Share

Membujuk Fani

Penulis: Asyera Kesita
last update Terakhir Diperbarui: 2020-11-17 00:39:11

Rania memandangi wajah Gama yang ada di albumnya. Dia sedang membayangkan bagaimana bentuk bingkai yang akan dia beli nanti.

Rania melirik jam dinding yang mengarah pada jarum jam ke tiga sore. Rania ingat kalau ia dan Desfa belum makan siang, pantas saja perutnya berbunyi meminta hak-nya.

"laper, nih!" ujar Rania.

"Delivery aja, yuk!" Jawab Desfa.

Rania pun meraih ponselnya dan memesan makanan dari rumah makan padang langganan mereka.

"Kamu mau lauk apa?" tanya Rania.

Desfa pun mendekat pada Rania dan menimbang-nimbang apa yang ingin dia makan.

"Hmmm, nasi kuning pake rendang jangan lupa perkedelnya"

"Oke aku telepon, ya."

Rania pun menekan nomor pemilik rumah makan itu. Seperti biasa, penjualnya akan langsung menjawab.

"Halo, bang. Mau mesan nasi padang, rendang, perkedel, sama ayam pedas manis. Jangan lupa bonus, ya!"

"Mau berapa porsi?"

"empat porsi, ya!"

"Oke!"

Rania pun mematikan teleponnya dan melanjutkan kegiatan gibahnya dengan Desfa.

"Kak Rania!!"

Merasa dipanggil, Rania pun membuka pintu dan mendapati adiknya berdiri di depan pintu masih dengan seragamnya.

"mana majalah aku? Sudah selesai nggak bacanya?"

Rania pun menyuruh Fani masuk dan mengembalikan majalah Fani.

"Udah semuanya dibaca"

"Oke!"

Fani membuka majalahnya dan duduk di pinggir ranjang Rania.

Fani seperti mencari sesuatu di dalam majalahnya itu.

"Nyari apa, sih?" Rania pun penasaran karena melihat Fani serius membuka halaman demi halaman.

"kata editor majalahnya, ada formulir untuk gabung ke grup mereka" jawab Fani.

Desfa menarik Rania dan membisikannya sesuatu, "Kamu nggak takut gitu, tadi 'kan kamu gunting satu halamannya"

Rania memiringkan kepalanya lalu menepuk jidatnya. Bisa-bisanya dia lupa dengan apa yang dilakukannya.

"kak, ini halamannya kok hilang? Fani baru beli loh!" protes Fani.

Belum sempat Rania memikirkan cara, Fani langsung bertanya ke inti pembicaraan yang mereka hindari. Sekarang saatnya Rania memikirkan cara agar bisa membujuk Fani.

"Tadi ada foto gebetan kakak jadi kakak gunting" jelasnya.

Fani tak mau tahu. Ia pergi dan langsung mendiamkan mereka. Desfa pun berinisiatif untuk membujuk Fani, tapi akhirnya dia juga yang kena.

"Fani, jangan gitu dong. Kakak kamu 'kan sudah minta maaf" ucap Desfa lalu menarik tangan Fani.

"Kak Desfa juga sama aja! Bukannya dimarahin kak Rania-nya!" Jawab Fani.

Desfa pun mengeluskan dadanya, adik dan kakak sama saja. Rania dan Fani memiliki sifat yang sama-sama keras kepala.

"Kita cari cara buat bujuk Fani!"

"Lets Go!"

______________________________

"Fani mau eskrim"

"Fani kakak kasih uang, ya!"

"Fani minggir dulu dong kakak mau nyapu!"

"Fani"

"Fani"

"Fani"

Sudah beberapa kali mereka membujuk Fani, adiknya itu masih saja merajuk. Mereka pun kelelahan walaupun mereka harus memikirkan cara untuk membujuk Fani.

"Fani suka apa ya kira kira?" tanya Desfa.

"makan," jawab Rania.

"Itu sih kamu, Ran yang hobi makan!" ledek Desfa.

"Ngeledek aja!" jawab Rania.

Mereka terdiam sejenak.

"Woah!!! Aku tahu! Kita beliin Novel, buku EYD, dan peralatan menulis lainnya!" Cetus Rania.

Desfa mengangguk setuju, dan mereka segera pergi membelinya. Mereka akan pergi ke toko buku paling terkenal di kota mereka, dan mencari novel dan buku paling baru juga peralatan menulis.

"Pak, tolong antar kami ke toko buku, ya!" Pinta Rania pada Sopir sekaligus satpam rumahnya.

"Siap, neng!" Pak Jarwo terlihat masih membenarkan topinya yang miring karena baru bangun dari tidurnya.

Rania dan Desfa masuk ke dalam mobil. Untuk menghilangkan kebosanan, mereka menyetel lagu favorite mereka Avril lavigne.

"When you walk away

I count the steps that you take

Do you see how much I need you right now?"

"When you're gone

The pieces of my heart are missin' you

When you're gone

The face I came to know is missin', too

When you're gone

The words I need to hear

To always get me through the day

And make it okay

I miss you"

Rania begitu menghayati menyanyikan lagu tersebut. Lagu ini telah menjadi lagu favorit Rania sejak pertama mendengar.

"Menghayati banget!"

"Lagunya cocok buat aku" jawab Rania.

Pak Jarwo memarkir mobil di tempat yang telah disediakan. Mereka langsung turun dari mobil dan masuk ke toko buku.

"Mana novel yang terbaru? Coba cari di google!"

"Oke, bentar!"

Desfa membuka google dan mencari di pencarian dengan kata kunci, "Novel yang baru dan populer bulan ini"

"Novel karya Mira W, judulnya Sisi Gelap Cinta. Mungkin Fani suka," Saran Desfa.

"Hmmm, oke. Kita beli lima novel aja. Nanti, aku mau beli buku catatan tebal buat Fani."

" buku EYD juga boleh tuh!"

"Tumben kamu pintar, Des!" ledek Rania.

"Emang pinter dari dulu, ya!"

Rania pun membawa barang yang akan mereka beli ke kasir. Rania menunggu kasir menghitung jumlah pembelian mereka.

"Semuanya enam ratus lima puluh ribu rupiah. Ini ada hadiah buat yang suka membaca." Kasir tersebut memberikan kotak misteri kepada mereka.

"Terimakasih"

Mereka bergegas pulang kembali pada misi membujuk Fani. Semoga saja Fani suka dengan hadiah mereka.

"Itu isi kotaknya apa?" Desfa menarik paksa kotak yang di beri kasir tadi.

"Ntah. Biar Fani aja yang buka!"

"Gimana sih! Pokoknya kifa duluan yang lihat!" Jiwa penasaran Desfa bergelora sehingga tangannya tanpa ia sadari telah membuka kotak itu.

"Wah, ini novel ternyata!" Desfa mengembalikan novel tersebut pada Rania.

"Udah dibilangin jangan dibuka!"

"Yaelah, Ran! Aku mah ogah baca Novel."

Rania menggeleng pelan menatap sahabatnya itu. Benar benar tukang kepo. Ada sesuatu yang membuat dia penasaran, harus ia ungkap sampai tuntas.

"oke, sudah sampai!" Pak Jarwo mematikan mesin mobil setelah memarkir mobil di pekarangan luas rumah Rania.

Tak sabar menjalankan misi, mereka segera berlari menuju kamar Fani.

Rania membuka pintu dan mendapati adiknya itu meringkuk di bawah selimut. Rania usil menaikan suhu AC untuk memasuki topik pancingan.

"Kok nggak dingin sih!" Resah Fani.

Fani pun mencoba mengambil remot Ac-nya untuk menurunkan suhunya kembali, tetapi ia malah melihat kakaknya berdiri di depan pintu.

"Ada apa, kak?" tanya Fani kesal.

"Ini ada hadiah permintaan maaf! Di terima ya!" Rania meletakan hadiah darinya itu di meja belajar Fani.

"Makasih, kak. Maaf Fani marah karena masalah sepele!"

"Nggak apa!"

Rania pun ingin kembali ke kamarnya, namun kepalanya pusing membuat Rania harus bertumpu di sudut temboknya.

"Fani!" panggil Rania.

"Fan..." suara Rania melemah.

"Fani"

Rania memijit kepalanya yang sakit hebat. Ia tak mampu menahannya hingga akhirnya Rania tak sadarkan diri.

"Kak Rania!"

"Kak Rania!"

"Kak Desfa tolong ke kamar Fani"

Khawatir pada kakaknya, Fani langsung menelepon Rino dan orang tuanya.

Terdengar nada khawatir dari mereka. Sekilas Fani cemburu, namun ia menepis pikiran buruk itu demi keselamatan kakaknya.

"Ma, kak Rania pingsan! Mama cepetan datang!"

"Oke! Mama akan datang sama papa secepatnya. Kamu jagain kakak kamu dan suruh Rino bawa ke rumah sakit!"

"Iya, ma!"

Fani mematikan telepon, ia merenung sebentar setelah Rania di bawa ke rumah sakit oleh Rino.

Fani ketakutan setengah mati, karena ia merasa ini semua karena dirinya yang kekanak-kanakan. Rania menjadi lelah mencarikan hadiah untuk membujuk Fani hanya karena masalah sepele. Ia takut seperti dulu, rasa sakit fisik dan mental yang diterimanya.

"Tuhan, Fani lagi takut!"

"Fani cemas!"

Fani berjongkok di belakang pintunya kemudian memeluk kakinya dan meletakan wajahnya diatas lutut. Fani bergetar ketakutan.

Bab terkait

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Masa suram Fani

    Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah."Bagaimana anak saya, dok!!"Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin."Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu."Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu."Maaf, Ma!" sesaln

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-17
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-20
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-21
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-23
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-25
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-26
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Mama Jia

    Sudah tiga hari Rania memikirkan jalan agar ia membawa Fani kembali bersama mereka, namun semua itu sia-sia. Orang tua-nya 'masa bodoh' dengan Fani, yang mereka pikirkan hanyalah Rania, anak kesayangan mereka."Sudahlah, jangan dijadikan beban pikiran. Toh, Fani bakal balik lagi kalau butuh duit. Kamu tidur aja, ya. Istirahat!" ujar Vita seperti biasanya. Bisa-bisanya mereka tidak peduli dengan Fani yang bahkan mereka tidak akan tahu bagaimana keadaannya nanti."Tapi ma-""Ssssstt, nggak ada tapi-tapian! Tidur!" perintah mamanya itu.Seberapa besar usahanya membujuk Mama dan papanya tetap saja mereka tak peduli. Lalu untuk apa mereka menghadirkan Fani di dunia jika begini jadinya."Bagaimana?""Mereka keras, Des! Mereka nggak bisa aku pahami. Sungguh, ini keterlaluan!""Bagaimana kalau kita saja yang menjemput Fani, kalau begini caranya sampai setahun pu

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-03
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Kecewa

    "pa!""ma!"Rania memanggil kedua orang tuanya yang sedang duduk bersantai setelah kembali dari perjalanan bisnis mereka.Vita dan Doni menatap putri mereka bingung, baru saja mereka sampai bukannya disambut dengan baik malah disuguhi teriakan gadis itu."tak pantas di sore hari yang cerah ini di isi oleh keributan, bisakah kau ceritakan mengapa kau melakukan itu?" ujar Vita.Rania berkacak pinggang di depan Vita dan Doni. Gadis itu juga menatap sangar mereka."Hentikan semua ini, nak! Kau terlihat seperti tak diajarkan sopan santun. Bukannya menghibur kami yang letih, kau malah menambah beban kami dengan kau seperti itu!" omel Vita."kalian yang harusnya menghentikan semua ini, apa ada orang tua semacam kalian membiarkan anaknya terlantar di rumah orang lain?!" sergahnya. Rania semakin menjadi, hatinya memanas, ia terlanjur kecewa dan marah pada orang-tua

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-09

Bab terbaru

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Belajar dulu

    Kring...Apa yang paling membahagiakan bagi anak sekolah?Sangat jelas dari suara bel pertanda pulang sekolah. Namun, hanya beberapa siswa yang menganggap itu adalah kebahagiaan karena ada siswa yang harus beberapa kali pergi ke tempat bimbel mereka.Rania tak pernah ikut bimbel selama ini. Salah satu alasannya adalah karena kondisinya yang tak memungkinkan untuk melakukannya seperti anak lainnya."Apa yang kamu katakan pada Fani kemarin?" Desfa membuka pembicaraan untuk memecahkan kesunyian yang ada."Aku tak ada berkata pada Fani," elaknya."Bohong, aku lihat kamu berbisik padanya." ujar Desfa.Rania tetap diam menatap jalan lurus ke depan. Tak jarang ia harus menendang batu yang berserak dan mungkin akan menyakiti kakinya."aku bilang terserah pada Fani,""Ran, kamu nggak bohong? Kalau gitu ren

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Kecewa

    "pa!""ma!"Rania memanggil kedua orang tuanya yang sedang duduk bersantai setelah kembali dari perjalanan bisnis mereka.Vita dan Doni menatap putri mereka bingung, baru saja mereka sampai bukannya disambut dengan baik malah disuguhi teriakan gadis itu."tak pantas di sore hari yang cerah ini di isi oleh keributan, bisakah kau ceritakan mengapa kau melakukan itu?" ujar Vita.Rania berkacak pinggang di depan Vita dan Doni. Gadis itu juga menatap sangar mereka."Hentikan semua ini, nak! Kau terlihat seperti tak diajarkan sopan santun. Bukannya menghibur kami yang letih, kau malah menambah beban kami dengan kau seperti itu!" omel Vita."kalian yang harusnya menghentikan semua ini, apa ada orang tua semacam kalian membiarkan anaknya terlantar di rumah orang lain?!" sergahnya. Rania semakin menjadi, hatinya memanas, ia terlanjur kecewa dan marah pada orang-tua

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Mama Jia

    Sudah tiga hari Rania memikirkan jalan agar ia membawa Fani kembali bersama mereka, namun semua itu sia-sia. Orang tua-nya 'masa bodoh' dengan Fani, yang mereka pikirkan hanyalah Rania, anak kesayangan mereka."Sudahlah, jangan dijadikan beban pikiran. Toh, Fani bakal balik lagi kalau butuh duit. Kamu tidur aja, ya. Istirahat!" ujar Vita seperti biasanya. Bisa-bisanya mereka tidak peduli dengan Fani yang bahkan mereka tidak akan tahu bagaimana keadaannya nanti."Tapi ma-""Ssssstt, nggak ada tapi-tapian! Tidur!" perintah mamanya itu.Seberapa besar usahanya membujuk Mama dan papanya tetap saja mereka tak peduli. Lalu untuk apa mereka menghadirkan Fani di dunia jika begini jadinya."Bagaimana?""Mereka keras, Des! Mereka nggak bisa aku pahami. Sungguh, ini keterlaluan!""Bagaimana kalau kita saja yang menjemput Fani, kalau begini caranya sampai setahun pu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Masa suram Fani

    Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah."Bagaimana anak saya, dok!!"Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin."Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu."Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu."Maaf, Ma!" sesaln

DMCA.com Protection Status