“Butuh bantuan untuk berpisah darinya?”
Zoya terdiam saat ingin membuka pintu kamar. Dia tak menoleh ke asal suara, karena jelas suara yang familiar itu milik Gama. Sejenak mengurungkan niatnya untuk bergerak masuk. Melihat Gama yang berdiri diri menatapnya penuh tanya. Zoya melengos membuang muka. Hal yang tertutup rapat terumbar karena suatu perkara. Tak dapat ia sangkal jika kali ini melebihi dari sebelumnya dan bisa-bisanya Gama ingin membantunya untuk bercerai. Zein memang pria yang sedikit temperamen. Zoya sudah tau dan paham akan itu. Dia pun mengerti tanpa mengeluh. Sebab, bukannya jodoh saling melengkapi dan dan menutup kekurangan pasangannya masing-masing? Itu yang Zoya tau dan berharap sikap Zein lambat laun bisa berubah. Zoya kembali membuka mata dan segera masuk kamar meninggalkan Gama yang masih diam di sana. Dia tak ingin Gama semakin ikut campur akan rumah tangganya. Zoya yakin dia bisa mengatasinya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Meskipun dia sadar jika masalah sekarang membuatnya ragu untuk menghadapi Zein, tetapi Zoya tak ingin Gama semakin masuk ke dalam kehidupannya. Apalagi secara tidak langsung Gama memberikan perhatian atas sikap buruk Zein padanya. Seharian Zoya tidak keluar kamar. Dia memilih mengistirahatkan diri. Namun, jangankan bisa terlelap dan tidur nyenyak. Memejamkan mata saja sulit ia lakukan. Bayangan akan dirinya yang terjaga satu ranjang dengan Gama kembali berputar dalam ingatan. Zoya berusaha keras melupakan semua yang terjadi dan menganggap tak ada yang berarti, tetapi nyatanya tak semudah yang ia pikir. Bahkan bayangan pagi tadi saat pertengkaran terjadi hingga disaksikan oleh Gama membuatnya gelisah. Seketika ancaman dari Zein kembali terngiang diingatan. Bagaimana jika Zein tau kejadian yang sebenarnya? Zoya pusing memikirkan semua yang telah terjadi. Terlebih sikap Zein yang semakin hari semakin kasar padanya. Entah akan seperti apa dia jika Zein benar-benar tau. "Sudah sore, sebentar lagi Mas Zein pulang. Aku harus menyiapkan makan malam untuknya." Gumam Zoya sembari bergegas ke dapur setelah seharian meratapi takdirnya yang seakan sedang bercanda. Zoya pun mulai menyibukkan diri di dapur, karena seperti biasa, dia akan memasak untuk suaminya. Hanya saja, hari ini ia bolos bekerja sehingga bisa mulai masak lebih awal. Zoya tak peduli akan resiko kena semprot manager atau Gama sekalipun, karena ia hanya ingin mengistirahatkan diri dan menenangkan pikirannya yang kacau. Zoya yang sibuk dengan pikiran dan masakannya tidak sadar kalau Gama datang. Pria itu haus dan ingin mengambil minum. Jadi, dia melangkah menuju kulkas yang bertepatan dengan Zoya yang melangkah mundur lalu berbalik tanpa melihat situasi. Brugh Tubuh keduanya bertabrakan bahkan menempel tak berjarak. Kedua mata itu terpaut dalam satu arah. Nafas pun terasa hangat menyapa hingga menimbulkan rasa canggung diantara mereka. Hening, hanya debaran jantung keduanya yang bertalu terdengar nyaring. Nyatanya usaha mereka menjaga jarak dan berusaha bersikap biasa, tak seiring dengan jalan yang telah digariskan. Justru takdir mengkhianati keinginan mereka, karena keduanya kembali bersinggungan tanpa sengaja. Lagi dan lagi, bertemu dengan posisi yang membuat salah paham. "Maaf," ucap Zoya bergegas mundur menghindar, tanpa ia sadar jika di belakangnya ada kompor sedang menyala. Beruntung tangan kekar pria itu menahan dan menarik tubuhnya. Namun niat baik untuk melindung justru membuat keduanya kembali bersinggungan. Pelukan itu terasa hangat dan dapat Zoya rasakan debaran jantung Gama pun tak biasa. Zoya pun nampak kaku saat dada bidang Gama begitu posesif ia rasakan. "Jangan mundur-mundur! Kamu belum mematikan kompornya," bisik Gama dengan terus menatap lekat wajah Zoya. Sama-sama berdebar hingga dentumannya seakan beradu dalam satu titik karena jarak yang tak bersekat. Perlahan pelukan itu tak lagi Zoya rasakan setelah Gama melepaskannya. Terlihat pria itu segera mengambil minum dari dalam kulkas lalu melangkah kembali ke kamar dan meninggalkannya yang masih berdebar tanpa mengatakan apa-apa. Bergegas Zoya mematikan kompornya dan bersandar di meja dapur. Dia menghela nafas lega setelah melihat Gama sudah kembali ke kamar. Zoya tak tau jika Gama pun tidak berangkat ke kantor. Mungkin lelah atau memang sengaja karena tak ada pekerjaan yang penting hari ini. Namun dengan adanya Gama di rumah membuat Zoya tak nyaman. .... Malam ini Zoya melayani sang suami dengan baik. Mengisi piring Zein dan memperhatikan kebutuhan suaminya. Pemandangan yang selalu Gama lihat setiap pagi dan malam hari. Sudah tak heran tetapi malam ini terasa berbeda. Hal yang membuat iri bagi siapa saja yang melihat. Zoya yang begitu telaten. Hingga rasa rindu pada masa itu hadir. Gama yang sudah cukup lama menduda tak lagi merasakan manisnya pelayanan dari seorang istri setelah perceraian beberapa tahun yang lalu. "Mau nambah udangnya, Mas?" tanya Zoya pada sang suami. "Sudah cukup Zoya, kamu makanlah yang banyak agar malam ini staminamu terjaga!" perintah Zein yang membuat Zoya terdiam. Dia tau maksud suaminya, tetapi bagaimana mungkin dia melayani Zein malam ini jika jejak yang ditinggalkan oleh Gama masih ada. Zoya harap Gama tak mendengar ucapan suaminya. Zoya berusaha bersikap santai dan segera menghabiskan makanannya tanpa menjawab perintah dari Zein. Menunduk tak ingin sama sekali kembali bersitatap dengan Gama. Namun, Zoya tau jika sejak tadi Gama memperhatikannya. Apa mungkin pria itu mendengar semuanya? Bisakah sejenak menulikan telinga agar dirinya tidak semakin malu akan permintaan Zein yang blak-blakan seperti tadi. Zoya yakin Gama pun mengingat akan tanda yang telah dia buat di tubuhnya. Rasanya Zoya pusing sendiri memikirkan ini. Berharap tak ada satu kata pun dari Gama yang menyinggung akan itu. “Aku tunggu di kamar!” Zein segera beranjak setelah menyelesaikan makannya dan tak lama Gama pun meninggalkan meja makan. Zoya hanya diam melihat itu. Rasa takut kembali hadir dalam dirinya akan permintaan Zein malam ini. Tanpa dia tau jika Gama pun merasakan perasaan yang sama. Zoya melangkah menuju kamar dengan perasaan yang tak menentu. Rasa takut semakin menjadi, khawatir, dan juga bingung. Kalimat apa yang pas untuk menolak ajakan suaminya. "Zoya!" Deg.Zoya terdiam di undakan tangga saat mendengar panggilan dari Gama. Zoya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Paham siapa yang memanggilnya hingga ia tak ingin menoleh dan lebih memilih untuk menunduk. Egois sedang mendominasi diri Zoya sampai dimana dia mengabaikan sopan santun. "Jangan katakan apapun, Kak! Zoya tau apa yang akan kakak pertanyakan." "Bagaimana dengan jejak di tubuh…." "Kak aku mohon! Jangan ungkit itu lagi!" pinta Zoya lalu melangkah panjang meninggalkan Gama yang diam dengan helaan nafas berat. Namun setelahnya pria itu mengedikkan pundak dan masuk kamar tanpa beban. Zoya tak terima apapun sikap Gama padanya. Bagi Zoya itu hanya akan memperkeruh suasana. Mereka harus memiliki batasan jika perlu menjadi asing agar lebih nyaman melanjutkan hidup masing-masing. Walaupun Zoya tau perangai Gama yang sebenarnya baik tetapi setelah malam itu, semua tak lagi sama. Zoya nampak ragu untuk masuk kamar. Rasa takut membuat nyalinya menciut. Baya
“Masuk ke mobil!” perintah Gama terdengar lugas. "Terima kasih. Namun, maaf, sepertinya aku akan naik taksi saja," tolak Zoya dan bergegas kembali masuk ke dalam rumah untuk Bersiap-siap. Tak ingin dia dikasihani oleh Kakak iparnya yang pagi ini pun membuat geregetan. Sesampainya di kantor, Zoya bergegas untuk turun dari taksi online dan berlari masuk ke dalam kantor menuju lift agar cepat sampai ke ruangannya. Beruntung belum telat meskipun dia sudah di penghujung waktu. Namun sialnya masih harus melewati lift khusus karyawan yang terkenal penuh sesak. Pagi-pagi lift karyawan selalu ramai. Dia yang baru datang sudah pasti terjebak antrian. Tak seperti lift khusus CEO yang lancar jaya. Belum lagi saat penuh begini tercium bermacam-macam aroma yang membuatnya mual. Sungguh ujian setiap pagi di waktu yang mepet. Zoya berdiri agak belakang sembari menunggu gilirannya untuk masuk. Ekspresinya gelisah dan terus menerus melirik ke arah jam tangan, karena tinggal tersisa lima menit
Matahari mulai meninggi, sepasang mata lentik terbuka dengan mendesis merasakan tubuhnya yang terasa remuk redam. Ditambah lagi kepalanya yang berdenyut nyeri membuat paginya terasa tak nyaman.Matanya menyipit, melihat ruangan yang begitu asing hingga ia memekik saat sadar kini tubuhnya dalam keadaan polos bahkan banyak sekali bekas merah yang tertinggal di sana. Dia paham betul dengan tanda itu. Bukan serangga ataupun binatang buas. Melainkan jejak nakal pria yang sengaja dibuat.Kedua mata Zoya membulat dengan sempurna saat sadar dia tak sendiri. Bahkan pria itu pun dalam keadaan yang sama. Seketika jantungnya berdegup kencang. Matanya memanas dengan menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Ya Tuhan... Apa yang telah aku lakukan? Siapa dia?"Posisi pria itu terlentang dengan kepala yang menoleh membelakanginya. Zoya belum tau siapa orang itu, tetapi rasanya ia ingin berlari sekencang mungkin. Memilih pergi sebelum pria itu terbangun. Namun, gerakannya yang gelisah membuat pria yang
Usai membersihkan diri dan kembali mengenakan pakaian yang semalam. Zoya bergegas untuk keluar dari kamar mandi. Namun saat tangannya hendak membuka pintu. Sentuhan di handle pintu terlepas begitu saja karena dia tak punya nyali untuk kembali bertemu dengan Gama. Zoya risih bertemu dengan pria itu, tetapi dia sadar kalau dia tak mungkin berdiam di sana selamanya, sedangkan suaminya pasti sudah menjadi sangat murka. Zoya lalu menggelengkan kepala dan berusaha untuk meyakinkan diri. Sedetik kemudian, Zoya bergegas keluar dari pintu dan meraih tasnya untuk pergi dari sana. Dari ujung matanya, Zoya bisa melihat Gama yang turut berdiri dari posisi awalnya di pojok ruangan. Namun, dia tak memperdulikan akan itu dan terus melangkah hingga dia merasa Gama mengikutinya. “Semua hanya kecelakaan yang tidak disengaja. Aku akan mencari tau penyebabnya.” “Silakan!” “Aku harap tak ada benihku yang berkembang di sana.”Zoya mengusap kasar air matanya. Berbalik dan menatap wajah Gama dengan hati
“Semalam aku menginap di rumah temanku, Mas. Sungguh, aku tidak ber_" Belum sempat Zoya menyelesaikan ucapannya, Zein telah lebih dulu kembali menarik rambut Zoya dan mendorong tubuh istrinya itu hingga terhempas jatuh tepat di depan sepatu seseorang yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah. “Ada apa ini?” Jantung Zoya seakan ingin lepas mendengar suara pria yang sangat ingin ia hindari. Pria yang telah menghabiskan malam panas dengannya hingga tidak pulang dan berujung pertengkaran dengan suaminya. Perlahan kepala Zoya terangkat menatap Gama hingga kedua mata mereka bertemu dengan perasaan yang tak menentu. Gama hanya terdiam menatap ke arahnya. Tatapannya tajam seperti menelisik penampilannya yang semakin berantakan kemudian mengangkat kedua alisnya menatap ke arah Zein. Pria itu seakan bertanya tetapi tak ada jawaban apa-apa dari Zein. Sampai di mana Gama kembali menunduk menatapnya dengan tahapan yang Zoya tak mengerti. Apa mungkin saat ini Gama tengah mengasihani