“Yaitu Sang Iblis harus mengorbankan seorang gadis yang masih perawan. Gadis-gadis itu akan dijadikan tumbal di waktu-waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu!”
“Astaga, Tuhan, apakah semua ini berhubungan dengan kasus yang sedang aku selidiki saat ini?” Buana langsung berkomentar, merasa bahwa sekarang dia sudah menemukan benang merahnya.
“Bisa jadi, Kak,” Segara langsung menyahut. “Tapi apakah mungkin masuk akal jika ritual tersebut masih berlagsung sampai saat ini?”
“Mungkin saja bisa,” timpal Kalila cepat-cepat. “Caranya adalah dengan ber-reinkarnasi. Bisa saja Iblis selama ini terus bereinkarnasi dari satu tubuh ke tubuh lain dan melakukan ritual tersebut! Ini sangat mungkin terjadi, meski memang kita tidak bisa langsung berspekulasi seperti itu.”
Semua menjadi terdiam setelah mendengar ucapan Kalila. Ini memang tampak masuk akal. Namun, untuk membenarkan ucapan tersebut semuanya
“Baik Kalila, aku rasa pertemuan kita cukup sampai di sini. Aku berharap jika ada perkembangan mengenai peneletianmu sebaiknya segera kamu laporkan kepadaku. Itu akan sangat membantu pihak kepolisian dalam menangani kasus ini,” ucap Buana yang sekarang sudah tersenyum. Wajah amarahnya berubah seketika karena dia merasa saat ini harus berpikir jernih untuk menyelesaikan kasus.“Baik, Kak. Tentu saya akan melaporkan perkembangan penelitian ini. Karena ini merupakan kewajiban saya sebagai warna negara yang baik.” Kalila berdiri lalu menjulurkan tangan.“Senang bisa bertemu denganmu, Kalila.”“Sama-sama, Kak.”Setelah itu Buana pamit pergi. Dia ingin segera ke kantornya dengan membawa berkas-berkas tersebut, untuk kemmudian dicocokkan dengan berkas-berkas korban pembunuhan yang sudah dikumpulkannya di kantor.Matahari beranjak naik, siang pun datang.Di kantornya, Buana masuk ke dalam ruangannya se
Sementara itu di rumah, Galih sedang membaca koran di teras sambil meminum kopi. Hari ini dia ingin mengistirahatkan badannya sejenak dengan cara bersantai-santai saja. Saat itu tiba-tiba Gendis datang menyapanya.“Pa...”“Hai, Dis, ayo duduk di sini dekat Papa.”Perempuan itu menurut dan langsung duduk di dekat papanya.“Pa, aku ingin bicara sesuatu sama Papa,” ucap Gendis kemudian. Terlihat jelas dari sorot matanya dia tampak khawatir.“Silakan, Nak, bicaralah saja. Papa akan selalu membantumu,” ucap Galih seraya tersenyum.“Pa, entah kenapa akhir-akhir ini aku khawatir dengan keadaan Mas Buana. Dia itu sering banget mimpi buruk dan bahkan sampai keluar keringat dingin. Semenjak menangani kasus yang satu ini tingkah Mas Buana juga agaknya berbeda. Bagaimana ini, Pa?”Galih tersenyum sebentar. Kemudian dia meletakkan korannya dan berkata, “Jangan khawatir dengan berleb
Buana cukup terkejut ketika melihat Papa mertuanya menelpon, hal yang jarang sekali terjadi.“Kenapa Papa telepon? Apakah ada sesuatu dengan Gendis?” Dan sambil bertanya-tanya dia pun segera mengangkat panggilan tersebut.“Hallo, Pa?”“Ya, Buana, di mana kamu?”“Aku di kantor. Ada apa Papa telpon?” suara Buana cemas memikirkan istrinya.“Oh, tidak ada apa-apa, kok. Tapi Papa hanya kepikiran soal pertanyaanmu semalam di meja makan. Papa merasa harus memberikan sebuah informasi penting mengenai tulisan yang ada di dalam lukisan silsilah itu.”“Lukisan silsilah? Sebentar, Pa.” Dengan sigap Buana membuka gambar lukisan yang barusan sudah dia print. Dia meletakkan lembaran kertas tersebut ke atas meja. “Oke, Pa, ada informasi apa soal gambar di lukisan silsilah tersebut?”“Mmm, sebenarnya Papa bisa mengeja sedikit mengenai tulisan yang tertetra di san
Buana cukup terkejut ketika melihat Papa mertuanya menelpon, hal yang jarang sekali terjadi.“Kenapa Papa telepon? Apakah ada sesuatu dengan Gendis?” Dan sambil bertanya-tanya dia pun segera mengangkat panggilan tersebut.“Hallo, Pa?”“Ya, Buana, dimana kamu?”“Aku di kantor. Ada apa Papa telpon?” suara Buana cemas memikirkan istrinya.“Oh, tidak ada apa-apa, kok. Tapi Papa hanya kepikiran soal pertanyaanmu semalam di meja makan. Papa merasa harus memberikan sebuah informasi penting mengenai tulisan yang ada di dalam lukisan silsilah itu.”“Lukisan silsilah? Sebentar, Pa.” Dengan sigap Buana membuka gambar lukisan yang barusan sudah dia print. Dia meletakkan lembaran kertas tersebut ke atas meja. “Oke, Pa, ada informasi apa soal gambar di lukisan silsilah tersebut?”“Mmm, sebenarnya Papa bisa mengeja sedikit mengenai tulisan yang tertetra di sana
Sepanjang perjalanan Kalila tertidur. Dia sepertinya lelah. Perempuan itu kebetulan juga punya penyakit yang bisa menyebabkan mabuk perjalanan. Sehingga Segara menyuruhnya tidur saja, daripada nanti malah bikin repot jika sampai mabuk.Setelah melewati jalan tol mobil Segara langsung menuju ke pedalaman Kuningan. Dan dari petunjuk yang sudah diberikan Kalila sebelumnya akhirnya Segara berhasil mencapai lokasi yang dimaksud.“Kalila, kita sudah sampai,” ucap Segara menggoyang-goyangkan tubuh Kalila agar terbangun.Perempuan itu masih berat matanya, namun perlahan-lahan dia membuka mata dan mulai tersedar. “Oh, sudah sampai ternyata. Maaf ya, aku harus tidur dan tidak bisa menemani perjalananmu”“Tidak masalah, Kalila. Yang penting sekarang kita sudah di sini. Yuk keluar!” ajak Segara yang sudah tidak sabar lagi ingin melihat penemuan situs kuno tersebut.Begitu turun mereka langsung disambut oleh tim Kalila
Setengah sadar Segara membuka matanya, dan saat itu juga di kegelapan dalam candi dia melihat jika relief-relief di sekitarnya menjadi berwarna hijau dan menyala!Segara takjub, dan cepat mengucek-ngucek matanya demi melihat apa yang terjadi. Namun tak berubah, huruf-huruf yang terukir pada dinding candi tersebut benar-benar menyala berwarna hijau.Laki-laki itu lalu berdiri denngan cara meraih sebuah batu yang berada di sampingnya. Badannya masih terasa lemas, namun dia berusaha untuk menegakkan tubuh. Hingga kemudian dia meraih batu cekung yang digenangi air kemudian membasuh mukanya kembali.Segara berharap dengan basuhannya kali ini bisa memulihkan kesadarannya sepenuhnya yang tiba-tiba hampir menghilang. Namun alih-alih kembali, yang terjadi selanjutnya malahan dia mengalami kejadian yang lebih aneh lagi, yaitu relief yang menyala hijau terang tersebut menjadi bergerak, berputar-putar mengelilingi tubuhnya, dan seketika itu terdengar suara-suara yang aneh!
Sementara di tempat lain, Buana saat ini sudah mendapat daftar nama orang-orang pintar yang berada di sekitar. Anak buahnya baru saja memberikan amplop yang berisi laporan nama-nama tersebut, semuanya bahkan lengkap mulai dari nama hingga kepada silsilah nasab. Meskipun harus diakui bahwa tidak semua data lengkap dengan sempurna.“Memangnya apa yang akan Anda lakukan terhadap data-data ini, Pak?” tanya salah seorang anak buah kepada Buana.Saat itu Buana hanya mejawab pendek. “Ada investigasi khusus.”“Apakah ini berkaitan dengan kasus yang sedang Anda selidiki, Pak?”Buana mengangguk sebagai jawaban. “Ya, tapi untuk investigasi ini aku ingin melakukannya sendiri saja. Aku tidak perlu pendampingan dari pihak kepolisian.”Si anak buah sontak mengerutkan kening. “Kenapa begitu, Pak? Bukankah kita adalah team yag harus selalu bersama dalam memecahkan kasus ini?”“Kamu memang bena
“Selamat datang di Kabupaten Kuningan,” Buana mengeja tulisan yang tertera di pinggir jalan. Sesuai dengan informasi yang didapat dari anak buahnya, bahwa Mpu Rembulan saat ini sedang berada di Kuningan, sehingga dirinya cepat-cepat datang ke kota ini.Hal pertama yang harus Buana lakukan adalah mencari seorang warga secara acak yang bisa menunjukkan dimana tepatnya Mpu Rembulan sedang berada. Maka dari itu Buana menghentikan laju mobilnya di depan tenda warung kopi yang terletak di pinggir jalan raya.“Selamat malam, Kek, boleh saya minta satu gelas kopi panas?” ucap Buana kepada Kakek tua penjual kopi. Kakek tua tersenyum mengangguk-angguk, matanya sipit karena tertutup keriput.“Baik, Nak, silakan duduk terlebih dahulu.” Tangan tuanya lekas meracik kopi di warung tenda remang-remang tersebut. Terlihat bergetar, gerakan Kakek tua sudah tidak lincah. Buana malah jadi khawatir dan akhirnya dia membantu si Kakek tua untuk menua