Dua hari berlalu, Kiana sama sekali tidak dikeluarkan oleh Rafael. Dia tetap berada di gudang dengan rasa takut yang bahkan tidak kunjung pergi. Meski makanan selalu datang untuknya. Namun dari pagi tadi, sepertinya akan telat karena dia belum melihat ada Mara yang masuk atau apakah mereka akan membiarkannya mati membusuk?
Kiana tidak memiliki harapan untuk hidup. Sampai di tengah keputusasaan yang melandanya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Membuatnya yang ada tepat di pinggir pintu, menoleh. Sosok laki-laki berwajah dingin menjadi hal pertama yang dia lihat. Rafael. Laki-laki itu muncul dengan pakaian santainya. Rambut hitamnya dibiarkan berantakan. "Bangunlah." Bibir Kiana masih bungkam. Wajahnya kusut dan penuh kecemasan. Dia masih berbaring di lantai yang dingin sebelum kemudian duduk dan menatap Rafael dengan pandangan lemah. Dia ingin sekali berteriak dan memaki laki-laki itu atas segala"Apa yang kaupikirkan dengan menggoda pelayanku? Apa kau sadar, kalau kau sebentar lagi akan bertunangan?" Rafael menatap tajam sepupunya. Keduanya saat ini berada di halaman belakang. Berbicara setelah dia menarik paksa Marcel untuk keluar dari sana dan meninggalkan Kiana. Benar-benar sepupu yang berengsek! Dia dan Marcel bukan saudara sepupu yang begitu dekat, tapi laki-laki itu sudah berani masuk dan mengganggu Kiana. Padahal dia hanya meninggalkan rumah untuk membeli keperluan sebentar dan mengambil berkas yang tertinggal di rumah sakit. "Maafkan aku, aku benar-benar tidak tahan melihatnya. Bolehkah aku ambil dia untukku?" Marcel masih menunjukkan ketertarikannya pada Kiana. Dia masih belum puas jika belum menyentuh wanita yang menjadi incarannya. Bagaimana mungkin, ada wanita yang begitu menarik minatnya sampai seperti ini? Dia bahkan tidak peduli jika Kiana hanyalah seorang pelayan. "Tidak. Dia m
"Apa kau tidak punya mata!" bentak Rafael sampai mangkuk yang tadinya berisi sayur itu jatuh ke lantai. Menimbulkan suara yang cukup nyaring. Kedua pahanya tampak basah karena Kiana yang tidak sengaja menumpahkan sup panas saat sedang menyiapkan hidangan untuk Rafael. Lantas, siapa yang tidak kesal? Apalagi rasa panas langsung menjalar menuju pangkal pahanya. Sarapan paginya pun harus berantakan. "Maaf, aku tidak sengaja," jawab Kiana dengan wajah polosnya. Meringis ngilu saat melihat Rafael seperti kesakitan. Namun saat dia menawarkan untuk membantu, laki-laki itu langsung menepis kasar tangannya. Tidak mungkin Rafael membiarkan Kiana menyentuh pahanya. "Apa hukuman kemarin belum cukup? Kaumau bermain-main denganku?" Rafael bangkit dan mencengkeram rahang Kiana. Dari kemarin, wanita itu selalu membuatnya jengkel. Membuat Rafael selalu ingin untuk menghukumnya. Dia sangat kesal. Sungguh kesal. Sementara Kiana hanya men
"Tuan akan pergi ke pesta nanti malam, bisa kau siapkan pakaiannya?" "Aku?" Kiana menunjuk dirinya sendiri. Dia masih tidak percaya kenapa pelayan lain selalu mengumpankan dirinya jika itu menyangkut Rafael? Tidak tahukah, kalau Rafael sudah begitu membencinya? Jika dia melakukan kesalahan lagi, Kiana juga yang harus menerima akibatnya dan tidak ada satu pun dari mereka yang mau menolongnya. "Memang siapa lagi yang ada di sini selain kau?" Kiana terdiam. Hanya dia dan Mara yang ada di dapur. Dua pelayan lainnya sedang sibuk berbelanja ke supermarket. Sejak tadi pagi hingga sekarang, mereka terus membicarakan tentang pesta, pesta dan pesta. Kiana sendiri yang mendengarnya sampai bosan. Dia tidak tahu pesta apa yang sebenarnya sedang dibicarakan. "Tidak bisakah kau saja? Aku sedang sibuk." Dia bahkan belum selesai mengepel lantai dan kini, harus mengurus segala keperluan Rafael? Memangnya lak
Pesta pertunangan Mili dan Marcel dilaksanakan di ballroom hotel. Kakeknya menyewa seluruh gedung termasuk kamar hotel untuk para tamu yang nantinya tidak bisa pulang dan memilih menginap. Benar-benar sangat mewah dan berkelas. Semua kolega bisnis hadir di sana. Andrew pun ikut hadir. Sementara Rafael datang paling terlambat. Dia datang sesaat sebelum proses pertukaran cincin dilakukan. Tentu saja, kelakuannya itu menarik perhatian banyak orang. Dia seperti tidak menghargai pemilik acara. Akan tetapi, Rafael hanya mengabaikannya. Dia datang juga karena paksaan dari kakek tua itu. Bahkan saat datang, Rafael hanya berdiri sembari menatap Mili dan Marcel saling memasangkan cincin. Keduanya tampak tersenyum lebar dan membuat para tamu ikut dalam kegembiraan itu sambil bertepuk tangan. Pertunangan mereka berjalan dengan lancar. Paman dan bibinya tampak tersenyum lebar, mungkin senang melihat anaknya bertunangan. Berbeda dengan sang kakek ya
Kiana mengendap-endap ke luar kamar. Dia melihat suasana rumah sudah sangat sepi, Rafael sudah pergi tiga puluh menit yang lalu dan para pelayan sudah tertidur lelap. Hanya dia yang masih terbangun dan merencanakan untuk melarikan diri. Kiana tidak membawa apa pun selain pakaian hangat yang saat ini tengah dikenakannya. Langkahnya pelan. Kiana berjalan ke arah pintu belakang. Kiana sudah mendapatkan kunci dari Noe saat pelayan itu menggeletakkannya begitu saja di meja ketika tengah bersih-bersih rumah. Beruntungnya, tidak ada yang bertanya atau yang mengatakan kehilangan, karena sebenarnya kunci lain ada di tangan Mara atau sebenarnya, Noe terlalu penakut untuk mengakui kesalahannya. Mungkin, melihat bagaimana dari sikap pengecutnya waktu itu, Kiana dapat menyimpulkan kalau Noe adalah seorang pecundang. Kiana dengan mudah membuka pintu belakang dan langsung berjalan mengitari halaman belakang yang begitu luas itu. Cahaya begitu m
Matahari mulai bersinar sangat terang. Menyorot langsung pada dua orang yang tengah tertidur dalam posisi berpelukan dengan selimut hangat yang membungkus tubuh mereka. Kedua kulit mereka saling bersentuhan, mencari kehangatan setelah semalam lelah mencari kepuasan. Sang wanita menyusupkan kepalanya di leher si pria dengan kedua kaki yang melingkar di pinggangnya. Sementara si pria meletakkan tangannya di atas bokong sintal milik wanitanya. Keintiman keduanya seperti mereka adalah sepasang kekasih sungguhan. Bahkan penyatuan mereka belum terlepas sama sekali. Terlalu nyaman untuk dilepaskan. Hingga akhirnya, si pria mulai terbangun saat mendengar suara langkah kaki dari arah luar. Seperti seseorang tengah berjalan mondar-mandir. Matanya mulai berbuka sepenuhnya, hingga hanya rasa pusing yang mendera kepalanya. Meringis sakit sampai dia merasakan hembusan napas hangat di lehernya. Kedua alisnya menajam. Dia bisa merasakan tubuh se
Sudah lima hari, sejak Rafael merampas dan menguasai tubuhnya hingga Kiana tidak bisa berjalan atau bahkan berdiri. Laki-laki itu pergi meninggalkannya bahkan sebelum Kiana membuka mata dan menghilang selama beberapa hari ini. Harga dirinya terasa diinjak-injak. Rafael yang memaksanya, namun laki-laki itu juga yang pergi meninggalkannya. Ini terasa menyakitkan untuknya. Andrew saja tidak pernah melakukan ini. Laki-laki itu selalu ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat setelah menghabiskan malam yang panjang bersama. Kata-kata romantis di pagi hari dan kecupan mesra, selalu dia dapat. Tidak. Jangan salah paham, Kiana tidak menginginkan itu dari Rafael. Hanya dia ingin mendapatkan maaf atas tindakan kasar laki-laki itu padanya. Kiana tidak bisa untuk tidak mengingat kejadian di malam itu. Sangat membekas di benaknya saat Rafael dengan sangat kasar menyetubuhinya. Laki-laki itu melakukannya tanpa perasaan, bahkan saat Kiana me
Tidak ada kesialan yang tidak akan menimpa Rafael setelah dia berdekatan dengan Kiana. Wanita itu selalu membawa masalah untuknya, begitu pun untuk sekarang. Kiana menarik dan membuat tubuhnya basah karena tercebur ke dalam air. Tak hanya itu, dia juga harus membawa naik Kiana yang bahkan seperti akan kehilangan nyawa karena tidak bisa berenang dan pingsan dalam pelukannya begitu saja. "Dasar menyusahkan." Rafael menggerutu saat mengangkat tubuh Kiana yang berat di dalam air. Walau sebenarnya, bisa saja Rafael membiarkan Kiana mati tenggelam dan membuat itu seolah-olah seperti sebuah kecelakaan. Namun, dia rasa ini belum saatnya untuk Kiana mati. Alhasil, Rafael tidak memiliki pilihan lain selain menyelamatkannya. Kiana yang pingsan, dia bawa dengan susah payah dari dalam air dan membaringkannya di pinggir kolam renang. Menepuk-nepuk pipinya dengan cukup keras. Berusaha membangunkan Kiana. Pakaian wanita itu tampak bas