Kalau dipikir-pikir, Kanza itu memang anak yang cukup bar-bar saat sekolah. Bukti jelasnya itu sudah ada pada Abian. Bahkan dia ingat siapa Kanza, murid bimbingan olimpiade saat SMA. Ya, Abian tidak heran sih saat itu hanya saja, kok ada ya yang seperti Kanza naik meja, julid, dan menggosip tentang Abian dan segala keburukannya. Sebenarnya lucu kalau dipikir ulang. Wajar, Abian itu sangat dingin orangnya. Tapi banyak fans nya, saat murid bimbinganya dibimbing bukan benci malah senang dengan Abian yang seperti itu. Ya, kecuali si Kanza tadi, makanya Abian langsung ingat saat Kanza memperkenalkan dirinya pertama kali, melihat perawakannya juga tidak berubah dari dulu.
Abian membuka iseng media sosialnya, pertama media sosial dengan logo burung tapi tidak begitu menarik lalu beralih ke ask.fm nya. Ia sudah lupa kata sandinya apa, tapi gampang mencari ask.fm nya, tinggal menulis Abian Adalvino ask.fm di Search engine. Langsung muncul. Boleh sombong tidak? Tidak boleh tentu saja. Ia melihat beberapa pertanyaan dan jawaban 10 tahun yang lalu, dan cukup membuatnya tertawa geli melihat beberapa secret admirer nya yang cukup banyak di jenjang perkuliahan dulu.
Lantas beralih ke media sosial lain yaitu media sosial berlogo f . Lucunya Abian masih ingat kata sandi media sosilanya, rencana setelah ia melihat-lihat media sosial berlogo f dia akan hapus permanent seperti media media sosial lain yang masih ingat kata sandinya.
Jarinya bergerak lincah diatas keyboard lalu berpindah ke mouse, beberapa kali ia tersenyum melihat postingan usang dirinya. Percayalah, zaman itu mereka masih aktif-aktifnya bermain aplikasi ini. Tak sengaja menggulir halaman kebawah, matanya menangkap satu grup yang cukup menyita perhatiannya. OSN KEBUMIAN (2011). Ia lantas mengklik dua kali, terlihat jelas bagaimana deskripsi grup ini terlihat dingin.
Abian membaca sekilas, lalu menggulirkan kursornya. Ia mendapatkan apa yang ia cari. Oke, ia ingat bahwa grup ini dulu berfungsi sebagai share informasi mengenai olimpiade tingkat Nasional. Juga dulu masih memakai via sms. Nah untuk memudahkan maka digunakan lah media ini sebagai diskusi tanya jawab bagi murid bimbingannya yang tidak paham.
Di halaman atas masih terlihat hangat interaksi Abian dan murid lain, tapi bukan itu yang ia cari. Seingat Abian, ada beberapa hal yang membuatnya semangat untuk mencarinya. Sampai dibawah kini ia menemukan beberapa pertanyaan lucu dari murid bimbinganya, siapa lagi kalau bukan Kanza Syafira.
Tiba-tiba Abian tergelak keras melihat satu pertanyaan dari Kanza yang menurutnya ini menyebabkan Kanza tidak bertanya jauh lagi kepadanya. Padahal sebelumnya, Kanza itu sangat sering bertanya kepada termasuk di via sms dan Abian rasa ia menjadi tumbal temannya untuk tanya terlebih dahulu kepada dirinya.
Sebelumnya kenapa Abian berpikiran seperti ini? Oke, dulu murid Abian ada tiga yang satu sekolah dengan Kanza. Nah mereka itu sepertinya tidak suka dengan Abian, lebih tepatnya takut tapi masih mengakui jika Abian itu lumayan. Berbeda dengan Kanza yang benar-benar tidak suka dengannya, terlebih dia ditunjuk mewakili lomba saja secara acak dan terpaksa. Maka dari itu Kanza sebenarnya paling aktif tanya karena tidak tahu. Tapi saat itu Abian juga bisa menangkap bahwa Kanza agak lemah di hafalan, jika membahas rumus ia langsung nyantol.
Pertanyaan yang Kanza sampaikan di dinding platform tersebut adalah
"Mas X-Ray itu apa?"
Abian berulang kali membaca masih saja tertawa apalagi melihat jawaban yang ia berikan yaitu, "Sinar X ya Sinar X".
Padahal jika dipikir ulang Abian bisa menjelaskan dengan baik, sayang ia buka tipe yang seperti itu. Dan itu pertanyaan terakhir yang Kanza berikan. Selebihnya, Abian meneladeni temannya Kanza yang lain seperti biasa.
Abian menyandarkan tubuhnya di kursi kerja miliknya yang berada di ruangan samping kamar. Hari ini libur, dan ia cukup bisa mendinginkan kepalanya sejenak. Maka dari itu tadi ia sempat iseng mencari sambil bernostalgia. Ternyata dulu seru juga, kenapa ia baru sadar sekarang. Apa karena dulu ia terlalu fokus di dunianya sehingga tak melihat sekitar. Entahlah yang jelas Abian ingin mengulang masa-masa itu.
Drrt drrt
Tiba-tiba satu notifikasi dari e-mail masuk ke ponselnya. Abian akan sangat cepat membuka pesan dari e-mail dibanding chat biasa karena pesan yang di kirim di e-mail itu terbilang urgent menurutnya. Tapi dahinya mengernyit ketika pesan itu masuk bukan di e-mail utama atau e-mail untuk kerja, melainkan di e-mail yang ia pakai dulu.
Abian lantas membuka pesan tersebut, matanya fokus membaca satu demi satu kalimat dan lagi-lagi itu membuat ia terpingkal-pingkal sampai diakhir kalimat. Menurut Abian, siapa orang yang membaca ini pasti akan sakit hati tapi untuk Abian ini sangat lucu apalagi jika pesan ini di tulis sudah berapa tahun yang lalu. Ia bisa menebak, si pemilik e-mail pasti sengaja mengirimkan e-mail untuk masa yang akan datang karena ia berpikir tidak akan bertemu dengan dirinya. Tapi tenyata? Lihat bahkan sebelum e-mail ini masuk, ia sudah bertemu dengan pemilik e-mailnya terlebih dahulu. Astaga, sepertinya ia harus mencari tahu kenapa seseorang ini bisa membencinya sangat.
From: freakinxhil@g***l.com
To: Al.Abian123@g***l.com Date: June 01, 2021, 14:32Isi email:
Halo … Kpd. Mas Abian Adalvino yang terhormat selaku pembimbing saya. Terima kasih sudah membimbing saya selama 5 hari sehingga saya masuk ke tahap provinsi. Oke nevermind.
Mas tahu gak kenapa saya email? Saya itu udh tekanan batin karena kepaksa ikut lomba tapi ditambahin Mas yang judes, dingin kaku kayak kanebo kering. Saya tu sampai heran, temen" saya pada sok"an benci tapi suka muji. Muji tinggal muji, herannya kenapa ya pada suka mas. Saya masih sakit hati perihal x-ray, saya malu sampe ubun-ubun kalo mau tahu. Ya pasti gak mau tahu ,..
Udah yang penting Mas itu nyebelin dimata saya, dan gak bange t,.. Oh ya ask.fm nya lucu hahaha tapi aneh. Aneh aja kok bisa banyak fansnya pdhl nyebelin. Mana banyak yang bilang kalo tipe-tipe tsundere padahal mah galak-galak aja yakan Mas.
Gak lagi- lagi ketemu orang kayak Mas Abian Adalvino, pinter tapi akhlakless. Astagfirullah
Aminn
---
From: Bapak Abian YTH.
Terima kasih, atas pujiannya. Bakal saya ingat terus.
Kanza mengernyit ketika salah satu pesan masuk tiba-tiba. Isinya juga membuat ia bingung, ditambah seseorang yang mengirim pesan tidak jelas. Kanza menoleh ke arah jam dinding, baru jam tiga sore. Abian tidak salah kirim atau melantur, 'kah?
To: Bapak Abian YTH.
Maaf bagaimana, Pak? Bapak salah kirim?
Dan oleh Abian tidak dibalas. Kanza hanya mendengus mungkin salah kirim. Kanza lantas menoleh ke arah pintu masuk, ia melihat pretensi Jihan yang tengah masuk ke rumah dengan tubuh gontai, setelah melepas sepatunya Jihan langsung merebahkan dirinya di sofa belakang Kanza. Posisinya Kanza duduk di bawah dengan cemilan ditangannya.
"Cuci tangan sama kaki lo." Ucap Kanza kepada Jihan.
"Bentar lima menit."
"Kenapa?"
Jihan menghela nafas berat, "Putus."
Kanza menoleh cepat, "Sama uler panca?"
"ULER SANCA DODOL!" Seru Jihan membuat Kanza mengibas-ngibaskan tangannya.
"Ya itu pokoknya. Serius lo?"
"Serius lah anjir."
"Bagus deh. Gue dari awal gak setuju lo sama dia." Jawab Kanza dengan enteng sedangkan Jihan menghembuskan nafas kasar.
"Lo pernah sayang sama orang gak sih Za? Mau seburuk dia ke gue, gue tetep sayang ke dia." Ujar Jihan pelan.
"Itu namanya bulol. Udah bucin tolol... ya gue gak tahu perjalanan lo pacaran sama Panca gimana, perjuangan dari nol kalian gimana, cuma mikir Ji sekarang. Panca temperamental makin ke sini makin gak enak. Dia ngelarang lo main sama gue karena gue bawa pengaruh buruk? Gue ngapain coba. Yang ada akhlak lo yang semakin gak bener." Terang Kanza. Dia sudah muak dengan sifat Panca yang terlalu posesif dengan Sahabatnya itu. Ya ia tahu mungkin tidak ada hak mengatakan ini, tapi ia ingin Jihan itu memikirkan baik-baik.
"Gue tahu tapi susah Za..."
Kanza menghela nafas, "Ya udah sekarang gimana lo nya. Ini jalan hidup lo, tapi gue juga gak mau lo kenapa-napa. Liat dari cara Panca posesif ke elo aja bikin gue ngeri.
I mean lo baru pacaran udah dilarang ini itu."Jihan terdiam menerungi perkataan Kanza yang menurutnya tidak sepenuhnya salah. Tapi bagaimanapun dia masih belum menerima sepenuhnya. Sulit jika sudah berurusan dengan hati.
"Atasan lo gimana?" tanya Jihan tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Gadis itu mendengus ketika Jihan menanyakan hal ini.
"Aneh, gaje." Jawab Kanza kini kembali bermain ponselnya.
"Lo jangan sensi-sensi bau-baunya bakal ada sesuatu nih."
"DIH OGAH!" seru Kanza membuat Jihan tergelak.
"Terakhir lo di tinggal kawin gak sih?"
"Kawin banget bahasanya?"
Jihan mengedikkan bahu, "Itu udah lama banget Za, pas masih kuliah. Cari cowok kek, masa mantan lo dari dulu tali puser."
"Anjir... Males ah bahas ginian. Gue masih ngejar cintanya kokoh Jae kalo lupa."
Jihan menoyor kepala Kanza, "Ye lo mah halu terus sampai mampus."
"Dari pada pacaran sama pacar yang posesifnya kek Panca. Ogah gue bayangin aja ngeri."
"Yee gue doain juga lo sama atasan lo."
"Gak ada ya! Udah sono cuci tangan sama kaki lo." Kanza mendorong Jihan agar segera pergi dari situ. Ia sedang malas jika membahas atasan yang aneh itu. Tidak mau ambil pusing ia langsung masuk ke kamar merebahkan dirinya, eh tidak. Bersiap-siap membuka laptop untuk menonton kesukaannya. Hari ini Kanza tidak disibukkan oleh beberapa hari sebelumnya karena sekarang hari sabtu jadi dia libur. Kemarin hari jumat sore ia sudah beberes di rumah yang ia tinggali bersama Jihan dan sekarang waktunya ia Q-time.
Kanza sudah menyiapkan cemilan dan dibawa masuk ke kamar dengan laptop yang sudah ia siapkan juga. Setelah sekian lama akhirnya Kanza bisa menonton drama korea yang cukup lama ia belum selesaikan karena kesibukannya. Kanza langsung memposisikan dirinya di tempat tidur dan mulai memutar drama dari laptopnya. Baru beberapa menit ia sudah dikagetkan oleh Jihan yang tiba-tiba menyelonong masuk ke kamar.
"Anjirr kaget gue!!" sentak Kanza pada Jihan karena ia benar-benar kaget. Kanza melirik mimik wajah Jihan yang berubah masam, jika seperti itu pasti Jihan merengek ingin sesuatu.
"Kenapa?" ketus Kanza kembali ke pada laptopnya.
Jihan duduk di pinggir ranjang sambil cemberut, "Za ayokk main keluar, gue bosen di kontrakan. Mana lagi gue badmood."
Kanza masih fokus pada laptopnya, "Badmood kenapa lagi? Gue mager Ji lagi seruh nih."
"Dimarahi atasan padahal temen gue yang salah."
Kanza melirik Jihan, "Oh dimarahi." ujar Kanza santai membuat Jihan mendelik sebal.
"Gue setiap hari kali." lanjut Kanza sukses merubah mimik wajah Jihan menjadi heran.
"Ketua Tim lo masih marahin lo? Anjir demi apa?"
"Demi gantengnya Park Jaehyung gak sih. Lagi pula gak waktu kerja pun dia galak. Udahlah males bahas ketua tim gue. Gue lagi mau refreshing."
"Liat sih yang mana orangnya… Jadi kepo." Jihan mengambil ponsel Kanza yang langsung direbut oleh pemiliknya.
"Jangan pakek hp gue. Search aja di internet. Abian Adalvino."
"Anjirrr sepenting apa dia sampe masuk di internet." Jihan mulai mengetik nama yang Kanza maksud di ponselnya, matanya langsung bergerak cepat beriringan dengan tangan yang mengscroll ke atas ke bawah.
"Ini beneran coach lo pas olimpiade?" Jihan menunjukkan layar berisi foto Abian di hasil pencariannya. Kanza menoleh lalu mengangguk dan kembali menonton dramanya. Sedangkan Jihan masih mencari-cari tentang Abian.
"Ya pantes sih masuk internet, orang dia pinter. Anjir gila CV nya panjang banget kayak jalan tol." Cibir Jihan kagum sedangkan Kanza tak peduli, ia sedang fokus ke drama.
"Oh dia suka ngisi radio juga to?"
"Emang iya?" tanya Kanza menanggapi gumaman Jihan.
"Gak tahu sih ini fotonya gini. Bodo amat deh. Ayok Za maainnnn..." Jihan masih kekeh membujuk Kanza untuk pergi keluar. Lagi pula selama dua minggu Kanza datang ke rumahnya untuk hidup bersama, wanita itu belum keluar sekedar jalan-jalan. Jihan ingin mengajak Kanza mencari udara luar.
Kanza berdecak, "Iye nanti. Nanti malem oke dah sana keluar gue mau nonton jodoh gue."
Jihan tersenyum lebar, "Asik. Oke nanti malem." Ia akhirnya beranjak dari tempat tidur Kanza dan berjalan menuju pintu untuk keluar. Tapi tiba-tiba ia berhenti.
"Btw Za..." Jihan menoleh kearah Kanza yang menatapnya malas.
"Itu endingnya cowoknya mati." Setelah mengucapkan itu Jihan langsung berlari keluar sambil tertawa.
"SIALAN!! JIHAN SIALAN!!" amuk Kanza. Bagaimana tidak, Jihan malah memberikan spoiler ending drama yang sedang ia tonton.
-To be continued-
Abian turun dari lantai dua, setelah mendapatkan pesan beruntun dari temannya, ia bergegas mengganti pakaiannya. Saras yang sedang menonton tv di ruang tengah pun mengernyit heran melihat penampilan kakaknya itu tengah rapi berbalut kemeja kotak merah dan kaos hitam di dalamnya. Tidak lupa celana jeans, dan tas yang disampirkan dipundak."Mas mau kemana? Dandan kayak anak muda gitu?" tanya Saras meneliti penampilan Abian yang sangat santai, apalagi rambutnya disisir tidak terlalu rapi seperti saat akan ke kantor."Busking. Mau ikut?"Saras sontak berdiri, "Sumpah? Mauuuu ikutt.""Ya udah sana ganti baju."Saras langsung mengangguk, ia mematikan televisi dan langsung bergegas naik menuju kamarnya. Cukup 10 menitan Saras keluar dengan memakai sweater warna beige dan jeans juga tas selempang kecil. Ia sangat bersemangat malam ini."Mas beneran mau busking? Sama anak Band Mas?" tanya Saras mengekori Abian yang kin
warning! Harsh word! . Karena lapar setelah menonton acara musik itu, Jihan dan Kanza memutuskan untuk singgah di kafe dekat disitu sebentar. Sembari mengobrol banyak hal. Jihan dan Kanza duduk di salah satu meja kosong, sudah malam tapi masih cukup ramai. "Za? Lo masih diet?" tanya Jihan kini melahap nasi goreng telur yang ia pesan. Kanza dan Jihan sama-sama memesan menu yang sama, untuk makan yaitu nasi goreng telur satu pedas untuk Jihan dan satu pedasnya sedang untuk Kanza, kentang goreng satu dan minumnya greentea. Kanza menyeruput minum sejenak, "Lo pikir?" Jihan terkekeh pelan, "Ya gak salah sih tante Rina nitipin lo ke gue." "Gue udah susah-susah diet eh ketemu lo mana bisa gue diet." Timpal Kanza kini ikut tertawa kecil begitu pula dengan Jihan. "You know me so well Za." Kanza kembali melahap makanannya dengan tenang, "Adik lo udah isi?" tanya Kanza tiba-tiba membuat
"Lagi nunggu ojol?" tanya Abian yang keluar dari gedung. Kanza langsung menoleh cepat, jika di pikir-pikir apa Abian selalu pulang paling akhir, sudah jalan tiga minggu Kanza pulang akhir tapi ternyata Abian yang pulang akhir."Iya." Jawab Kanza singkat."Batalin aja.""Hah?!"Abian menatap Kanza dengan ekspresi datarnya, "Batalin aja ojolnya. Kamu pulang sama saya." Lanjut Abian seenaknya."T-tapi...""Orang ojolnya dari tadi gak jalan-jalan." Abian menunjuk dengan dagunya, melihat ponsel Kanza menyala dan terlihat bahwa ojol yang Kanza pesan masih belum jalan.Kanza menoleh bingung pada ponselnya, tapikan Kanza tidak mau pulang dengan Abian. Dia berusaha menghindar dari Abian, tapi setelah dirasa, Abian seperti balas dendam kepada dirinya."Kelamaan mikir, keburu di tutup gerbangnya." Ucap Abian meninggalkan Kanza
"Kamu disana malah gendutan ya pantes aja gak nikah-nikah.""Za kurangin ngemil lo, leher lo ada dua gitu.""Yang udah kerja pasti banyak duit. Tambah gemuk aja.""Ihh kak Kanza tambah gemuk nek!!""Di jaga tubuhmu. Jangan banyak jajan, jangan banyak ngemil, kalo kamu gemuk susah yang suka sama kamu. Gak nikah-nikah nanti." Sejak 5 hari setelah Kanza video call dengan keluarga besar yang sedang berkumpul di rumah neneknya ia berubah menjadi murung. Niat ingin melepas rindu, dengan mungkin dibumbui pujian karena ia berhasil bekerja di yang ia cita-citakan, malah berakhir dengan unt
"Gak makan siang?" tanya Abian saat masuk ke ruangan dan kini berhenti di samping meja Kanza. Kanza menoleh sejenak lalu menggeleng ia kembali menatap monitor komputernya. Semenjak kejadian 2 hari yang lalu dimana ia pingsan, Kanza lebih pendiam. Kanza tahu jika Abian yang membawa ke klinik bersama Bu Nuri, dan ia juga tahu jika mereka berdua tidak ember penyebab Kanza pingsan. Hanya saja mood Kanza tidak kunjung membaik ditambah keluarga besarnya yang semakin kemari semakin menyebalkan. "Ayo saya temenin makan. Saya gak mau liat anggota tim saya pingsan lagi." Ucap Abian terkesan tegas dan datar. "Makasih Pak sebelumnya, tapi saya gak bakal pingsan lagi." Jawab Kanza. Abian mendengus, "Saya gak mau ada anggota yang ngrepotin saya
Abian bingung harus bagaimana menghadapi wanita yang marah terhadapnya. Baru kali ini ia merasa pusing sendiri dengan sikap orang yang marah terhadapnya. Biasanya ia akan cuek dan tidak mempedulikan karena semua yang ia katakan, ia utarakan itu lebih dari logis. Maka dari itu lawan bicara sering kalah telak jika berdebat dengannya. Tapi kenapa ia sekarang menjadi kepikiran ketika beberapa hari lalu Kanza marah padanya, sampai-sampai berani melempar buku menimbulkan suara nyaring. Apa ia terkena Karma karena mulutnya sering kelewat tajam hingga sekarang marahnya Kanza membuat Abian uring-uringan dan moodnya ikut buruk. Satu lagi, ajakan keluar kemarin ditolak mentah-mentah oleh Kanza. Padahal ini merupakan pertama kali Abian sampai mendatangi rumah seseorang untuk minta maaf dan menebus kesalahannya. Hari ini pun Abian melihat Kanza ha
Burhan masuk ruangan Tim Cirrus dengan tersenyum lebar. Suasana hatinya sangat senang, tak sabar ia membawa kabar baik yang akan ia sampaikan kepada Tim Cirrus. Walaupun hal pribadi tapi setidakknya ia ingin berbagi kebahagiannya. "Selamat siang semua." Sapa Burhan kini masuk dan berjalan menuju depan sana. Semua langsung berdiri menyapa Burhan dengan hangat dan ramah. Bahkan semua langsung menghentikan aktivitas mereka dan berdiri untuk menghormati kedatangan Burhan. Termasuk Abian yang langsung keluar ruang kerjanya. "Wah kayaknya bapak ada kabar gembira nih." Ujar Hasan setelah melihat raut wajah Burhan yang berseri-seri. Burhan tersenyum malu, "Kamu tahu aja Hasan." "I
Kanza mengrenyit melihat Abian benar-benar menjemputnya. Dalam hati ia sudah menggerutu sebal, lama kelamaan Abian itu seenaknya sendiri tidak di kantor, di luar pun juga sulit dibantah. Bodohnya Kanza juga tidak bisa membantah, mungkin karena dulu gurunya jadi ia benar-benar harus menghormati. Tapi tetap saja menjengkelkan kalau dipikir-pikir. Dan Kanza melihat Abian sudah berdiri di samping mobilnya dengan wajah datar andalannya. Huft, Kanza penasaran kenapa Abian jarang sekali tersenyum. Tapi, tunggu... "Loh istri bapak gak ikut?" tanya Kanza melihat bangku depan kosong dari kaca depan. Ia jadi was-was kalau ternyata Abian sudah punya calon atau istrikan bisa gawat. Ia tidak ingin dilabrak tiba-tiba disangka pelakor. Tunggu, memang Kanza berulah apa saja sampai berpikiran jauh seperti itu. Tapi semua bisa terjadi, contoh saja Panca
Dua minggu lamanya Kanza benar-benar mengabaikan pesan dari Abian, dan sudah terhitung satu minggu terakhir Abian tidak mengubungi Kanza lagi setelah ia mengirim pesan yang terakhir untuk menjelaskan alasan apa yang terjadi. Suasana menjadi sangat kacau, banyak sekali rumor yang tidak masuk akal termasuk menyangkut dirinya. Kanza sudah tidak peduli dengan semua orang, karena semua orang itu palsu, bermuka dua dan tidak dapat dipercaya. Yang tidak bisa ia pikirkan sebenarnya Kanza harus menunggu apa? Dan lagi Abian pindah tim? Benar-benar pria gila. Kanza membereskan barangnya untuk segera pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Harinya sama, sama-sama melelahkan bagi Kanza. "Kanza mau pulang?" tanya Samuel, Ketua Tim Kanza yang akhir-akhir ini mendekati Kanza. Bukan ada maksud apa-apa menurutnya semua yang menjadi anggotanya menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan anggotanya. Entah sekedar menawari untuk pulang bersama atau mencoba meng
From : Bapak Abian YTH Kamu gak mau liat keadaan saya? Tanggung jawab punggung saya sakit. . Kanza menghembuskan nafas lelah, jujur memang ia tidak bisa mengunjungi Abian kemarin dikarenakan shift. Dan sekarang ia sedang menuju rumah sakit tentu saja mengunjungi Abian meski dengan perasaan yang campur aduk. Ia tidak tahu apakah nanti bisa mengendalikan emosinya atau malah akan menangis keras, yang jelas pikiran Kanza masih kacau. Tentang keterangan Abian tidak masuk yaitu dengan alasan salah otot sehingga pinggang Abian cedera. Abian tidak memberitahu bahwa ia kena insiden yang tidak perlu ia sebutkan, yang ada malah menjadi berita yang tidak-tidak. Menerima pesan tadi Kanza sudah berdiri di depan pintu ruang inap Abian, ia sudah berdiri selama kurang 15 menit. Entah mengapa ia harus menyiapkan dirinya, mungkin karena merasa bersalah mendalam. Bahkan ia masih ingat detail bagaimana kejadian itu, rasanya begitu sesak mengingatnya. Kanza menggelengkan kep
Lorong rumah sakit nampak cukup sepi. Setelah kejadian tadi, Kanza hanya terdiam di depan kamar rawat setelah membersihkan diri tadi. Wajah Kanza masih terlihat bengkak sedikit pucat, tangannya juga masih bergetar. Ia masih terlalu kaget dengan kejadian ini, menyesali segalanya. Di dalam kamar rawat ada Saras yang masih menunggui kakaknya itu siuman, sedangkan Seno mengurus Panca di kantor polisi. Penyerangan akan memberatkan tuntutannya. Drrt drrt Suara getar ponsel Kanza terdengar, ia mengeluarkan ponsel dari saku. Ada panggilan masuk dari Jihan membuat seketika ia menghela nafas berat sebelum menerima. Cukup lama ia hanya memandang kosong layar ponsel bercantumkan nama Jihan tiba-tiba Saras keluar dengan tergesa dan sontak membuat Kanza otomatis langsung berdiri. "Mbak, mbak kenapa belum pulang?" tanya Saras cukup ketus. Saras masih belum bisa berpikir rasional sekarang, ia masih syok juga atas kejadian yang menimpa kakaknya. "Pak Abi
Setelah Seno berbincang dengan Abian hanya sekitar 10 menit, Abian langsung mengirimkan pesan ke Kanza untuk mengirimkan lokasinya sekarang juga. Boleh jadi sekarang ia bertemu dengan Panca. Kira-kira ini obrolan sebelum Abian menancapkan gas motor menuju lokasi yang Kanza kirimkan. "Lo denger gue gak sih, Al?" Abian melirik sejenak, "Denger.""Terus kenapa lo malah main hp?"Tidak menanggapi pertanyaan Seno, Abian kembali mengecek pesan masuk dari Kanza tetapi nihil."Al?!" Seno emosi sendiri karena Abian sedari tadi seperti tidak memperhatikan ia bicara.Abian menghela nafas kasar, "Gue tahu. Gue tahu dari lama, lo pikir gue gak mastiin Kanza balik sesuai permintaan lo? Makanya gue lagi—"Suara notifikasi masuk ke dalam ponsel milik Abian. Kanza mengirimkan lokasi yang tidak jauh dari Kafe Seno. Tidak menghiraukan Seno yang tengah mengomel panjang, Abian langsung mengambil kunci motor dan langsung bergegas menuju lokasi meninggalkan Seno yang men
Kanza membuka matanya terkejut ketika mimpi buruk itu seolah ingin menangkapnya. Peluh berjatuhan, nafasnya tersenggal. Ia lantas mendudukkan dirinya mencoba menetralkan nafas, tangan Kanza meraih ponsel guna melihat pukul berapa sekarang. Masih pukul 3 pagi. Kanza mengambil gelas disamping meja dan meminum sekali tandas.Akhir-akhir ini ia merasa gelisah, bahkan ia sering mimpi buruk kejadian itu terulang lagi. Tapi sebelum-sebelumnya ia menyangkal jika hanya pikirannya saja yang penuh. Kanza menghela nafas lalu kembali merebahkan dirinya. Ia menatap langit-langit menerawang jauh memikirkan kondisinya. Ia merasa baik-baik saja, tapi terkadang ia merasa sangat kacau. Kanza sedikit takut jika ia harus menemui psikolog karena kondisi psikis yang akibatnya berdampak pada kondisi perut. Sejak kejadian itu, perut Kanza menjadi sangat sensitif, dari sering melilit atau paling parah yaitu kram. Padahal ia sudah cek ke dokter dan tidak ada apa-apa. Dokter hanya bilang itu dikarenakan
Kanza tersenyum cerah ketika tidak sengaja tadi melihat sekelompok mahasiswa di ruang sebelah setelah ia dari kamar mandi. Ia langsung bergegas menuju ruangannya untuk bersiap menyambutnya. Dibanding harus terlihat seperti orang yang keren saat bekerja, Kanza justru malah ingin berinteraksi dengan mereka tapi tidak bisa karena hanya dia saja yang merasa begitu yang lain begitu fokus dengan pekerjaan mereka. Tentang Nata, mereka sama sekali tidak bertegur sama semenjak kemarin. Masa bodoh, Kanza tidak peduli. "Selamat siang semuanya," suara Bapak Humas Instansi menyapa semua orang di ruangan Cirrus. Sontak semuanya menoleh dan membalas sapaan dari Bambang si Humas yang membawa kelompok mahasiswa tersebut. Abian yang tadinya di dalam ruangannya lantas keluar menghampiri Bambang untuk menyambut mereka. Kanza tersenyum cerah ketika melihat para Mahasiswa di luar, beberapa anak mengintip dan tersenyum ke arahnya. "Baik semuanya, karena ada sekitar 7 orang
Obrolan kemarin sore baik Abian dan Kanza mulai menjaga jarak, bahkan hanya bertegur sapa singkat dan bekerja sesuai dengan jadwalnya. Gosip tentang Kanza pun belum mereda, masih banyak yang menyinggung jadwal shift yang ditetapkan. Mungkin prinsip Kanza sekarang ia akan bekerja dan dibayar lalu pulang, tidak mencampuri urusan lain ataupun ikut nongkrong apapun. Dia akan biasa tidak akan terlalu dekat dengan rekan kantor karena tidak ada yang dapat dipercaya.Ia harus fokus kembali tujuan awal yaitu mencari uang untuk adiknya sekolah dan dirinya. Hanya itu. Ia harus mengingat jika ada orang yang perlu ia bahagiakan yaitu keluarganya.Agaknya beberapa kali Abian mencuri pandang ke arah dimana Kanza bekerja. Wanita itu tengah fokus dengan dahi yang berkerut, rambut pendek sebahu yang ia kucir satu menyisakan beberapa helai anak rambut, gurat wajahnya yang terlihat lelah dan sepertinya bertambah kurus. Pipi chubby saat pertama kali ia kemari berkurang.Abian menghe
Mungkin bagi Kanza, menjadi anak perempuan pertema sekaligus cucu pertama yang bisa memenuhi permintaan mendiang Kakeknya itu adalah hal yang luar biasa. Beban ia langsung terangkat begitu saja sehingga pundaknya menjadi ringan. Bagi Kanza itu semua dilakukan dengan mudah, tidak banyak mengeluh dan mengiyakan perkataan orang tua.Lalu bagaimana cara dia bertahan dan menjadi kuat?Pura-pura adalah jawabannya. Kanza terbiasa berpura-pura untuk menjadi lebih kuat disaat dia pada titik terendah. Dia juga terbiasa berpura-pura untuk baik-baik saja karena ia yakin besok akan baik-baik saja, padahal pikirannya berbanding terbalik. Kanza selalu menekan kelelahan secara psikisnya hanya dengan tidur karena ia percaya dengan begitu ketika bangun ia bisa kembali berlindung dalam kata 'pura-pura', seolah tidak terjadi apa-apa.Seolah menutup telinganya rapat, Kanza keluar dari bilik kamar mandi setelah beberapa orang tadi pergi. Kanza menghela nafas berat, topik
Mungkin jika saat itu tidak berakhir, maka kedua insan itu masih merasakan bagaimana letupan-letupan rasa bahagia dalam hati mereka. Menciptakan banyak kenangan dari masa ke masa. Namun keadaan yang memaksa mereka untuk berhenti, berhenti mencintai satu sama lain sehingga meninggalkan sebuah kenangan yang tidak berarti dan hanya terasa seperti luka tidak mengering. Bersikap layaknya tidak terjadi apa-apa bahkan menjaga jarak merupakan yang mereka sekarang. Sebuah formalitas membingkai setiap pertemuan mereka. Dan terus sampai begitu. Apakah bisa seperti dulu? Mungkinkah? Entahlah. Wanita berparas cantik itu tersenyum ketika seorang pria berseragam pegawai itu berjalan menghampiri dirinya di luar ruangan. Dari dulu sampai sekarang menurutnya pria itu tidak berubah, paras dingin, langkah tegap, penampilan rapi selalu menjadi kesukaannya. Mungkin jika dulu ia bisa melihat senyum tipis terpatri pada wajah tegas pria itu sekarang tidak. Senyum yang jujur saja ia rindukan menghila