Sepanjang perjalanan Kalila tertidur. Dia sepertinya lelah. Perempuan itu kebetulan juga punya penyakit yang bisa menyebabkan mabuk perjalanan. Sehingga Segara menyuruhnya tidur saja, daripada nanti malah bikin repot jika sampai mabuk.
Setelah melewati jalan tol mobil Segara langsung menuju ke pedalaman Kuningan. Dan dari petunjuk yang sudah diberikan Kalila sebelumnya akhirnya Segara berhasil mencapai lokasi yang dimaksud.
“Kalila, kita sudah sampai,” ucap Segara menggoyang-goyangkan tubuh Kalila agar terbangun.
Perempuan itu masih berat matanya, namun perlahan-lahan dia membuka mata dan mulai tersedar. “Oh, sudah sampai ternyata. Maaf ya, aku harus tidur dan tidak bisa menemani perjalananmu”
“Tidak masalah, Kalila. Yang penting sekarang kita sudah di sini. Yuk keluar!” ajak Segara yang sudah tidak sabar lagi ingin melihat penemuan situs kuno tersebut.
Begitu turun mereka langsung disambut oleh tim Kalila
Setengah sadar Segara membuka matanya, dan saat itu juga di kegelapan dalam candi dia melihat jika relief-relief di sekitarnya menjadi berwarna hijau dan menyala!Segara takjub, dan cepat mengucek-ngucek matanya demi melihat apa yang terjadi. Namun tak berubah, huruf-huruf yang terukir pada dinding candi tersebut benar-benar menyala berwarna hijau.Laki-laki itu lalu berdiri denngan cara meraih sebuah batu yang berada di sampingnya. Badannya masih terasa lemas, namun dia berusaha untuk menegakkan tubuh. Hingga kemudian dia meraih batu cekung yang digenangi air kemudian membasuh mukanya kembali.Segara berharap dengan basuhannya kali ini bisa memulihkan kesadarannya sepenuhnya yang tiba-tiba hampir menghilang. Namun alih-alih kembali, yang terjadi selanjutnya malahan dia mengalami kejadian yang lebih aneh lagi, yaitu relief yang menyala hijau terang tersebut menjadi bergerak, berputar-putar mengelilingi tubuhnya, dan seketika itu terdengar suara-suara yang aneh!
Sementara di tempat lain, Buana saat ini sudah mendapat daftar nama orang-orang pintar yang berada di sekitar. Anak buahnya baru saja memberikan amplop yang berisi laporan nama-nama tersebut, semuanya bahkan lengkap mulai dari nama hingga kepada silsilah nasab. Meskipun harus diakui bahwa tidak semua data lengkap dengan sempurna.“Memangnya apa yang akan Anda lakukan terhadap data-data ini, Pak?” tanya salah seorang anak buah kepada Buana.Saat itu Buana hanya mejawab pendek. “Ada investigasi khusus.”“Apakah ini berkaitan dengan kasus yang sedang Anda selidiki, Pak?”Buana mengangguk sebagai jawaban. “Ya, tapi untuk investigasi ini aku ingin melakukannya sendiri saja. Aku tidak perlu pendampingan dari pihak kepolisian.”Si anak buah sontak mengerutkan kening. “Kenapa begitu, Pak? Bukankah kita adalah team yag harus selalu bersama dalam memecahkan kasus ini?”“Kamu memang bena
“Selamat datang di Kabupaten Kuningan,” Buana mengeja tulisan yang tertera di pinggir jalan. Sesuai dengan informasi yang didapat dari anak buahnya, bahwa Mpu Rembulan saat ini sedang berada di Kuningan, sehingga dirinya cepat-cepat datang ke kota ini.Hal pertama yang harus Buana lakukan adalah mencari seorang warga secara acak yang bisa menunjukkan dimana tepatnya Mpu Rembulan sedang berada. Maka dari itu Buana menghentikan laju mobilnya di depan tenda warung kopi yang terletak di pinggir jalan raya.“Selamat malam, Kek, boleh saya minta satu gelas kopi panas?” ucap Buana kepada Kakek tua penjual kopi. Kakek tua tersenyum mengangguk-angguk, matanya sipit karena tertutup keriput.“Baik, Nak, silakan duduk terlebih dahulu.” Tangan tuanya lekas meracik kopi di warung tenda remang-remang tersebut. Terlihat bergetar, gerakan Kakek tua sudah tidak lincah. Buana malah jadi khawatir dan akhirnya dia membantu si Kakek tua untuk menua
“Hallo Segara, ada apa?” ucap Buana seraya menghentikan laju mobilnya, menepi di bahu jalan.“Kak, kamu dimana? Aku harus bertemu denganmu sekarang juga!” suara Segara terdengar panik. Hal tersebut memunculkan kecurigaan dalam benak Buana.“Aku sedang Kuningan. Ada apa memang? Sudah, sudah, kamu tenang dulu.”“Tidak bisa tenang ini, Kak. Kita harus segera ketemu.”“Ya, tapi masalahnya aku sedang ada keperluan yang penting di sini. Dan ini tidak bisa ditinggal begitu saja. Jadi sekarang kamu tenang dulu, Segara. Coba ceritakan apa yang terjadi sebenarnya?” Buana terus menenangkan adiknya tersebut agar bisa berbicara lebih jelas. Sebenarnya dia khwatir mengapa adiknya tiba-tiba gugup seperti itu?“Kak, saat ini aku sedang berada di situs Mataram bersama Kalila dan juga team-nya. Dan, tadi tidak sengaja aku masuk ke dalam sebuah candi di sini. Kemudian tiba-tiba sebuah potongan keris mu
Sementara itu, Buana sudah bisa merasakan hawa dingin yang teramat menggigiti kulitnya. Bahkan udara itu terasa sampai menusuk ke tulang, sehingga dengan cepat Buana menyimpulkan bahwa Desa Rowopening sudah tidak jauh lagi.Untuk memastikan hawa dingin tersebut, Buana sampai membuka jaketnya. Dan benar saja, dia menggigil kedinginan dan segera memakai jaketnya kembali.“Lalu dimana gapura itu?” ucapnya menoleh ke kanan dan kiri. Matanya terus menerawang di kegelapan guna mencari tulisan di gapura tersebut. Tak lama kemudian gapura yang dimaksud akhirnya kelihatan. “Yah, tidak salah lagi, pasti itu adalah pintu masuk menuju ke Desa Rowopening.”Mobil itu berjalan perlahan ketika sudah memasuki gapura desa. Sebab jalan aspal sudah tidak lagi, kini digantikan dengan jalan penuh tanah gembur yang basah. Bahkan ban mobil milik Buana sempat ambles dan terselip beberapa kali. Namun beruntung Buana bisa mengatasi hal tersebut.&ldquo
Sementara itu, Buana sudah bisa merasakan hawa dingin yang teramat menggigiti kulitnya. Bahkan udara itu terasa sampai menusuk ke tulang, sehingga dengan cepat Buana menyimpulkan bahwa Desa Rowopening sudah tidak jauh lagi.Untuk memastikan hawa dingin tersebut, Buana sampai membuka jaketnya. Dan benar saja, dia menggigil kedinginan dan segera memakai jaketnya kembali.“Lalu dimana gapura itu?” ucapnya menoleh ke kanan dan kiri. Matanya terus menerawang di kegelapan guna mencari tulisan di gapura tersebut. Tak lama kemudian gapura yang dimaksud akhirnya kelihatan. “Yah, tidak salah lagi, pasti itu adalah pintu masuk menuju ke Desa Rowopening.”Mobil itu berjalan perlahan ketika sudah memasuki gapura desa. Sebab jalan aspal sudah tidak lagi, kini digantikan dengan jalan penuh tanah gembur yang basah. Bahkan ban mobil milik Buana sempat ambles dan terselip beberapa kali. Namun beruntung Buana bisa mengatasi hal tersebut.&ldquo
Sebenarnya Mpu Rembulan banyak tahu perihal Buana, namun beliau memilih bungkam. Beliau berkata, “Untuk lebih jelasnya, nanti Mpu Badingga yang akan menjelaskan kepadamu, Anak Muda.”Buana lekas pamit dari gubuk reyot tersebut. Dia berjalan kembali menuju ke mobilnya yang masih berhenti di tanjakan yang curam. Dan ajaibnya, ketika dia sekarang berusaha menyetir, ban belakang itu sudah tidak terselip lagi. Walhasil dengan mudah Buana pun bisa pergi dari tanjakan curam tersebut.Melewati jalan tanah yang gembur, Buana terus menancap gas untuk keluar secepatnya dari Desa Rowopening ini. Dia masih tidak habis pikir bahwa Kakek tua penjua kopi yang ditemuinya tadi adalah Mpu Badingga sendiri.“Hahahaa, ini menarik. Setidaknya sekarang aku sudah bisa menemukan dirimu, Mpu Badingga,” ucap Buana menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa senang. Dia merasa sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Mpu Badingga dan mencari tahu kebenaran mengenai kas
Buana dan Segara saling menatap satu sama lain begitu melihat kejadian yang ajaib ini. Padahal baru saja mereka melintasi jalan ini, dan warung itu sama sekali tidak ada. Namun entahlah, mengapa sekarang tiba-tiba warung tenda kopi ini mendadak buka?“Apa yang terjadi sebenarnya, Kak?” tanya Segara merasa penasaran.Buana hanya bisa menggelengkan kepala sambil terus memegangi kemudinya. “Aku juga tidak tahu, Dik. Tapi alangkah baiknya sekarang kita sambangi saja Kakek tua penjual kopi itu dan bertanya langsung kepada beliau.” Setelah mengatakan itu mereka langsung memarkir mobil di bahu jalan.Hujan masih deras malam ini. Bahkan kadang-kadang dicampur dengan angin yang beriup cukup kencang. Sehingga meski jarak antara mobil dan tenda hanyalah dekat, namun Buana dan Segara cukup basah bajunya saat mereka berlari menuju tenda kopi tersebut.“Wah wah, kalian kok hujan-hujanan?” sapa Kakek tua dengan ramah begitu mereka sam