Rule number 10
“Danish tidak sudi untuk minta maaf, tetapi Alexa harus memaafkan semua kesalahan Danish”
Danish merasa ketampanannya telah luntur hari ini. Wajahnya kusut, rambutnya berantakan, pakaiannya acak-acakan. Konferensi pers yang semula dianggap akan berjalan dengan mulus malah berjalan dengan sangat kacau. Danish sebenarnya merasa sangat marah kepada para penggemarnya yang tidak tahu aturan.
Kini, Danish sedang berjalan di samping Frey menyusuri lorong apartemennya. Danish memejamkan kedua matanya sesekali dan langkahnya sudah agak oleng. Setelah menempuh perjalanan yang rasanya sangat jauh, akhirnya Danish tiba di depan unit apartemennya. Tanpa suara, Danish langsung membuka kunci pintu apartemennya dan berjalan masuk. Namun, Frey memilih untuk diam di luar hin
Suasana apartemen Danish masih gelap gulita. Lampu senter yang dinyalakan Alexa sedikit mengusir kegelapan di malam hari itu. Hujan deras masih terus mengguyur Kota Jakarta. Alexa duduk bersila di sofa ruang tengah apartemen Danish. Danish duduk di sebelah Alexa tanpa suara. Aroma parfum maskulin Danish tercium dalam setiap hembusan napas Alexa. Alexa tidak tahu caranya berbicara kepada Danish sekarang. Demikian pula dengan Danish yang memilih untuk diam tanpa suara. Beberapa saat telah berlalu hingga Danish mulai menyapa Alexa.“Alexa, gue-“ Danish tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Alexa menolehkan pandangannya ke kanan dan menatap wajah Danish lekat-lekat. Alexa dapat melihat wajah Danish walau dalam kegelapan. Alexa tersenyum tipis kepada Danish.“Kak Danish mau bicara apa?” tanya Alexa lembut.
Danish sibuk melahap sepiring nasi goreng yang tersaji di hadapannya. Sementara itu, Alexa melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil menatap Danish dengan tatapan sangat kesal. Alexa mulai menceritakan kekesalannya kepada Danish, tetapi Danish tidak menghiraukannya.“Kak Danish, jadi penggemar Kak Danish itu barbar sekali, ya! Masih untung mereka engga bawa senjata tajam. Kalau mereka bawa senjata, aku pasti sekarang sudah jadi satai!” seru Alexa. Danish masih sibuk mengunyah nasi goreng miliknya. Danish benar-benar tidak memedulikan perkataan Alexa.“Kak Danish kenal sama mereka? Aku malas banget kalau disuruh ketemu lagi sama mereka lagi,” kata Alexa. Danish sibuk mengunyah kerupuk renyah dan telur ceplok pelengkap nasi gorengnya. Alexa mulai naik pitam melihat sikap Danish. Akhirnya, Alexa m
Hati dan pikiran Alexa masih terus dipenuhi pertanyaan tentang wanita bernama Reina Aria. Alexa benar-benar tidak pernah mengenalnya dan Danish juga tidak pernah bercerita tentang wanita tersebut. Tangan Alexa mulai gemetar. Jantung Alexa berdebar sangat kencang tidak keruan. Alexa memejamkan kedua matanya sebentar dan berusaha untuk tidak menangis. Alexa tidak mau langsung berburuk sangka kepada Danish. Alexa memilih untuk mencoba mengambil cincin tersebut dengan tangan yang gemetar.“Siapa Reina Aria?” tanya Alexa pelan. Alexa mengamati cincin tersebut sekali lagi. Benar, nama Reina Aira tertulis pada cincin tersebut. Alexa berusaha mengalihkan pandangannya ke sisi lain untuk mengendalikan perasaannya. Alexa mengamati boneka beruang, parfum, jam tangan, dan sekuntum bunga mawar merah yang telah layu di dalam kotak te
Alexa tidak bisa tidur semalaman. Otaknya terus berputar dan berusaha untuk memikirkan jawaban atas seluruh teka teki ini. Apakah Reina Aria adalah alasan Danish untuk tidak menjadikan Alexa sebagai pacarnya yang sungguhan? Apakah Reina Aria adalah alasan Danish untuk menjadi seorang playboy dan selalu mempermainkan wanita? Alexa benar-benar belum dapat menemukan jawabannya. Tanpa terasa, matahari sudah kembali terbit. Langit gelap sudah kembali digantikan oleh langit yang mulai cerah. Alarm Alexa berbunyi. Alexa memang sengaja bangun jauh lebih pagi karena Alexa harus pergi ke sekolah hari ini. Tentu saja, Alexa harus pulang dahulu ke rumahnya untuk mengambil seragam sekolah dan buku-buku pelajarannya. Alexa duduk di atas tempat tidur Danish sambil mengucek-ngucek kedua matanya. Setelah memastikan kesadarannya sudah terkumpul s
Alexa berjalan menyusuri koridor di sekolahnya sambil berusaha melupakan kejadian semalam. Semalam, Alexa tidak menyangka kalau dirinya akan menginap di apartemen Danish. Semalam, Alexa juga tidak menyangka bahwa dirinya akan menemukan cincin bertuliskan nama Reina Aria di kamar tidur Danish. Alexa masih belum dapat menemukan jawaban apa pun tentang Reina Aria sampai detik ini.“Siapa Reina Aria? Ah, lupakan! Lupakan!” Alexa menjitak kepalanya pelan. Semakin Alexa ingin melupakan Reina Aria, Alexa semakin sulit untuk melupakannya. Nama Reina Aria dan seluruh teka teki tentangnya juga tentang Danish terus terbayang dalam benak Alexa sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Setelah sampai di depan kelasnya, Alexa menghentikan langkahnya sejenak dan membuat sebuah afirmasi untuk dirinya.“Lupakan! Lupakan! Lupakan! Anggap semalam engga melihat apa-apa di sana,” kata Alexa.
Danish masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap pergi shooting pada hari ini. Sesampainya di dalam kamarnya, Danish tersenyum saat melihat tempat tidurnya yang sudah rapi. Alexa memang tampak begitu telaten dalam mengerjakan segala sesuatu. Hal tersebut terbukti dengan posisi bantal dan guling yang sudah tertata begitu rapi, serta bedcover yang juga sudah dirapikan menutupi seluruh permukaan tempat tidur Danish. Danish tersenyum. Semula, Danish berpikir Alexa akan balas dendam padanya dengan cara tidak merapikan tempat tidurnya dengan maksud sengaja membuat Danish kesal dan kewalahan. Namun, Alexa malah melakukan sebaliknya. Danish melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya. Kedua matanya tertuju kepada kotak yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Jantung Danish seketika itu juga langsung berde
Danish menyandarkan tubuhnya di sofa. Danish merasa sangat lelah, seperti habis berlari mengelilingi lapangan sepak bola. Danish membuka kacamata hitamnya. Sementara itu, Frey malah sibuk memilih-milih hadiah pemberian para penggemar Danish.“Ini bagus! Eh, yang ini juga bagus! Gue pilih yang mana, ya? Lio, menurut loe lebih bagus yang mana?” tanya Frey. Frey sedang bingung memilih antara jam tangan kulit berwarna cokelat dengan jam tangan kulit berwarna hitam di hadapannya. Frey memandangi kedua jam tangan tersebut dengan mata berbinar. Tidak lama kemudian, pandangan Frey beralih kepada beberapa batang cokelat yang terlihat sangat lezat.“Lio, cokelat ini juga kelihatannya enak banget, ya! Menurut loe ini beneran enak engga?” tanya Frey. Danish melirik Frey dengan tatapan sangat malas. Danish terpak
Danish melirik jam tangannya. Proses shooting berlangsung lebih lama dari biasanya hari ini karena Sellena banyak bersikap rewel. Selain itu, shooting juga terpaksa dimulai terlambat karena ulah Frey dan Pak Damar yang sibuk berebut hadiah pemberian para penggemar Danish. Sungguh, Danish menganggap keduanya seperti anak kecil yang berebut permen. Danish membereskan barang-barangnya. Sekarang, sudah saatnya untuk pulang. Danish sudah memikirkan rasanya mandi air hangat dan minum segelas cappuccino kesukaannya sambil santai menonton fim kesukannya di apartemennya. Tidak ada orang lain yang boleh mengganggunya pada malam hari ini. Danish juga mungkin akan nekat mematikan ponselnya untuk merasakan ketenangan pada malam hari ini. Namun, sepertinya semua hal tersebut hanya ada dalam mimpinya saja. Danish baru saja ak