Share

Masa suram Fani

Author: Asyera Kesita
last update Last Updated: 2020-11-17 16:38:33

Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah.

"Bagaimana anak saya, dok!!"

Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin.

"Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"

Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu.

"Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.

Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu.

"Maaf, Ma!" sesalnya.

Vita balas tersenyum. Ia menatap putrinya setelah usai membenarkan selimut.

"kamu ini bikin semua orang khawatir aja!" omelnya lagi.

Mama Rania bertugas untuk menemani Rania hingga kembali normal, sementara yang lainnya dipinta mama Rania untuk pulang beristirahat.

"Nggak apa sendiri, Ma?" tanya Doni berusaha meyakinkan istrinya itu.

"Iya! Pulang gih, tidur!"

Doni pun pulang bersama Rino. Sepanjang perjalanan, Doni hanya mencari tahu mengapa Rania bisa sampai kambuh seperti itu. Padahal, biasanya ia normal.

"Om takut banget kehilangan Rania!" Doni frustasi jika menyangkut soal Rania. Bertahun-tahun ia bekerja keras agar bisa memiliki uang yang melimpah demi mencari pengobatan terbaik.

"Mending Om tenangin diri dulu. Supaya jangan terbawa pikiran. Nanti om sakit." ucap Rino.

Doni membiarkan Rino menyetir mobil karena tak mungkin dengan kondisinya saat ini ia berkendara.

"Jangan kencang-kencang, Ini sudah malam!" peringat Doni.

Rino langsung menurunkan kecepatan seperti yang dipinta pamannya itu.

Setelah sampai di rumah, Doni duduk di ruang tengah untuk menenangkan dirinya.

"Mulai besok kita sewa dua asisten rumah tangga. Kita harus mencari yang mau bekerja dua puluh empat jam!"

" Segera Rino urus,"

"Terimakasih, om tahu kamu bisa diandalkan!" puji Doni.

Fani keluar dari kamarnya dengan mata yang sembab. Ia keluar dan terkejut melihat papa-nya duduk di ruang tengah.

"P-papa..." gugup Fani.

Doni langsung mengalihkan pandangan ke putri bungsunya yang berdiri sepuluh kaki dari tempatnya.

"Kamu menangis?"

Fani mengangguk.

"Kenapa?"

Fani Menggelengkan kepalanya.

"Fani, Kemari!" panggil Doni.

Fani pun berjalan ke arah Doni perlahan. Fani menunduk tak berani menatap Doni yang sulit ditebak raut wajahnya.

Plak!!

"INI PASTI KARENA KAMU!"

Fani menyentuh pipinya yang terasa panas. Kini tangannya juga harus mengelap air matanya itu.

"JANGAN NANGIS KAMU!!"

Fani menangis sesegukan. Ia ketakutan kalau tangan itu menamparnya sekali lagi. Fani lebih memilih menunduk.

"Mulai sekarang jangan pernah kamu berkomunikasi dengan Rania! Kamu seperti pembawa sial saja!" Sembur Doni.

"Ma--maaf, Pa..." lirih Fani.

"Kamu kembali ke kamar!"

Sebelum berbalik, Fani menatap Roni berharap kakak sepupunya itu bisa membela-nya, namun pupus sudah harapan Fani pada Roni yang berdiam saja tanpa melakukan sesuatu.

Fani berjalan limbung. Pandangannya kosong. Pikirannya berkecamuk. Ia meratapi dirinya sendiri yang lahir dikeluarga yang menyedihkan.

"Umur Fani baru tiga belas tahun, tapi kenapa Tuhan beri hidup yang seperti ini!"

"Fani nggak tahu apa apa"

Entah berapa kali Fani memprotes hidupnya pada Tuhan. Fani tak peduli. Ia hanya ingin berlari, tetapi kemana?

Fani melompat ke ranjangnya. Ia menenggelamkan dirinya ke dalam selimut yang sudah menemaninya sejak dulu. Ia sengaja tak menggantinya, karena ia ingin mendengar mama-nya marah dan mengoceh seperti mama pada umumnya, tapi sampai sekarang mimpi itu tetap menjadi mimpi.

Bantal yang menjadi tumpuan wajah Fani, kini asak oleh air matanya.

Tok..tok..tok

Suara ketukan itu tak mampu membuat Fani bangkit. Namun. Ketukan itu terdengar memaksa sampai-sampai Fani harus menyuruh orang itu masuk.

"Ini kak Desfa"

Desfa masuk setelah mendapat izin dari si empunya kamar. Desfa tertegun, kondisi Fani sangat memprihatinkan

"Iya, kak."

Desfa hendak menangis ketika melihat Fani yang mengusao air matanya. Ia tak habis pikir, apakah orang tua Fani tak punya hati memperlakukan putrinya seperti itu.

Desfa jadi teringat kisah lima tahun yang lalu, disaat dirinya melihat keadaan Fani.

Flashback:

5 tahun yang lalu

"Kak Rania harus kejar Fani! Kak Desfa kita lari sama sama ya!"

Kini giliran Rania berlari mengejar targetnya. Rania mempertambah kecepatan berlarinya. Fani dan Desfa gesit sekali sampai-sampai Rania sulit menggapai mereka.

Hosh...hosh...

Rania kehabisan nafas, tetapi ia berusaha untuk berlari dan tak menyadari kalau ia menyandung batu besar sehingga kepalanya terantuk. Rania merasakan hidungnya basah, ia pun mengusap hidungnya dan mendapati cairan merah dari hidungnya. Rania mimisan.

"Arhhggggh...." ringisnya.

Desfa dan Fani berlari ke arah Rania yang terjatuh tak sadarkan diri. Dengan terburu-buru Desfa memanggil sopir dan Fani menelepon papa dan mamanya.

Tak lama kemudian, mereka datang dan membawa Rania kerumah sakit.

Fani ditinggalkan sendirian di rumah. Desfa iba dan ingin menemani Fani di rumah yang besar itu.

"Ini bukan salah Fani kok. Jangan nangis ya,"

"Tapi, papa pasti pukul Fani!"

"Emangnya papa Fani pernah mukul Fani?" tanya Desfa.

Fani mengangguk kemudian ia mengajak Desfa untuk tidur bersamanya.

"Papa sudah pulang, Fani harus bagaimana?" Fani kecil ketakutan setengah mati. Bibirnya bergetar dan telinganya memerah.

"Kamu nggak boleh takut! Ini bukan salah Fani!" peringat Desfa berkali-kali.

Fani terus menatap jendela. Ia melihat papa-nya yang keluar dari mobilnya.

"FANI!!!"

"FANI!!!"

Mau tak mau, Fani keluar walaupun ia ketakutan. Fani tak berani menatap papa-nya itu.

Bugh...

Plak...

"Arrghhh...."

"Sakit, pa!"

"Berhenti, pa!"

Fani memohon sampai menangis darah pun ayahnya mungkin tak akan mengasihaninya. Fani berteriak pun, belum tentu telinga papa-nya mendengar untuknya.

"Kenapa kamu nggak jagain kakak kamu!"

"Fani masih delapan tahun, Fani nggak bisa jagain kakak" jawabnya polos.

"Kamu nggak berguna!"

Fani berlari ke kamarnya saat papa-nya mencoba untuk menamparnya.

Fani menangis sesegukan di sudut kamarnya. Ia sengaja memanjat meja agar bisa mematikan lampu kamarnya.

Desfa yang sedari tadi berada di kamar Fani, hanya bisa membisu.  Mungkin kalau Fani disalahkan Desfa juga harus disalahkan. 

"Maafin, kak Desfa ya!"

Fani tak menjawab. Anak mungil itu hanya bersandar di temboknya memandangi lantai polos yang becek karena ulahnya.

"Fani ini anak papa sama mama, Bukan?"

"Atau Fani anak pungut atau Fani atau..." pikiran polos Fani akhirnya terisi dengan pertanyaan yang tak seharusnya ia tanyakan.

"Fani tidur yuk sudah malam" ajak Desfa.

Fani pun membaringkan tubuhnya di ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

Flashback off

Desfa duduk di pinggir kamar Fani. Ia memeluk Fani yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Hal itu terjadi setelah, mereka berbagi kisah kelam mereka dan menyimpan rahasia masing masing.

"Jangan salahkan Fani, jika Fani pergi." Batin Fani dalam tidurnya.

Related chapters

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

    Last Updated : 2020-11-20
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

    Last Updated : 2020-11-21
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

    Last Updated : 2020-11-23
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

    Last Updated : 2020-11-25
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

    Last Updated : 2020-11-26
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Mama Jia

    Sudah tiga hari Rania memikirkan jalan agar ia membawa Fani kembali bersama mereka, namun semua itu sia-sia. Orang tua-nya 'masa bodoh' dengan Fani, yang mereka pikirkan hanyalah Rania, anak kesayangan mereka."Sudahlah, jangan dijadikan beban pikiran. Toh, Fani bakal balik lagi kalau butuh duit. Kamu tidur aja, ya. Istirahat!" ujar Vita seperti biasanya. Bisa-bisanya mereka tidak peduli dengan Fani yang bahkan mereka tidak akan tahu bagaimana keadaannya nanti."Tapi ma-""Ssssstt, nggak ada tapi-tapian! Tidur!" perintah mamanya itu.Seberapa besar usahanya membujuk Mama dan papanya tetap saja mereka tak peduli. Lalu untuk apa mereka menghadirkan Fani di dunia jika begini jadinya."Bagaimana?""Mereka keras, Des! Mereka nggak bisa aku pahami. Sungguh, ini keterlaluan!""Bagaimana kalau kita saja yang menjemput Fani, kalau begini caranya sampai setahun pu

    Last Updated : 2020-12-03
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Kecewa

    "pa!""ma!"Rania memanggil kedua orang tuanya yang sedang duduk bersantai setelah kembali dari perjalanan bisnis mereka.Vita dan Doni menatap putri mereka bingung, baru saja mereka sampai bukannya disambut dengan baik malah disuguhi teriakan gadis itu."tak pantas di sore hari yang cerah ini di isi oleh keributan, bisakah kau ceritakan mengapa kau melakukan itu?" ujar Vita.Rania berkacak pinggang di depan Vita dan Doni. Gadis itu juga menatap sangar mereka."Hentikan semua ini, nak! Kau terlihat seperti tak diajarkan sopan santun. Bukannya menghibur kami yang letih, kau malah menambah beban kami dengan kau seperti itu!" omel Vita."kalian yang harusnya menghentikan semua ini, apa ada orang tua semacam kalian membiarkan anaknya terlantar di rumah orang lain?!" sergahnya. Rania semakin menjadi, hatinya memanas, ia terlanjur kecewa dan marah pada orang-tua

    Last Updated : 2020-12-09
  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Belajar dulu

    Kring...Apa yang paling membahagiakan bagi anak sekolah?Sangat jelas dari suara bel pertanda pulang sekolah. Namun, hanya beberapa siswa yang menganggap itu adalah kebahagiaan karena ada siswa yang harus beberapa kali pergi ke tempat bimbel mereka.Rania tak pernah ikut bimbel selama ini. Salah satu alasannya adalah karena kondisinya yang tak memungkinkan untuk melakukannya seperti anak lainnya."Apa yang kamu katakan pada Fani kemarin?" Desfa membuka pembicaraan untuk memecahkan kesunyian yang ada."Aku tak ada berkata pada Fani," elaknya."Bohong, aku lihat kamu berbisik padanya." ujar Desfa.Rania tetap diam menatap jalan lurus ke depan. Tak jarang ia harus menendang batu yang berserak dan mungkin akan menyakiti kakinya."aku bilang terserah pada Fani,""Ran, kamu nggak bohong? Kalau gitu ren

    Last Updated : 2020-12-10

Latest chapter

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Belajar dulu

    Kring...Apa yang paling membahagiakan bagi anak sekolah?Sangat jelas dari suara bel pertanda pulang sekolah. Namun, hanya beberapa siswa yang menganggap itu adalah kebahagiaan karena ada siswa yang harus beberapa kali pergi ke tempat bimbel mereka.Rania tak pernah ikut bimbel selama ini. Salah satu alasannya adalah karena kondisinya yang tak memungkinkan untuk melakukannya seperti anak lainnya."Apa yang kamu katakan pada Fani kemarin?" Desfa membuka pembicaraan untuk memecahkan kesunyian yang ada."Aku tak ada berkata pada Fani," elaknya."Bohong, aku lihat kamu berbisik padanya." ujar Desfa.Rania tetap diam menatap jalan lurus ke depan. Tak jarang ia harus menendang batu yang berserak dan mungkin akan menyakiti kakinya."aku bilang terserah pada Fani,""Ran, kamu nggak bohong? Kalau gitu ren

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Kecewa

    "pa!""ma!"Rania memanggil kedua orang tuanya yang sedang duduk bersantai setelah kembali dari perjalanan bisnis mereka.Vita dan Doni menatap putri mereka bingung, baru saja mereka sampai bukannya disambut dengan baik malah disuguhi teriakan gadis itu."tak pantas di sore hari yang cerah ini di isi oleh keributan, bisakah kau ceritakan mengapa kau melakukan itu?" ujar Vita.Rania berkacak pinggang di depan Vita dan Doni. Gadis itu juga menatap sangar mereka."Hentikan semua ini, nak! Kau terlihat seperti tak diajarkan sopan santun. Bukannya menghibur kami yang letih, kau malah menambah beban kami dengan kau seperti itu!" omel Vita."kalian yang harusnya menghentikan semua ini, apa ada orang tua semacam kalian membiarkan anaknya terlantar di rumah orang lain?!" sergahnya. Rania semakin menjadi, hatinya memanas, ia terlanjur kecewa dan marah pada orang-tua

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Mama Jia

    Sudah tiga hari Rania memikirkan jalan agar ia membawa Fani kembali bersama mereka, namun semua itu sia-sia. Orang tua-nya 'masa bodoh' dengan Fani, yang mereka pikirkan hanyalah Rania, anak kesayangan mereka."Sudahlah, jangan dijadikan beban pikiran. Toh, Fani bakal balik lagi kalau butuh duit. Kamu tidur aja, ya. Istirahat!" ujar Vita seperti biasanya. Bisa-bisanya mereka tidak peduli dengan Fani yang bahkan mereka tidak akan tahu bagaimana keadaannya nanti."Tapi ma-""Ssssstt, nggak ada tapi-tapian! Tidur!" perintah mamanya itu.Seberapa besar usahanya membujuk Mama dan papanya tetap saja mereka tak peduli. Lalu untuk apa mereka menghadirkan Fani di dunia jika begini jadinya."Bagaimana?""Mereka keras, Des! Mereka nggak bisa aku pahami. Sungguh, ini keterlaluan!""Bagaimana kalau kita saja yang menjemput Fani, kalau begini caranya sampai setahun pu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Fani, jangan pergi!

    Udara terasa sejuk di pagi hari, angin membelai wajah mereka seakan menyambut mereka yang semangat menjalani hidup.Rania membuka kaca mobilnya lebar diikuti oleh Desfa, mereka berteriak, bersiul, bernyanyi, bahkan berdebat di dalam mobil itu.Tak terasa mereka sampai ke sekolah, seperti memulai cerita baru setiap harinya. Sering cerita itu menjadi bahan yang akan mereka jadikan kenangan nantinya."Kemarin itu seperti mimpi, aku tak menyangka bisa berlari dN menangkap pistol itu. Lari ku terasa lambat bagaikan film action, kau harus tahu bahwa aku menikmati setiap detiknya!" oceh Rania."Aku kagum pada kak Rino, dia lihai sekali mengendalikan pistol itu. Jarinya seakan menari dan memainkan piano di musim gugur!" ujar Desfa."Kau pasti menyukai kak Rino, bukan? Lihat saja matamu tak bisa berbohong!" godanya."aku memang menyukainya, tapi apa suka artinya cinta juga?" Desfa memiri

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi dua

    "Wow, aku tak menyangka ini! Apakah dia benar-benar membantu kita atau menipu kita?"Berkali-kali Desfa melontarkan kalimat itu, ia begitu baru untuk menjadikan ini pengalamannya."Kalau kita tertangkap, apa yang harus kita lakukan?""Apakah kita harus lanjut atau menyerah?""Desfa, sahabatku. Ini demi kebaikanmu!" peringat Rania."Tapi, ini soal nyawa, Ran!" balasnya.Bukannya menjawab, Rania malah tersenyum. Desfa yang merasa diabaikan itu kesal dan terdiam."Rasanya seperti hidup. ketika kau mampu berkata mempertaruhkan nyawa disaat kau tau hari itu akan tiba." ucap Rania.Desfa pun menatap Rania, ia mencoba mencerna perkataan sahabatnya itu. Mengapa ia terlihat aneh sekarang?"Ran, kamu nggak lagi sakit 'kan?" tanya Desfa.Rania memiringkan kepalanya lalu tertawa kemudian mengalihkan pandangnya pada la

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Aksi

    Purnama sudah menghilang dari angkasa. Kini sudah lewat tengah malam, tapi mereka masih saja terjaga. Ini.semua karena ada hal menarik yang sedang mereka rencanakan, membuat jantung mereka berdebar ketika membicarakannya."Aku membawa dua telepon ku dan satu perekam suara!" ujar Desfa."Aku punya perekam suara sekaligus perekam video yang canggih. Aku punya yang berbentuk seperti pulpen dan anting. Kalau kau mau aku akan memberinya kepadamu." Rania menggeledah laci yang ada di lemarinya dan mengambil barang yang dimaksud."Wah, pasti harganya sangat mahal. Aku takut merusaknya." Desfa terlihat hati-hati saat menyentuh kotak kayu yang berisi benda berharga itu, ia sama sekali tak menyentuh isi kotak itu."jangan pikirkan harga, kita tak punya waktu untuk itu!" peringat Rania.Kemudian, Rania masuk ke kolong ranjangnya dan mendorong peti segi lima untuk ditunjukan pada Desfa.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Memulai

    "Lari!!""Larinya kenceng dong!""Kelompok kita kalah!"~~Ricuh terdengar dari siswa siswa yang antusias mengikuti pelajaran olahraga, kecuali Rania yang harus duduk dan hanya melihat keseruan mereka. Gadis itu terlihat lesu dan kecewa karena di selalu dikecualikan dalam kegiatan apapun."Kamu ngapain ikut duduk?" tanya Rania.Desfa mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi BBM yang tertera di layar utama. Desfa menunjukan pesan singkat pada Rania."Sepupumu sudah pulang, kau aman sekarang!" Ana.Desfa memasukan ponselnya ke sakunya kembali, waspada jika ketahuan membawa ponsel."Serius? Berarti kamu nggak di rumah aku lagi dong!" Ucap Rania."Yaiyalah, kalau aku dirumah kamu

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Gadis keturunan barat

    Tiga hari sudah lewat, kini gadis berkucir satu dengan senyuman manisnya sudah siap untuk pergi sekolah. Ia bersenandung kecil sembari menunggu Fani selesai memakai sepatunya."Yuk, pergi bareng!" ajak Rania.Bukannya menjawab, adiknya itu malah memasangkan kedua telinganya headphone dan pergi mendahului Fani."Fani kenapa, ya?" ujar Rania sembari menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.Rania masuk ke mobilnya dan melirik Fani yang menatap keluar jendela."Fan!" panggil Rania tetapi adiknya itu tak mendengarkan.Rania memilih untuk berhenti daripada harus membuat masalah di pagi hari."Pak, turunin saya disini!" perintah Fani pada Sopir."Kamu mau kemana? Sekolah kamu 'kan belum sampai!"Fani hanya membalas Rania dengan menaikan satu alisnya.Hati Rania menjadi tak tenang.

  • RANIA: PERFECT TEARS (INDONESIA)   Masa suram Fani

    Lagi-lagi kembali ketempat itu. Tempat yang sebenarnya dinobatkan sebagai tempat yang ingin Rania jauhi, tapi apadaya dirinya yang harus kesana tiap kali tubuhnya lemah."Bagaimana anak saya, dok!!"Terdengar suara samar dari luar ruangan, tak lain adalah ibu dan ayah Rania yang berusaha datang secepat mungkin."Anak anda tidak memakan obatnya dengan teratur. Ia juga kelelahan karena melakukan aktifitas berlebihan. Anda pernah saya sarankan untuk membatasi aktifitas putri anda, bukan?"Vita dan Doni tak mampu menjawab Dokter Rio. Mereka benar-benar tak mampu untuk berpikir. Mereka hanya bisa takut dan cemas pada putrinya itu."Rania tiga hari disini dulu. Supaya bisa istirahat. Kamu kan sudah mama bilangin nggak boleh kelelahan!" perintah Vita pada putrinya.Rania yang baru saja sadar dari pingsannya mau tak mau mendengarkan ocehan mamanya itu."Maaf, Ma!" sesaln

DMCA.com Protection Status