" tanya Florence lembut yang tak dibalas oleh Fiorella.Wanita itu mengerti mungkin Fiorella butuh ruang untuk menyendiri, akhirnya Florence menuntun Fiorella menuju kamar milik wanita itu sendiri dan mengusap lembut surai Fiorella sayang. "Istirahatlah Fio, kau pasti sangat lelah," ucap Florence dibalas anggukan pelan dari Fiorella.Florence mendirikan tubuhnya dan perlahan keluar dari kamar Fiorella dan menuj