Share

Pengertian

Penulis: Asyera Kesita
last update Terakhir Diperbarui: 2020-11-14 17:49:11

"Kak Rania aku mau nunjukin sesuatu."

Rania yang baru saja pulang sekolah segera meletakan tasnya asal dan berjalan menuju adiknya.

"emang ada apaan?" Rania menelusuri ruangan yang pintunya telah ditutup oleh Fani.

"Cerpen Fani bakal terbit di majalah anak dan Fani bakal dapat uang. Nanti, Fani beliin kakak hadiah!"

Fani membuka laptopnya dan menunjukan bukti pengiriman cerpen di email dan sudah di setujui oleh pihak penerbit.

"Wow!! Keren! Sejak kapan  kamu jadi suka nulis?" tanya Rania.

"Udah lama. Sebenarnya, bukan ini aja cerpen Fani yang sudah terbit. Masih ada, tapi nggak Fani kasih tau."

Fani tersenyum menatap Rania. Tampak dari raut wajah Fani tersimpan sesuatu yang tersembunyi. Fani enggan bercerita karena takut salah bicara.

"Tapi kenapa?" tanya Rania karena ia merasa ada sesuatu yang tidak beres pada Fani. Jujur, Fani terlihat jarang bicara. Ia hanya bicara seperlunya, dan hari ini ia menunjukannya pada Rania apa yang Fani sembunyikan.

"Gimana mau dikasih tau? Mama sama papa 'kan pedulinya sama kakak. Mereka juga sibuk ngurusin kakak. Jadi, Fani gimana nunjukinnya?"

Pernyataan dari Fani sukses membuat Rania terkejut. Ia tak menyangka selama ini Fani memiliki pikiran seperti itu. Ia ingin meluruskannya agar Fani tak berpikir kalau mama dan papa mereka pilih kasih.

"Mama dan papa juga khawatir kalau Fani sakit. 'kan sama aja! Mama dan papa takut kehilangan Fani! Jadi, Fani nggak boleh berpikiran seperti itu!" jelas Rania.

"Hah? Nggak salah tuh? Emang kakak pernah lihat Fani sakit?"

"Emang kakak pernah lihat mama dan papa pulang dengan sigap demi lihat aku sakit?"

"Kakak nggak pernah ngerasain jadi aku! Gimana sih rasanya kak?"

Setelah cukup bangak berbicara, Fani menutup laptopnya dan meletakannya di atas meja. Kemudian, ia menatap Rania sebentar.

"aku mau kakak keluar dan istirahat. Takutnya, mama dan papa tiba-tiba pulang!"

Fani menunjuk arah pintu. Ia melihat Rania yang hendak berbicara namun memilih bungkam. Fani menyesal, sebenarnya ia tak ada niat untuk membentak kakaknya itu.

"Maaf, kak" gumam Fani ketika Rania sudah menutup pintu.

Rania berjalan kearah kamarnya dengan gontai, memjit sedikit keningnya, menghela nafas panjang dan menundukan matanya.

Rania membuka lacinya dan melihat banyak pil yang harus ia telan. Rania menutup kembali lacinya, enggan untuk memakan pil tersebut. Hatinya masih sesak akan perkataan adiknya itu. Beban pikirannya bertambah.

"Makan obatnya!"

Rino menyenderkan badannya dipinggir pintu kamar Rania. Rino juga tak lupa menyilangkan  tangannya di dada yang sudah menjadi khas dari diri sepupunya Rania itu.

"Males!"

"cepat!"

"Satu!" Rino memulai perhitungan.

"Iya! Iya! Bawel amat sih!" Rania membuka lacinya kembali dan memakan banyak pil.

"Ini airnya, non" ucap Asisten rumah tangganya itu.

Asisten rumah tangga mereka yang bekerja hanya sampai sore. Hal ini terjadi karena Rania tak ingin diperlakukan seperti bayi yang harus diawasi setiap waktu.

"Makasih, mbok" Rania segera menelan obatnya itu satu persatu. Sudah biasa bagi Rania, jadi dia tak perlu takut meminum obatnya.

Rania bergegas untuk berbenah setelah itu ia memainkan ponsel-nya dan membuka instagram miliknya.

Iseng, Rania mengetik nama "Gamalio Keano"  dan nama itu banyak sekali. Setelah Rania stalking, ternyata itu bukan Gama melainkan orang lain. Hingga ia menemukan satu akun yang tidak memiliki foto profil dan tidak memiliki postingan.

"Hua!!! Yang mana sih Gama? Aku pengen chatan sama Gama!" Rania menutup ponselnya dan membenamkan tubuhnya di selimut. Tangannya mencari-cari  remot Ac yang mungkin berserak entah kemana.

Tok..tok..tok..

"Masuk!"

Fani membuka pintu dan berjalan ke arah Rania. Fani juga membawa koleksi majalahnya untuk ditunjukan kepada Rania.

"duduk sini dekat kakak."

Fani membuka satu persatu majalahnya dan lembar demi lembar halaman majalah itu.

"Dihalaman 49 ada cerpen aku!" ucap Fani.

"Nah, kalau dibuku ini di halaman 12," ucap Fani menunjukan buku satu lainnya.

"Kakak baca, ya. Ini sebagai permintaan maaf Fani" imbuhnya.

Hati Rania terenyah. Ia menjadi merasa bersalah pada adiknya itu. Ini bukan keinginannya memiliki penyakit seperti ini. Ia juga tak ingin diperlalukan seperti bayi.

"Maafin kakak juga. Andai kakak nggak punya penyakit, pasti hal ini nggak akan terjadi." Rania menunduk dan memainkan jarinya.

Melihat kakaknya yang menjadi tidak berdaya, Fani memeluknya.

"Fani yang salah, kak. Fani yang egois!"

Mereka berdua akhirnya berpelukan sejenak.

"Rania...."

"Rania..."

Mendengar ada yang memanggil dari luar. Rania melepaskan pelukan mereka dan pergi menuju suara tersebut.

"Apa sih Desfa!" Ujar Rania.

Desfa langsung memeluk Rania. Raut wajahnya menandakan kalau Desfa sedang tidak baik baik saja. Desfa kelihatan lesu namun ia tetap tersenyum saat berada di sisi Rania.

"Ada apa, Des?" tanya Rania lembut.

"Mau main!"

Rania tau apa yang terjadi pada Desfa. Biasanya, jika Desfa datang dengan tiba-tiba pasti ada sesuatu yang salah.

"Kamu lagi nggak baik-baik aja. Kamu ceritain aja!" tegas Rania.

Desfa menangis seketika. Bandannya bergetar dan nafasnya tidak teratur. Rania memilih diam saja samlau Desfa sendiri yang menceritakannya.

"Anak bibi aku pulang. Dia ngehina aku dari tadi. Dia juga mecahin piring di depan aku dan  nyuruh aku bersihin pecahan itu dengan tangan kosong, hiks..."

Rania tak mampu berkata-kata, sepupunya perempuan Desfa sangatlah kelewat batas. Ia sungguh membenci Desfa karena  Desfa dianggap beban mereka.

"Dia keseringan mengatakan  aku harusnya meninggal sama mama dan papa sewaktu kecelakaan dulu!" Desfa menumpahkan semua kepedihan itu dengan menangis. Sungguh, ia tak kuat jika di perlakukan seperti itu.

"Maaf ya, Des! Aku nggak bisa bilang apa-apa. Kalau kamu mau nginap disini, boleh kok! Yang penting kamu tenangin diri kamu dan jaga pikiran kamu." Rania menepuk-nepuk pelan punggung sahabatnya itu, berharap ia dapat memberikan energi positif pada Desfa.

"Makasih, Ya. Aku udah agak tenang. Cuman kamu yang pengertian!"

Rania membawa Desfa ke kamarnya dan memberikan Rania air hangat. Ia juga memasang musik kesukaan Desfa agar sahabatnya itu melepaskan penat-nya.

"Hey, hey

You, you

I don't like your girlfriend

No way, no way

I think you need a new one

Hey, hey

You, you

I could be your girlfriend

Hey, hey

You, you"

Mereka menyanyikan lagu Avril lavigne yang sudah mereka hapal. Mereka melompat diatas kasur sambil menari asal.

"Capek"

Mereka terbaring setelah lelah melompat-lompat, namun akhirnya mereka memilih lagu yang akan mereka nyanyikan lagi.

Rania tersenyum memandang Desfa. Ia lega sahabatnya itu akhirnya tertawa lagi. Desfa memerhatikan jam menunjukan pukul enam sore. Ia akan pulang untuk mengambil baju dan bukunya. Ia akan menginap sampai sepupu jahatnya itu pergi.

"Hati-hati!" ucap Rania melihat Desfa pergi dengan berjalan kaki.

Bab terkait

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Sepupu jahat

    Desfa pulang untuk mengambil barang pentingnya sebelum menginap beberapa hari di rumah Rania.Hari sudah gelap, rumah tampak kosong. Mobil milik bibi-nya tak nampak terparkir. Desfa yakin kalau Bibinya sedang pergi.Perlahan Desfa berjalan meraih knop pintu. Nafasnya tertahan berharap tak ada yang memergokinya. Desfa mengehela nafas saat dilihatnya tak ada sepupunya yang biasa duduk di kursi."Uwh, si pungut pulang. Aku pikir sudah mati. Padahal, aku sudah berharap loh"Sepupu Desfa datang tiba tiba. Ia duduk di kursi menyilangkan kakinya bagaikan model.Desfa diam saja tidak membalas, ia bahkan langsung pergi ke kamarnya kembali dengan tujuannya."Buku, baju, tas, oke. Apalagi ya?" Desfa mengingat-ingat apalagi yang dibutuhkannya."Kayaknya sudah semua, deh"Desfa menggandeng tas-nya dengan bertatih-tatih. Beratnya tas itu sungguh mengham

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-15
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Membujuk Fani

    Rania memandangi wajah Gama yang ada di albumnya. Dia sedang membayangkan bagaimana bentuk bingkai yang akan dia beli nanti.Rania melirik jam dinding yang mengarah pada jarum jam ke tiga sore. Rania ingat kalau ia dan Desfa belum makan siang, pantas saja perutnya berbunyi meminta hak-nya."laper, nih!" ujar Rania."Delivery aja, yuk!" Jawab Desfa.Rania pun meraih ponselnya dan memesan makanan dari rumah makan padang langganan mereka. "Kamu mau lauk apa?" tanya Rania.Desfa pun mendekat pada Rania dan menimbang-nimbang apa yang ingin dia makan."Hmmm, nasi kuning pake rendang jangan lupa perkedelnya""Oke aku telepon, ya."Rania pun menekan nomor pemilik rumah makan itu. Seperti biasa, penjualnya akan langsung menjawab."Halo, bang. Mau mesan nasi padang, rendang, perkedel, sama ayam pedas m

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Masa suram Fani

    Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah."Bagaimana anak saya, dok!!"Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin."Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu."Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu."Maaf, Ma!" sesaln

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-20
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-21
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-23
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-25
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-26

Bab terbaru

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Belajar dulu

    Kring...Apa yang paling membahagiakan bagi anak sekolah?Sangat jelas dari suara bel pertanda pulang sekolah. Namun, hanya beberapa siswa yang menganggap itu adalah kebahagiaan karena ada siswa yang harus beberapa kali pergi ke tempat bimbel mereka.Rania tak pernah ikut bimbel selama ini. Salah satu alasannya adalah karena kondisinya yang tak memungkinkan untuk melakukannya seperti anak lainnya."Apa yang kamu katakan pada Fani kemarin?" Desfa membuka pembicaraan untuk memecahkan kesunyian yang ada."Aku tak ada berkata pada Fani," elaknya."Bohong, aku lihat kamu berbisik padanya." ujar Desfa.Rania tetap diam menatap jalan lurus ke depan. Tak jarang ia harus menendang batu yang berserak dan mungkin akan menyakiti kakinya."aku bilang terserah pada Fani,""Ran, kamu nggak bohong? Kalau gitu ren

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Kecewa

    "pa!""ma!"Rania memanggil kedua orang tuanya yang sedang duduk bersantai setelah kembali dari perjalanan bisnis mereka.Vita dan Doni menatap putri mereka bingung, baru saja mereka sampai bukannya disambut dengan baik malah disuguhi teriakan gadis itu."tak pantas di sore hari yang cerah ini di isi oleh keributan, bisakah kau ceritakan mengapa kau melakukan itu?" ujar Vita.Rania berkacak pinggang di depan Vita dan Doni. Gadis itu juga menatap sangar mereka."Hentikan semua ini, nak! Kau terlihat seperti tak diajarkan sopan santun. Bukannya menghibur kami yang letih, kau malah menambah beban kami dengan kau seperti itu!" omel Vita."kalian yang harusnya menghentikan semua ini, apa ada orang tua semacam kalian membiarkan anaknya terlantar di rumah orang lain?!" sergahnya. Rania semakin menjadi, hatinya memanas, ia terlanjur kecewa dan marah pada orang-tua

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Mama Jia

    Sudah tiga hari Rania memikirkan jalan agar ia membawa Fani kembali bersama mereka, namun semua itu sia-sia. Orang tua-nya 'masa bodoh' dengan Fani, yang mereka pikirkan hanyalah Rania, anak kesayangan mereka."Sudahlah, jangan dijadikan beban pikiran. Toh, Fani bakal balik lagi kalau butuh duit. Kamu tidur aja, ya. Istirahat!" ujar Vita seperti biasanya. Bisa-bisanya mereka tidak peduli dengan Fani yang bahkan mereka tidak akan tahu bagaimana keadaannya nanti."Tapi ma-""Ssssstt, nggak ada tapi-tapian! Tidur!" perintah mamanya itu.Seberapa besar usahanya membujuk Mama dan papanya tetap saja mereka tak peduli. Lalu untuk apa mereka menghadirkan Fani di dunia jika begini jadinya."Bagaimana?""Mereka keras, Des! Mereka nggak bisa aku pahami. Sungguh, ini keterlaluan!""Bagaimana kalau kita saja yang menjemput Fani, kalau begini caranya sampai setahun pu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Masa suram Fani

    Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah."Bagaimana anak saya, dok!!"Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin."Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu."Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu."Maaf, Ma!" sesaln

DMCA.com Protection Status