Danish mengigit bibir bawahnya. Danish merasa sangat malas untuk mengangkat panggilan telepon dari Frey. Danish takut Frey memarahinya terkait berita bohong yang dimuat di akun gosip Lambe Dojen.
Danish berusaha untuk menghindar, tetapi Frey terus berusaha untuk meneleponnya. Akhirnya, Danish mengangkat panggilan tersebut sambil memejamkan kedua matanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara Frey di seberang telepon sana dengan nada tinggi.
“Lio, loe di mana? Loe sudah tahu berita yang ada di Lambe Dojen? Aduh, Lio! Apa yang terjadi? Gue engga menyangka semuanya bisa seperti ini. Siapa yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong tentang loe?” tanya Frey.
Danish kebingungan untuk menjawab semua pertanyaan Frey. Danish hanya bisa pasrah dengan semua ini.
“Frey, gue engga tahu siapa penyebar berita itu. G
Rule number 10“Danish tidak sudi untuk minta maaf, tetapi Alexa harus memaafkan semua kesalahan Danish” Danish merasa ketampanannya telah luntur hari ini. Wajahnya kusut, rambutnya berantakan, pakaiannya acak-acakan. Konferensi pers yang semula dianggap akan berjalan dengan mulus malah berjalan dengan sangat kacau. Danish sebenarnya merasa sangat marah kepada para penggemarnya yang tidak tahu aturan. Kini, Danish sedang berjalan di samping Frey menyusuri lorong apartemennya. Danish memejamkan kedua matanya sesekali dan langkahnya sudah agak oleng. Setelah menempuh perjalanan yang rasanya sangat jauh, akhirnya Danish tiba di depan unit apartemennya. Tanpa suara, Danish langsung membuka kunci pintu apartemennya dan berjalan masuk. Namun, Frey memilih untuk diam di luar hin
Suasana apartemen Danish masih gelap gulita. Lampu senter yang dinyalakan Alexa sedikit mengusir kegelapan di malam hari itu. Hujan deras masih terus mengguyur Kota Jakarta. Alexa duduk bersila di sofa ruang tengah apartemen Danish. Danish duduk di sebelah Alexa tanpa suara. Aroma parfum maskulin Danish tercium dalam setiap hembusan napas Alexa. Alexa tidak tahu caranya berbicara kepada Danish sekarang. Demikian pula dengan Danish yang memilih untuk diam tanpa suara. Beberapa saat telah berlalu hingga Danish mulai menyapa Alexa.“Alexa, gue-“ Danish tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Alexa menolehkan pandangannya ke kanan dan menatap wajah Danish lekat-lekat. Alexa dapat melihat wajah Danish walau dalam kegelapan. Alexa tersenyum tipis kepada Danish.“Kak Danish mau bicara apa?” tanya Alexa lembut.
Danish sibuk melahap sepiring nasi goreng yang tersaji di hadapannya. Sementara itu, Alexa melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil menatap Danish dengan tatapan sangat kesal. Alexa mulai menceritakan kekesalannya kepada Danish, tetapi Danish tidak menghiraukannya.“Kak Danish, jadi penggemar Kak Danish itu barbar sekali, ya! Masih untung mereka engga bawa senjata tajam. Kalau mereka bawa senjata, aku pasti sekarang sudah jadi satai!” seru Alexa. Danish masih sibuk mengunyah nasi goreng miliknya. Danish benar-benar tidak memedulikan perkataan Alexa.“Kak Danish kenal sama mereka? Aku malas banget kalau disuruh ketemu lagi sama mereka lagi,” kata Alexa. Danish sibuk mengunyah kerupuk renyah dan telur ceplok pelengkap nasi gorengnya. Alexa mulai naik pitam melihat sikap Danish. Akhirnya, Alexa m
Hati dan pikiran Alexa masih terus dipenuhi pertanyaan tentang wanita bernama Reina Aria. Alexa benar-benar tidak pernah mengenalnya dan Danish juga tidak pernah bercerita tentang wanita tersebut. Tangan Alexa mulai gemetar. Jantung Alexa berdebar sangat kencang tidak keruan. Alexa memejamkan kedua matanya sebentar dan berusaha untuk tidak menangis. Alexa tidak mau langsung berburuk sangka kepada Danish. Alexa memilih untuk mencoba mengambil cincin tersebut dengan tangan yang gemetar.“Siapa Reina Aria?” tanya Alexa pelan. Alexa mengamati cincin tersebut sekali lagi. Benar, nama Reina Aira tertulis pada cincin tersebut. Alexa berusaha mengalihkan pandangannya ke sisi lain untuk mengendalikan perasaannya. Alexa mengamati boneka beruang, parfum, jam tangan, dan sekuntum bunga mawar merah yang telah layu di dalam kotak te
Alexa tidak bisa tidur semalaman. Otaknya terus berputar dan berusaha untuk memikirkan jawaban atas seluruh teka teki ini. Apakah Reina Aria adalah alasan Danish untuk tidak menjadikan Alexa sebagai pacarnya yang sungguhan? Apakah Reina Aria adalah alasan Danish untuk menjadi seorang playboy dan selalu mempermainkan wanita? Alexa benar-benar belum dapat menemukan jawabannya. Tanpa terasa, matahari sudah kembali terbit. Langit gelap sudah kembali digantikan oleh langit yang mulai cerah. Alarm Alexa berbunyi. Alexa memang sengaja bangun jauh lebih pagi karena Alexa harus pergi ke sekolah hari ini. Tentu saja, Alexa harus pulang dahulu ke rumahnya untuk mengambil seragam sekolah dan buku-buku pelajarannya. Alexa duduk di atas tempat tidur Danish sambil mengucek-ngucek kedua matanya. Setelah memastikan kesadarannya sudah terkumpul s
Alexa berjalan menyusuri koridor di sekolahnya sambil berusaha melupakan kejadian semalam. Semalam, Alexa tidak menyangka kalau dirinya akan menginap di apartemen Danish. Semalam, Alexa juga tidak menyangka bahwa dirinya akan menemukan cincin bertuliskan nama Reina Aria di kamar tidur Danish. Alexa masih belum dapat menemukan jawaban apa pun tentang Reina Aria sampai detik ini.“Siapa Reina Aria? Ah, lupakan! Lupakan!” Alexa menjitak kepalanya pelan. Semakin Alexa ingin melupakan Reina Aria, Alexa semakin sulit untuk melupakannya. Nama Reina Aria dan seluruh teka teki tentangnya juga tentang Danish terus terbayang dalam benak Alexa sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Setelah sampai di depan kelasnya, Alexa menghentikan langkahnya sejenak dan membuat sebuah afirmasi untuk dirinya.“Lupakan! Lupakan! Lupakan! Anggap semalam engga melihat apa-apa di sana,” kata Alexa.
Danish masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap pergi shooting pada hari ini. Sesampainya di dalam kamarnya, Danish tersenyum saat melihat tempat tidurnya yang sudah rapi. Alexa memang tampak begitu telaten dalam mengerjakan segala sesuatu. Hal tersebut terbukti dengan posisi bantal dan guling yang sudah tertata begitu rapi, serta bedcover yang juga sudah dirapikan menutupi seluruh permukaan tempat tidur Danish. Danish tersenyum. Semula, Danish berpikir Alexa akan balas dendam padanya dengan cara tidak merapikan tempat tidurnya dengan maksud sengaja membuat Danish kesal dan kewalahan. Namun, Alexa malah melakukan sebaliknya. Danish melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya. Kedua matanya tertuju kepada kotak yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Jantung Danish seketika itu juga langsung berde
Danish menyandarkan tubuhnya di sofa. Danish merasa sangat lelah, seperti habis berlari mengelilingi lapangan sepak bola. Danish membuka kacamata hitamnya. Sementara itu, Frey malah sibuk memilih-milih hadiah pemberian para penggemar Danish.“Ini bagus! Eh, yang ini juga bagus! Gue pilih yang mana, ya? Lio, menurut loe lebih bagus yang mana?” tanya Frey. Frey sedang bingung memilih antara jam tangan kulit berwarna cokelat dengan jam tangan kulit berwarna hitam di hadapannya. Frey memandangi kedua jam tangan tersebut dengan mata berbinar. Tidak lama kemudian, pandangan Frey beralih kepada beberapa batang cokelat yang terlihat sangat lezat.“Lio, cokelat ini juga kelihatannya enak banget, ya! Menurut loe ini beneran enak engga?” tanya Frey. Danish melirik Frey dengan tatapan sangat malas. Danish terpak
Langit Kota Jakarta sudah benar-benar gelap sekarang. Alexa masih duduk sendirian di kamarnya. Sekali lagi, Alexa melirik gaun cantik yang telah dibelinya di butik untuk acara promnight esok hari. Alexa meliriknya berkali-kali, lalu kembali menghela napasnya. Alexa melirik jam dinding di kamarnya. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 dan Alexa masih mampu mendengar sayup-sayup suara rintik hujan di Kota Jakarta. Hujan sepertinya memang tidak berhenti. Alexa berusaha menyakinkan dirinya lagi dengan cara berjalan menuju jendela kamarnya. Dugaan Alexa benar. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas. Alexa mulai tersenyum tipis. Alexa yakin dirinya akan menang taruhan sekarang. Walau demikian, Alexa belum ber
Danish tersenyum saat masih banyak wartawan yang mengambil fotonya dan masih banyak wartawan lainnya yang bertanya kepada Danish. Danish merasa senyumnya hari ini adalah senyum yang tulus, bukan senyum yang dipaksakan alias senyum palsu. Danish tidak peduli dengan banyaknya pertanyaan wartawan pada hari ini.“Mas Danish, apa berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Danish, apa betul Mas Danish tidak jadi bertunangan?” tanya wartawan lainnya. Danish masih saja tersenyum dan masih berusaha untuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan dari para wartawan. Sementara itu, para wartawan juga tidak segan untuk mulai bertanya kepada Frey.“Mas Frey, apa bisa bantu jawab pertanyaan kami? Apa semua berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Frey, apa betul Danish
Danish menatap Reina sambil tersenyum lebar. Danish berjabat tangan dengan Reina sambil terus memamerkan senyum tulusnya, hingga membuat Reina sedikit heran. Reina sangat jarang melihat Danish tersenyum seperti ini. “Gue benar-benar engga menyangka loe mau bantu gue,” kata Danish. Kedua mata Reina membulat karena kaget. Dengan penuh rasa canggung, akhirnya Reina membalas senyuman Danish.“Iya, sama-sama, Lio! Aku pikir bahwa sudah selayaknya aku melakukan semua ini,” kata Reina.“Loe dan gue engga pernah saling cinta. Buat apa dua hati yang engga saling cinta harus dipaksakan untuk bersatu?” tanya Danish. Reina masih berusaha untuk tersenyum di balik rasa canggungnya. Sementara itu, Reina kembali bertanya kepada Danish untuk menghilangkan rasa penasarannya.“Jad
Danish memasang ekspresi datar dan dinginnya di hadapan Reina. Reina sudah berbicara panjang lebar, tetapi Danish tampak tidak memedulikannya sama sekali. Reina masih berusaha untuk tidak ambil pusing dengan sikap Danish. Namun, Reina akhirnya merasa kesal lama-kelamaan melihat sikap Danish. Reina mulai berbicara dengan nada tingginya kepada Danish.“Jadi, gaun untuk pertunangan kita lebih bagus yang mana? Ini atau itu? Danish, kamu dengar aku bicara engga, sih?” tanya Reina kesal.“Reina, pilih saja gaun yang loe mau! Gue engga mau ikut campur. Gue engga mengerti masalah seperti ini,” kata Danish angkuh.“Danish! Sekali ini saja, tolong kamu dengarkan aku!” seru Reina. Danish masih saja bersikap tidak peduli dan malah menggelengkan kepalanya. Danish meraih ponselnya dan pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Reina merasa semakin kesal dan memutuskan untuk
Ujian Akhir Sekolah telah berakhir. Alexa tidak menyangka bahwa hari-harinya yang paling berat selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas telah berhasil dilewatinya dengan baik. Alexa merasa jerih payahnya tidak sia-sia selama ini. Alexa tidak pernah menyesal karena selalu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, terutama menjelang Ujian Akhir Sekolah. Jerih payah dan kerja keras Alexa terasa semakin bermakna saat Alexa mengetahui bahwa dirinya berhasil meraih nilai yang sangat baik untuk Ujian Akhir Sekolah. Alexa merasa sangat senang. Alexa berpikir pasti kedua orang tuanya dan Bu Siti akan bangga terhadap prestasi yang telah diraihnya.Bukan hanya mereka, Alexa yakin Danish juga pasti bangga jika mengetahui prestasi Alexa. Alexa yakin Danish pasti akan berhenti menghinanya dan mungkin akan sedikit memberi pujian kepada Alexa.Setelah Ujian Akhir Sekolah selesai, Alexa masih harus datang k
Alexa melirik jam tangannya. Alexa baru menyadari bahwa Hari Valentine akan segera berlalu sebentar lagi. Alexa memang sebenarnya tidak rela jika Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap satu tahun sekali ini segera berlalu. Walau Alexa seperti tidak mendapatkan cintanya pada tahun ini, Alexa memilih untuk tidak peduli. Alexa hanya ingin waktu bergulir lebih lama lagi di Hari Valentine. Alexa hanya ingin lebih lama lagi mengenang saat-saat indahnya bersama Danish pada waktu itu. Semua itu hanya ada dalam pikiran Alexa, tetapi Alexa tetap tidak peduli. Kini, Alexa sedang duduk sendirian di kamarnya sambil menatap langit. Alexa menghela napasnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Apa ini adalah cara terbaik supaya aku bisa melupakan seorang Danish Adelio?” tanya Alexa dalam hatinya.&n
Jantung Alexa berdebar semakin kencang. Alexa yakin ini bukanlah mimpi. Danish benar-benar berdiri di hadapannya. Alexa masih belum dapat berbicara kepada Danish. Lidahnya menjadi kaku dan dipenuhi oleh segenap rasa canggungnya terhadap Danish. Alexa hanya mampu menatap Danish dalam diam, hingga Danish memulai pembicaraan dengan suara pelan yang dingin seperti salju.“Kursi di depan loe kosong, kan?” tanya Danish. Alexa mengangguk. Alexa tidak tahu bisa memberikan anggukan secepat itu. Danish juga ikut mengangguk pelan dan langsung menarik kursi kosong di hadapan Alexa. Namun, Alexa kembali berbicara kepada Danish dengan tegas.“Kursi itu memang kosong, tapi Kak Danish lebih baik duduk di tempat lain,” kata Alexa.“Semua kursi di restoran ini penuh,” balas Danish pelan. Alexa mengh
Hari demi hari terus berlalu. Alexa masih mencoba untuk melupakan Danish, walau rasanya masih sangat sulit. Bulan Januari telah berganti menjadi bulan Februari. Bulan Februari yang kembali identik dengan bulan penuh cinta. Cinta mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang memilikinya, berbeda dengan Alexa. Hingga saat ini, Alexa masih mengurusi urusan hatinya yang masih terasa runyam. Hari ini bertepatan dengan hari Valentine, yaitu tanggal 14 Februari. Alexa sedang banyak melamun hari ini, karena kembali teringat akan Danish. Alexa ingat bahwa tahun lalu Danish mengajaknya makan malam dan Danish memulai semua permainan bodohnya dengan Alexa. Tiba-tiba, ponsel Alexa berdering. Nama Frey muncul di layar ponsel Alexa. Alexa mengangkat panggilan telepon tersebut dengan ogah-ogahan.“Iya, Kak Frey! Ada yang bisa aku bant
Alexa baru saja selesai membereskan hadiah-hadiah ulang tahun yang diterimanya hari ini. Alexa sudah selesai menatanya dengan rapi di salah satu sudut kamarnya. Semuanya ini terasa melelahkan. Alexa berusaha untuk merenggangkan otot-otot lehernya yang mulai terasa kaku, lalu memutuskan untuk berjalan menuju meja belajarnya. Alexa mengambil selembar kertas dan pulpen. Alexa ingin sekali menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, tetapi rasanya sungguh sulit.“Resolusi tahun ini,” gumam Alexa pelan. Alexa mulai berusaha untuk merangkai kata-kata dalam otaknya, namun tidak kunjung dapat melakukannya. Alexa merasa heran dengan dirinya sendiri. Pada tahun lalu, Alexa memang sangat lancar dalam menuliskan banyak resolusi dan terlihat sangat semangat dan bera