"Rafael belum pulang?"
"Belum, Tuan." Guzman mengangguk. Meminta pelayan itu untuk pergi dan berjalan menuju ruang makan. Cucunya kembali terlambat pulang. Semua ini pasti karena menantunya. Dia jadi penasaran, sejauh mana perkembangan Firanda? Apa menantunya sudah benar-benar sembuh atau tidak? Mungkin ini juga yang menjadi penyebab Rafael sedikit ceria dari biasanya. Benar-benar, dia tidak menyangka dalam diri cucunya masih terdapat kelembutan. "Lho, Kiana, kenapa kau yang menyiapkan makan malam?" Guzman terkejut saat mendapati Kiana tengah menata piring dan meletakkan makanan yang di bawanya dari dapur dibantu oleh para pelayan lain. "Ah, Kakek, Kiana hanya membantu sedikit. Tidak ada yang bisa Kiana kerjakan selama tinggal di sini," balasnya sambil meringis. Dia cemas kalau Guzman akan memarahinya. Meski kakek tua itu hanya menghembuskan napas kasar dan tersenyum lembut. Perlahan, dia berja"Maaf, saya mengambilnya tanpa izin, tapi saya sangat tertarik dengan ini." Andrew merogoh saku bajunya dan memerlihatkan selembar foto yang dia ambil dari dompet Garry beberapa hari lalu. Tindakannya memang kurang ajar, tapi rasa penasaran membuatnya sulit menahan diri. Dia juga mengatakannya pada sang kakak. Namun Arkan juga bingung dan berkata untuk bertanya langsung. Semua itu jelas karena mereka tidak dapat mencari tahu tentang seorang Garry Carlson. Kehidupan pribadi pria itu sangat tertutup rapat. Artikel yang menjelaskan tentang latar belakangnya pun sangat sedikit. Ditambah, pria ini tidak pernah menetap di suatu negara dan sering berpindah-pindah. Meski ada yang mengatakan kalau selama sepuluh tahun terakhir, sang milyarder itu memilih untuk tinggal di sini. "Astaga, akhirnya aku menemukan ini. Aku mencari-carinya dari kemarin," gumam Garry dengan penuh haru. Dia merebut foto itu dan menatapnya penuh cinta. Jantungnya sep
Jika ada wanita terbodoh di dunia ini, mungkin dialah orangnya. Bisa-bisanya Kiana menyukai orang yang pernah menyakiti, menahan bahkan berperilaku buruk terhadapnya. Bahkan sekarang, lagi-lagi dia memberikan tubuhnya pada laki-laki yang terlelap di sampingnya. Matanya menelisik tubuh kekar di sampingnya. Menatap laki-laki yang telah memiliki hati dan tubuhnya dengan lekat. Rafael. Rahang tegas itu terlihat begitu menawan. Bibir dan mata yang terpejam tampak begitu menenangkan. Dada lebar yang membuat setiap wanita berharap bisa bersandar di sana. Tangan kekar yang bisa menjadi tempat berlindung. Rasanya Kiana tidak percaya jika laki-laki ini memiliki masa lalu yang kelam. Kenangan buruk yang mengubah semua sifatnya menjadi sangat mengerikan. Padahal kesan kuat begitu melekat padanya. Memergoki perselingkuhan ayahnya, tidak dipercayai oleh ibunya setelah mengungkapkan keberengsekan ayahnya, dan hampir menja
"Apa kau yakin ini adalah tempatnya?" tanya Garry saat Andrew mengajaknya ke suatu tempat. Di daerah yang cukup terpencil dan jarang sekali terlihat warga. Dia jelas kaget, apalagi setelah melihat sebuah rumah yang ada di depan matanya. "Ya, sebaiknya Anda lihat dulu ke dalam." Rumah kecil yang sudah tak terawat. Tanaman merambat di dinding dan pintu. Rumah tak layak huni karena begitu pintu dibuka, pintu tersebut langsung ambruk. Menampilkan pemandangan rumah yang sangat kotor. Tidak ada satu pun barang pada tempatnya. Semua bak kapal pecah. Apalagi setelah dia melihat lantai yang berwarna merah pekat nyaris seperti berwarna hitam dan terlihat kering. Dia tidak tahu apa itu, tapi Andrew tahu. Itu adalah darah yang sampai saat ini belum dibersihkan dan dibiarkan begitu saja hingga mengering. "Apa ini benar-benar tempat yang layak untuk ditinggali manusia?" Garry menggeleng. Lemari televisi yang a
Langkah kakinya tertahan, nyalinya mendadak ciut. Kiana tidak berani mendekat. Pandangannya berubah sedih. Wanita itu dulu begitu kurus kering, tatapan matanya selalu kosong seolah tak bernyawa, bahkan untuk tersenyum saja, dia tidak pernah melihatnya dan penyebab semua itu adalah karena perselingkuhan ibunya dan ayah Rafael. Akan tetapi, sekarang terlihat berbeda, tubuhnya sudah sedikit berisi, bibirnya pun terus tersenyum. Jika Kiana mendekat sekarang, apakah yang akan terjadi? "Kiana, ayo," ajak Guzman, membuat Kiana mengangguk ragu. Dia yang awalnya meminta, jadi dia tidak memiliki pilihan lain apalagi menolak. Jika semuanya baik-baik saja, dia ingin sekali meminta maaf atas yang telah ibunya lakukan. "Firanda," panggil Guzman sambil menghampiri wanita yang duduk di kursi roda. Di dekat sebuah pohon rindang, bersantai sembari melihat bunga-bunga bersama seorang perawat. Sang perawat yang men
"SIALAN! KENAPA BISA BEGINI? KATAKAN APA YANG SEBENARNYA TERJADI!" Rafael menggebrak meja kerjanya dengan keras. Membentak Guzman yang sekarang berdiri di depannya. Dia naik pitam setelah mengetahui apa yang terjadi pada mamanya yang kembali memberontak. Padahal selama beberapa hari ini, mamanya sudah tenang. Kepalanya terasa berdenyut sakit. Dia tidak tega melihat mamanya harus dirantai karena tidak berhenti berontak dan berniat menyakiti orang lain. Dia yakin, mamanya tidak akan kembali seperti itu jika tidak ada hal yang memicunya. Rafael juga tadi tidak sengaja mendengar namanya menyebut nama Lyana. Wanita jalang itu. "Tenanglah, tidak terjadi apa pun. Tahan emosimu. Mungkin ibumu hanya merasa frustrasi," ucap Guzman berusaha menutupi apa yang terjadi. Entah apa yang terjadi pada Kiana jika dia mengatakan semuanya. "Jangan bohong! Jelas-jelas kau tahu apa yang terjadi!" Rafael mendesis dan sambil menget
Tubuh Kiana gemetar. Dia takut melihat Rafael yang sangat marah. Apa mungkin sesuatu telah terjadi? Apa kehadirannya telah membuat keadaan menjadi semakin buruk? Hingga saat Kiana tengah berpikir, dia dibuat tersentak oleh tangan Rafael yang mencengkeram rahangnya. Alhasil, Kiana harus menahan rasa sakit. "Kaupikir, apa yang telah kaulakukan, huh? Apa kau sedang berusaha membalasku?" desis Rafael tepat di depan wajah Kiana. "Apa? Tidak! Aku tidak berniat melakukan itu! Aku tidak bermaksud begitu!" Kiana menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil memegang kedua tangan laki-laki itu. Tak pernah ada niat sedikit pun untuk melakukan hal jahat pada ibunya Rafael. Bukan seperti itu tujuannya. Kiana tidak mau lagi melakukan hal jahat, terlebih dia dan Firanda tidak memiliki masalah apa-apa. Tidak mungkin dirinya berniat menyerang ibu dari Rafael tanpa alasan. "Aku hanya, aku hanya mau melihat ibumu. Aku tidak tahu kalau dia akan b
Andrew, Ken dan Guzman masuk ke dalam rumah dengan langkah terburu-buru. Para pelayan sudah berbaris rapi seperti tahu akan kedatangan mereka. Hingga Guzman lantas dihampiri oleh kepala pelayan yang tadi meneleponnya dan memberitahukan kalau Rafael berada di kamar Kiana. Tentu saja, tubuh Guzman langsung membatu. Matanya membulat dengan jantung yang berdetak kencang. Dia takut cucunya melakukan hal buruk. Membuatnya tanpa basa-basi, langsung berjalan menuju kamar Kiana. Diikuti oleh Andrew serta Ken dari belakang. Ken yang memang tidak memiliki jadwal ke rumah sakit, tentu ingin melihat Kiana dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Meski rasa khawatirnya tidak hilang sejak Guzman mengatakan bahwa Rafael ada di rumah karena Ken tahu, kalau Rafael adalah orang yang nekat. Hingga ketika mereka bertiga sudah ada di depan pintu, tanpa banyak bicara, Andrew yang sudah kesal mendobraknya dengan keras sampai pintu itu rusak dan memerliha
Sinar matahari mulai menembus masuk melalui ventilasi udara dan jendela yang sedikit terbuka. Di sebuah kamar di mana seorang wanita tengah tertidur dengan laki-laki yang duduk dan terlelap di sebelahnya. Sampai wanita itu akhirnya membuka mata. Bias cahaya mentari menyilaukan matanya dari arah sebelah kiri, membuatnya dengan cepat berpaling ke sisi kanan. Dia masih mengantuk, matanya akan kembali terlelap, tapi justru terbuka lebar saat melihat siapa orang yang ada di sebelahnya dan menggenggam tangannya dengan erat. "Andrew?" panggilnya dengan pelan. Dia berusaha untuk melepaskan genggaman tangan itu, akan tetapi hal tersebut justru membangunkan Andrew. Kepala laki-laki itu terangkat dan menatap ke arahnya dengan mata sayu karena masih mengantuk. Andrew tampak mengusap kedua matanya dan tersenyum tipis. "Kiana? Akhirnya kau bangun juga," desahnya lega. Pandangan Andrew terlihat penuh kerinduan. Dalam sekejap, r