Danish tidak dapat memungkiri kemarahannya di Garden Café bukan serta-merta disebabkan oleh pertanyaan Garry dan perkataan Mike, tetapi disebabkan juga oleh rasa bersalahnya kepada Alexa. Rasa bersalah tersebut terus menghantui pikiran Danish. Danish tidak sepantasnya bersikap dingin dan kasar kepada Alexa. Awalnya, Danish memang berniat tidak akan pernah menunjukkan sikap manisnya kepada Alexa, tetapi sepertinya Danish telah berubah pikiran setelah mengenal Alexa lebih dalam.
Sekarang, Danish mulai kembali memikirkan Alexa. Danish mampu membaca kesedihan yang terpancar di kedua bola mata Alexa saat terakhir bertemu dengannya. Namun, rasa gengsi yang terlalu tinggi membuat Danish enggan meminta maaf kepada Alexa.
Danish berjalan masuk ke dalam mobilnya, lalu memutuskan untuk meraih ponselnya. Danish membuka mesin pencarian Google
Danish buru-buru masuk ke dalam mobilnya dan mengunci pintu mobilnya rapat-rapat sebelum Mika kembali menguntitnya. Danish kembali mengatur napasnya yang sudah sangat tidak beraturan karena panik dan ketakutan. Setelah merasa sedikit lebih tenang, Danish menyalakan mesin mobilnya dan menyetir dengan sangat hati hati. Sementara itu, kedua mata Mika masih terus mengamati Danish. Mika menggelengkan kepalanya dan kembali tersenyum tipis.“Danish Adelio! Sekarang aku pun sudah tahu nomor polisi dan jenis mobilmu. Jangan harap kamu bisa lolos!” Senyum Mika semakin merekah. Mika ikut menyalakan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya untuk kembali menguntit mobil Danish. Mika benar-benar ingin tahu alamat tempat tinggal Danish. Jika Mika berhasil menemukannya, maka Mika tidak akan pernah melepaskan Danish lagi.--
Danish sedang mempelajari beberapa lembar naskah yang akan digunakannya untuk keperluan shooting hari ini sambil meminum cappuccino kesukaannya. Beberapa kali Danish tampak menguap dan berusaha menahan kantuk yang melandanya akibat kurang tidur semalam. Danish berharap cappuccino dapat meredakan kantuknya segera. Danish memang merasa sedang sendirian di sana, tetapi ada sepasang mata yang sejak tadi mengamati Danish tanpa henti dari kejauhan. Sepasang mata berwarna cokelat gelap itu bukan milik Sellena, melainkan milik Mika. Mika melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil mengunyah sebutir permen karet dengan angkuhnya.“Danish Adelio, lihat saja! Rencanaku hari ini pasti tidak akan gagal!” seru Mika. Danish masih berusaha fokus, namun sepertinya rasa kantuk itu terlalu berat sehingga Da
Danish baru tiba di apartemennya menjelang tengah malam. Danish melirik jam tangannya, lalu masih berusaha untuk berjalan menyusuri koridor apartemennya dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya hari ini. Berkali-kali, Danish melayangkan pandangannya ke sekelilingnya untuk memastikan dirinya sendirian. Danish mengigit bibir bawahnya dan menyadari koridor apartemennya sedikit gelap hari ini. Bulu kuduk Danish meremang karena teringat pada cerita horor yang pernah didengarnya.“Kochenglanak?” tanya Danish pelan. Danish merasa dirinya tidak benar-benar sendirian sekarang. Ada sepasang mata yang sejak tadi mengamatinya. Sepasang mata tersebut tidak lain adalah Mika yang masih berambisi untuk mendapatkan Danish.Danish mempercepat langkahnya dan langsung memilih untuk masuk ke dalam unit apartemennya dengan ter
Danish menyesap segelas cappuccino yang ada di hadapannya. Wajahnya terlihat begitu kusut dan rambutnya sedikit berantakan. Danish seperti tidak tidur semalaman dan terus memikirkan semua kejadian buruk yang baru saja menimpanya. Danish sudah menghela napasnya berkali-kali, tetapi Frey hanya tertawa menanggapi cerita Danish.“Mana mungkin, Lio? Gue engga percaya sama cerita loe. Mungkin semua itu hanya terjadi di alam mimpi loe saja,” kata Frey.“Frey! Gue serius! Gue engga bercanda. Jadi, gue pikir dia itu penggemar paling berat yang pernah gue temui. Untung gue berhasil kabur,” kata Danish.“Mana mungkin, Lio? Gue yakin engga akan ada penggemar yang tahu lokasi apartemen loe,” kata Frey sambil terus tertawa. Frey masih saja tidak percaya akan cerita Danish. Kemarin merupakan salah satu kejadian paling buruk yang pernah dialami oleh Danish. Dan
Danish berjalan dengan gontai menyusuri koridor apartemennya. Rasa lelah menjalar begitu nyata di setiap jengkal tubuhnya. Danish tidak menyangka hidupnya akhir-akhir ini merasa begitu kacau. Semula, Danish berpikir menjadi terkenal dan menjadi pujaan semua wanita adalah mimpinya. Namun, Danish tidak pernah berpikir bahwa ada wanita-wanita yang sangat berambisi untuk memilikinya, hingga nekat melakukan apa pun. Pertemuannya dengan Cherry juga membuatnya begitu kaget. Cherry terlihat begitu berambisi dan ingin memiliki Danish, hingga rela masuk ke toilet pria. Sungguh, semuanya ini terkesan sangat melelahkan bagi Danish. Danish masuk ke dalam unit apartemennya dan langsung merebahkan dirinya di tempat tidurnya tanpa sempat berganti pakaian. Danish berusaha untuk mengatur napasnya yang memburu.“Mengapa hidup gue harus seperti
Danish menatap layar ponselnya dengan kecewa. Alexa tidak mengangkat panggilan teleponnya semalam. Dulu, Danish sering sengaja menolak panggilan telepon Alexa dan jarang membalas pesan Whatsapp Alexa. Kini, saat Danish benar-benar membutuhkan Alexa untuk menolongnya, Alexa seperti balas dendam dan sengaja mengacuhkannya. Danish memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan Whatsapp kepada Alexa.To : Alexandra AmoraAlexa, gue yakin loe sebenarnya cuma pura-pura sibuk dan engga angkat telepon gue! Dasar sombong! Danish masih saja berani mengirimkan pesan tersebut yang terkesan sangat angkuh dan sombong. Danish berharap Alexa segera membaca pesan Whatsapp darinya. Namun, Alexa tidak kunjung membalas maupun membaca pesan Whatsapp tersebut hingga membuat Danish mulai naik darah. Danish memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu segera menyalakan mesin mobilnya untuk p
Danish mengigit bibir bawahnya. Danish merasa sangat malas untuk mengangkat panggilan telepon dari Frey. Danish takut Frey memarahinya terkait berita bohong yang dimuat di akun gosip Lambe Dojen. Danish berusaha untuk menghindar, tetapi Frey terus berusaha untuk meneleponnya. Akhirnya, Danish mengangkat panggilan tersebut sambil memejamkan kedua matanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara Frey di seberang telepon sana dengan nada tinggi.“Lio, loe di mana? Loe sudah tahu berita yang ada di Lambe Dojen? Aduh, Lio! Apa yang terjadi? Gue engga menyangka semuanya bisa seperti ini. Siapa yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong tentang loe?” tanya Frey. Danish kebingungan untuk menjawab semua pertanyaan Frey. Danish hanya bisa pasrah dengan semua ini.“Frey, gue engga tahu siapa penyebar berita itu. G
Rule number 10“Danish tidak sudi untuk minta maaf, tetapi Alexa harus memaafkan semua kesalahan Danish” Danish merasa ketampanannya telah luntur hari ini. Wajahnya kusut, rambutnya berantakan, pakaiannya acak-acakan. Konferensi pers yang semula dianggap akan berjalan dengan mulus malah berjalan dengan sangat kacau. Danish sebenarnya merasa sangat marah kepada para penggemarnya yang tidak tahu aturan. Kini, Danish sedang berjalan di samping Frey menyusuri lorong apartemennya. Danish memejamkan kedua matanya sesekali dan langkahnya sudah agak oleng. Setelah menempuh perjalanan yang rasanya sangat jauh, akhirnya Danish tiba di depan unit apartemennya. Tanpa suara, Danish langsung membuka kunci pintu apartemennya dan berjalan masuk. Namun, Frey memilih untuk diam di luar hin
Langit Kota Jakarta sudah benar-benar gelap sekarang. Alexa masih duduk sendirian di kamarnya. Sekali lagi, Alexa melirik gaun cantik yang telah dibelinya di butik untuk acara promnight esok hari. Alexa meliriknya berkali-kali, lalu kembali menghela napasnya. Alexa melirik jam dinding di kamarnya. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 dan Alexa masih mampu mendengar sayup-sayup suara rintik hujan di Kota Jakarta. Hujan sepertinya memang tidak berhenti. Alexa berusaha menyakinkan dirinya lagi dengan cara berjalan menuju jendela kamarnya. Dugaan Alexa benar. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas. Alexa mulai tersenyum tipis. Alexa yakin dirinya akan menang taruhan sekarang. Walau demikian, Alexa belum ber
Danish tersenyum saat masih banyak wartawan yang mengambil fotonya dan masih banyak wartawan lainnya yang bertanya kepada Danish. Danish merasa senyumnya hari ini adalah senyum yang tulus, bukan senyum yang dipaksakan alias senyum palsu. Danish tidak peduli dengan banyaknya pertanyaan wartawan pada hari ini.“Mas Danish, apa berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Danish, apa betul Mas Danish tidak jadi bertunangan?” tanya wartawan lainnya. Danish masih saja tersenyum dan masih berusaha untuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan dari para wartawan. Sementara itu, para wartawan juga tidak segan untuk mulai bertanya kepada Frey.“Mas Frey, apa bisa bantu jawab pertanyaan kami? Apa semua berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Frey, apa betul Danish
Danish menatap Reina sambil tersenyum lebar. Danish berjabat tangan dengan Reina sambil terus memamerkan senyum tulusnya, hingga membuat Reina sedikit heran. Reina sangat jarang melihat Danish tersenyum seperti ini. “Gue benar-benar engga menyangka loe mau bantu gue,” kata Danish. Kedua mata Reina membulat karena kaget. Dengan penuh rasa canggung, akhirnya Reina membalas senyuman Danish.“Iya, sama-sama, Lio! Aku pikir bahwa sudah selayaknya aku melakukan semua ini,” kata Reina.“Loe dan gue engga pernah saling cinta. Buat apa dua hati yang engga saling cinta harus dipaksakan untuk bersatu?” tanya Danish. Reina masih berusaha untuk tersenyum di balik rasa canggungnya. Sementara itu, Reina kembali bertanya kepada Danish untuk menghilangkan rasa penasarannya.“Jad
Danish memasang ekspresi datar dan dinginnya di hadapan Reina. Reina sudah berbicara panjang lebar, tetapi Danish tampak tidak memedulikannya sama sekali. Reina masih berusaha untuk tidak ambil pusing dengan sikap Danish. Namun, Reina akhirnya merasa kesal lama-kelamaan melihat sikap Danish. Reina mulai berbicara dengan nada tingginya kepada Danish.“Jadi, gaun untuk pertunangan kita lebih bagus yang mana? Ini atau itu? Danish, kamu dengar aku bicara engga, sih?” tanya Reina kesal.“Reina, pilih saja gaun yang loe mau! Gue engga mau ikut campur. Gue engga mengerti masalah seperti ini,” kata Danish angkuh.“Danish! Sekali ini saja, tolong kamu dengarkan aku!” seru Reina. Danish masih saja bersikap tidak peduli dan malah menggelengkan kepalanya. Danish meraih ponselnya dan pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Reina merasa semakin kesal dan memutuskan untuk
Ujian Akhir Sekolah telah berakhir. Alexa tidak menyangka bahwa hari-harinya yang paling berat selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas telah berhasil dilewatinya dengan baik. Alexa merasa jerih payahnya tidak sia-sia selama ini. Alexa tidak pernah menyesal karena selalu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, terutama menjelang Ujian Akhir Sekolah. Jerih payah dan kerja keras Alexa terasa semakin bermakna saat Alexa mengetahui bahwa dirinya berhasil meraih nilai yang sangat baik untuk Ujian Akhir Sekolah. Alexa merasa sangat senang. Alexa berpikir pasti kedua orang tuanya dan Bu Siti akan bangga terhadap prestasi yang telah diraihnya.Bukan hanya mereka, Alexa yakin Danish juga pasti bangga jika mengetahui prestasi Alexa. Alexa yakin Danish pasti akan berhenti menghinanya dan mungkin akan sedikit memberi pujian kepada Alexa.Setelah Ujian Akhir Sekolah selesai, Alexa masih harus datang k
Alexa melirik jam tangannya. Alexa baru menyadari bahwa Hari Valentine akan segera berlalu sebentar lagi. Alexa memang sebenarnya tidak rela jika Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap satu tahun sekali ini segera berlalu. Walau Alexa seperti tidak mendapatkan cintanya pada tahun ini, Alexa memilih untuk tidak peduli. Alexa hanya ingin waktu bergulir lebih lama lagi di Hari Valentine. Alexa hanya ingin lebih lama lagi mengenang saat-saat indahnya bersama Danish pada waktu itu. Semua itu hanya ada dalam pikiran Alexa, tetapi Alexa tetap tidak peduli. Kini, Alexa sedang duduk sendirian di kamarnya sambil menatap langit. Alexa menghela napasnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Apa ini adalah cara terbaik supaya aku bisa melupakan seorang Danish Adelio?” tanya Alexa dalam hatinya.&n
Jantung Alexa berdebar semakin kencang. Alexa yakin ini bukanlah mimpi. Danish benar-benar berdiri di hadapannya. Alexa masih belum dapat berbicara kepada Danish. Lidahnya menjadi kaku dan dipenuhi oleh segenap rasa canggungnya terhadap Danish. Alexa hanya mampu menatap Danish dalam diam, hingga Danish memulai pembicaraan dengan suara pelan yang dingin seperti salju.“Kursi di depan loe kosong, kan?” tanya Danish. Alexa mengangguk. Alexa tidak tahu bisa memberikan anggukan secepat itu. Danish juga ikut mengangguk pelan dan langsung menarik kursi kosong di hadapan Alexa. Namun, Alexa kembali berbicara kepada Danish dengan tegas.“Kursi itu memang kosong, tapi Kak Danish lebih baik duduk di tempat lain,” kata Alexa.“Semua kursi di restoran ini penuh,” balas Danish pelan. Alexa mengh
Hari demi hari terus berlalu. Alexa masih mencoba untuk melupakan Danish, walau rasanya masih sangat sulit. Bulan Januari telah berganti menjadi bulan Februari. Bulan Februari yang kembali identik dengan bulan penuh cinta. Cinta mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang memilikinya, berbeda dengan Alexa. Hingga saat ini, Alexa masih mengurusi urusan hatinya yang masih terasa runyam. Hari ini bertepatan dengan hari Valentine, yaitu tanggal 14 Februari. Alexa sedang banyak melamun hari ini, karena kembali teringat akan Danish. Alexa ingat bahwa tahun lalu Danish mengajaknya makan malam dan Danish memulai semua permainan bodohnya dengan Alexa. Tiba-tiba, ponsel Alexa berdering. Nama Frey muncul di layar ponsel Alexa. Alexa mengangkat panggilan telepon tersebut dengan ogah-ogahan.“Iya, Kak Frey! Ada yang bisa aku bant
Alexa baru saja selesai membereskan hadiah-hadiah ulang tahun yang diterimanya hari ini. Alexa sudah selesai menatanya dengan rapi di salah satu sudut kamarnya. Semuanya ini terasa melelahkan. Alexa berusaha untuk merenggangkan otot-otot lehernya yang mulai terasa kaku, lalu memutuskan untuk berjalan menuju meja belajarnya. Alexa mengambil selembar kertas dan pulpen. Alexa ingin sekali menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, tetapi rasanya sungguh sulit.“Resolusi tahun ini,” gumam Alexa pelan. Alexa mulai berusaha untuk merangkai kata-kata dalam otaknya, namun tidak kunjung dapat melakukannya. Alexa merasa heran dengan dirinya sendiri. Pada tahun lalu, Alexa memang sangat lancar dalam menuliskan banyak resolusi dan terlihat sangat semangat dan bera