"Apa kau yakin ini adalah tempatnya?" tanya Garry saat Andrew mengajaknya ke suatu tempat. Di daerah yang cukup terpencil dan jarang sekali terlihat warga. Dia jelas kaget, apalagi setelah melihat sebuah rumah yang ada di depan matanya.
"Ya, sebaiknya Anda lihat dulu ke dalam." Rumah kecil yang sudah tak terawat. Tanaman merambat di dinding dan pintu. Rumah tak layak huni karena begitu pintu dibuka, pintu tersebut langsung ambruk. Menampilkan pemandangan rumah yang sangat kotor. Tidak ada satu pun barang pada tempatnya. Semua bak kapal pecah. Apalagi setelah dia melihat lantai yang berwarna merah pekat nyaris seperti berwarna hitam dan terlihat kering. Dia tidak tahu apa itu, tapi Andrew tahu. Itu adalah darah yang sampai saat ini belum dibersihkan dan dibiarkan begitu saja hingga mengering. "Apa ini benar-benar tempat yang layak untuk ditinggali manusia?" Garry menggeleng. Lemari televisi yang aLangkah kakinya tertahan, nyalinya mendadak ciut. Kiana tidak berani mendekat. Pandangannya berubah sedih. Wanita itu dulu begitu kurus kering, tatapan matanya selalu kosong seolah tak bernyawa, bahkan untuk tersenyum saja, dia tidak pernah melihatnya dan penyebab semua itu adalah karena perselingkuhan ibunya dan ayah Rafael. Akan tetapi, sekarang terlihat berbeda, tubuhnya sudah sedikit berisi, bibirnya pun terus tersenyum. Jika Kiana mendekat sekarang, apakah yang akan terjadi? "Kiana, ayo," ajak Guzman, membuat Kiana mengangguk ragu. Dia yang awalnya meminta, jadi dia tidak memiliki pilihan lain apalagi menolak. Jika semuanya baik-baik saja, dia ingin sekali meminta maaf atas yang telah ibunya lakukan. "Firanda," panggil Guzman sambil menghampiri wanita yang duduk di kursi roda. Di dekat sebuah pohon rindang, bersantai sembari melihat bunga-bunga bersama seorang perawat. Sang perawat yang men
"SIALAN! KENAPA BISA BEGINI? KATAKAN APA YANG SEBENARNYA TERJADI!" Rafael menggebrak meja kerjanya dengan keras. Membentak Guzman yang sekarang berdiri di depannya. Dia naik pitam setelah mengetahui apa yang terjadi pada mamanya yang kembali memberontak. Padahal selama beberapa hari ini, mamanya sudah tenang. Kepalanya terasa berdenyut sakit. Dia tidak tega melihat mamanya harus dirantai karena tidak berhenti berontak dan berniat menyakiti orang lain. Dia yakin, mamanya tidak akan kembali seperti itu jika tidak ada hal yang memicunya. Rafael juga tadi tidak sengaja mendengar namanya menyebut nama Lyana. Wanita jalang itu. "Tenanglah, tidak terjadi apa pun. Tahan emosimu. Mungkin ibumu hanya merasa frustrasi," ucap Guzman berusaha menutupi apa yang terjadi. Entah apa yang terjadi pada Kiana jika dia mengatakan semuanya. "Jangan bohong! Jelas-jelas kau tahu apa yang terjadi!" Rafael mendesis dan sambil menget
Tubuh Kiana gemetar. Dia takut melihat Rafael yang sangat marah. Apa mungkin sesuatu telah terjadi? Apa kehadirannya telah membuat keadaan menjadi semakin buruk? Hingga saat Kiana tengah berpikir, dia dibuat tersentak oleh tangan Rafael yang mencengkeram rahangnya. Alhasil, Kiana harus menahan rasa sakit. "Kaupikir, apa yang telah kaulakukan, huh? Apa kau sedang berusaha membalasku?" desis Rafael tepat di depan wajah Kiana. "Apa? Tidak! Aku tidak berniat melakukan itu! Aku tidak bermaksud begitu!" Kiana menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil memegang kedua tangan laki-laki itu. Tak pernah ada niat sedikit pun untuk melakukan hal jahat pada ibunya Rafael. Bukan seperti itu tujuannya. Kiana tidak mau lagi melakukan hal jahat, terlebih dia dan Firanda tidak memiliki masalah apa-apa. Tidak mungkin dirinya berniat menyerang ibu dari Rafael tanpa alasan. "Aku hanya, aku hanya mau melihat ibumu. Aku tidak tahu kalau dia akan b
Andrew, Ken dan Guzman masuk ke dalam rumah dengan langkah terburu-buru. Para pelayan sudah berbaris rapi seperti tahu akan kedatangan mereka. Hingga Guzman lantas dihampiri oleh kepala pelayan yang tadi meneleponnya dan memberitahukan kalau Rafael berada di kamar Kiana. Tentu saja, tubuh Guzman langsung membatu. Matanya membulat dengan jantung yang berdetak kencang. Dia takut cucunya melakukan hal buruk. Membuatnya tanpa basa-basi, langsung berjalan menuju kamar Kiana. Diikuti oleh Andrew serta Ken dari belakang. Ken yang memang tidak memiliki jadwal ke rumah sakit, tentu ingin melihat Kiana dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Meski rasa khawatirnya tidak hilang sejak Guzman mengatakan bahwa Rafael ada di rumah karena Ken tahu, kalau Rafael adalah orang yang nekat. Hingga ketika mereka bertiga sudah ada di depan pintu, tanpa banyak bicara, Andrew yang sudah kesal mendobraknya dengan keras sampai pintu itu rusak dan memerliha
Sinar matahari mulai menembus masuk melalui ventilasi udara dan jendela yang sedikit terbuka. Di sebuah kamar di mana seorang wanita tengah tertidur dengan laki-laki yang duduk dan terlelap di sebelahnya. Sampai wanita itu akhirnya membuka mata. Bias cahaya mentari menyilaukan matanya dari arah sebelah kiri, membuatnya dengan cepat berpaling ke sisi kanan. Dia masih mengantuk, matanya akan kembali terlelap, tapi justru terbuka lebar saat melihat siapa orang yang ada di sebelahnya dan menggenggam tangannya dengan erat. "Andrew?" panggilnya dengan pelan. Dia berusaha untuk melepaskan genggaman tangan itu, akan tetapi hal tersebut justru membangunkan Andrew. Kepala laki-laki itu terangkat dan menatap ke arahnya dengan mata sayu karena masih mengantuk. Andrew tampak mengusap kedua matanya dan tersenyum tipis. "Kiana? Akhirnya kau bangun juga," desahnya lega. Pandangan Andrew terlihat penuh kerinduan. Dalam sekejap, r
Kiana tidak tahu apa yang terjadi pada Rafael setelah dia dibawa ke rumah milik Andrew. Akhirnya, dia tetap merepotkan laki-laki itu. Padahal Kiana sudah membalasnya dengan sebuah pengkhianatan. Kenapa Andrew bisa sangat mencintainya seperti ini? Bertahun-tahun mereka berteman, berpisah lalu bertemu lagi, namun perasaan Andrew sama sekali tidak berubah terhadapnya. Mungkin sempat teralihkan dengan kehadiran Sashi, tapi hanya sebentar karena setelah mereka bertemu kembali, Andrew terus melekat padanya. Bahkan saat ini, laki-laki itu tengah menyisir rambutnya di depan cermin. Kiana bisa melihat senyum Andrew. Dia tidak tahu apa ada hal baik atau tidak. Padahal dia sudah berkata kalau dirinya tidak bisa mencintai laki-laki itu, tapi sepertinya lagi-lagi Andrew menulikan telinganya. "Andrew, aku bisa melakukannya sendiri. Biarkan aku menyisirnya." "Tidak, Kiana. Kau diam saja," ucap Andrew sambil menahan tangan Kiana
Keadaan cukup buruk saat Firanda dibawa ke rumah sakit. Rafael dan Guzman tidak bisa menghilangkan perasaan khawatir. Terlebih Rafael yang sedari tadi mondar-mandir tak jelas di depan ruang IGD. Tubuhnya masih kaku dan wajah tegangnya sama sekali tak mengendur. Dia takut terjadi sesuatu pada mamanya. Kenapa dan bagaimana bisa ini terjadi? Bukankah mamanya sudah diikat? Sayangnya, petugas yang menemukan mamanya pun mengatakan tidak tahu apa-apa. Dia juga terkejut ketika mendapati sebuah ruangan dengan pintu terbuka, padahal semua pintu akan tertutup jika malam hari tiba. Terlebih rantai yang mengikat Firanda juga sudah dilepas. Menjelaskan mungkin ada orang yang datang ke sana. Namun sialnya, Rafael tidak bisa mengetahui siapa orang itu. CCTV yang memantau area di sekitar ruangan mamanya sudah dirusak oleh seseorang. Seperti memang sudah direncanakan. Jika seperti ini, Rafael berharap lebih baik mamanya seperti mayat hidup dari pada
Kini, Firanda dipindahkan ke ruang ICU. Kondisi mamanya masih kritis dan Rafael tidak bisa memejamkan mata dari dini hari tadi. Begitu juga dengan Guzman yang setia menemaninya. Kakeknya itu tidak meninggalkannya barang sebentar pun. Selalu ada di sisi Rafael dan berusaha menenangkannya. "Rafael, makanlah. Kau belum mengisi perutmu sejak tadi." Guzman menyodorkan kantung plastik berisi satu bungkus makanan yang dia suruh belikan dari bawahannya pada Rafael. Dia sudah mengambil bagiannya. Namun sayangnya, Rafael menggeleng. Dia tidak tertarik dengan makanan itu. Dirinya hanya bisa menunggu karena dokter belum mengizinkan seorang pun untuk masuk ke dalam. Mamanya harus beristirahat dan jangan diganggu sementara waktu. "Jangan keras kepala. Jika kau sakit, siapa yang menjaga ibumu?" Barulah setelah Guzman mengatakan kalimat itu, Rafael dengan terpaksa mengambil kantung plastik dan mengeluarkan makanan dari san