RAHASIA SLIP GAJI MILIK SUAMIKU
BAB 1
"Sayang, ini uang untuk keperluan bulanan bulan ini. Maaf ya cuma bisa kasih segini karena Ibu harus membayar uang untuk kelulusan Putri dan juga untuk rekreasi akhir tahun," ucap Mas Fauzan sembari menyerahkan sepuluh lembar uang berwarna merah padaku. Aku tersenyum sembari menerimanya. Mas Fauzan pun mendaratkan tubuh nya di sampingku yang sedang duduk di atas ranjang.
"Terimakasih ya, Mas, insya Allah berkah. Dan semoga kedepannya rezeki kamu segera membaik."
"Amiin, makasih ya, Sayang, kamu sudah mau mengerti aku. Maaf kalau lagi-lagi hanya bisa kasih kamu uang segitu. soalnya kamu kan tau sendiri kalau setiap bulannya aku hanya mendapatkan gaji empat juta saja."
"Tidak apa-apa, Mas, aku ikhlas. Toh dari pendapatanku semuanya bisa tercover."
"Kamu memang istri yang terbaik yang aku punya. Aku semakin sayang dan cinta sama kamu."
Cup.
Betapa kedua pipi ini terasa menghangat mendapatkan perlakuan manis dari Mas Fauzan.
Tiga tahun pernikahanku dengannya, tidak pernah sekalipun aku melihat cacat dari diri Mas Fauzan selama ini. Pria itu begitu menyayangiku. Bahkan, perlakuannya juga selalu manis padaku. Begitupun dengan Ibu mertua dan adik iparku. Mereka sangat baik padaku.
"Yaudah aku mau mandi dulu ya soalnya gerah banget." Aku pun sedikit tersentak dan akhirnya mengangguk menjawab ucapan Mas Fauzan. Setelah Mas Fauzan masuk ke dalam kamar mandi dan terdengar bunyi gemericik air aku pun berniat untuk membereskan barang-barang milik Mas Fauzan seperti tas kerjanya yang tadi belum sempat ia kembalikan ke dalam lemari.
Saat tangan ini menenteng tas kerja milik Mas Fauzan, tanpa sengaja kakiku tersandung kaki meja di sebelah tempat tidur, membuat tas kerja Mas Fauzan terjatuh dan seluruh isinya keluar berserakan.
Kupunguti satu-persatu barang-barang milik Mas Fauzan, sampai aku menemukan sebuah amplop putih yang entah mengapa firasatku kurang baik dengan amplop ini. Aku balik amplop ini, ternyata segelnya sudah terbuka. Karena rasa penasaran yang tinggi, akhirnya aku langsung mengambil kertas yang ada di dalam amplop ini dan membacanya dengan serius.
"Sepuluh juta? Uang apa ini?" Kubalik lembaran kertas itu ke bagian belakang dan kembali betapa terkejutnya aku melihat jabatan Mas Fauzan.
"Jadi, Mas Fauzan naik jabatan jadi supervisor? Kenapa dia gak ngomong sama aku?" Berbagai tanda tanya hadir dalam benakku, terakhir yang kutahu Mas Fauzan masih karyawan biasa.Betapa aku sangat terkejut mengetahui kenyataan ini. Apakah selama ini aku telah salah menilai suamiku? Ah, entahlah seketika pusing rasanya kepalaku ini.
Gemericik air di kamar mandi sudah tidak lagi terdengar. Aku pun memutuskan untuk bergegas mengembalikan tas milik suamiku ini. Biarlah aku tanyakan padanya saja nanti. Aku mau tau apakah dia akan menjawabnya jujur atau tidak. Kubereskan satu persatu barang-barang yang tadi di dalam tas kerja Mas Fauzan yang berserakan.
"Lho, Dek? Kok kamu masih di situ? Gak siapin makanan buat, Mas?"
"Iya, ini mau aku siapkan. Emm, Mas, uang untuk Ibu kamu apa sudah kamu kasih?" Mas Fauzan yang akan mengambil baju di dalam lemari mendadak berbalik arah dan menatapku.
"Belum, rencananya malam ini mau Mas kasih. Makanya ini Mas mandi dulu."
"Aku ikut ya, Mas?" Entah kenapa aku mendadak ingin sekali ikut dia ke rumah ibu mertuaku. Setelah menemukan amplop tadi tiba-tiba firasatku mengatakan ada hal yang tidak beres. Entah itu apa aku belum bisa membuktikannya
"Kok tumben? Biasanya gak mau."
"Ya sesekali, emangnya gak boleh?"
"Ya … ya boleh sih. Tapi kan gak biasanya aja gitu."
"Aku kangen aja sama Ibu. Udah lama juga kan gak ke sana."
"Emm besok saja lah, sudah malam takutnya Ibu juga sudah mau istirahat, ‘kan?"
"Masa sih? Ini baru jam setengah tujuh lho, Mas. Gak mungkin kan habis magrib begini Ibu sudah tidur? Aku tahu kebiasaan Ibu kamu lho, Mas. Apalagi ini malam minggu biasanya kalau aku menginap di rumah Ibumu pasti Ibu sedang asik menghabiskan waktunya dengan menonton televisi sama aku dan Putri." Mas Fauzan tampak pias. Entah apa yang sedang disembunyikannya. Seandainya aku cenayang pasti aku tak perlu menebak-nebak seperti ini.
"Kenapa, Mas? Kok diam? Kamu keberatan aku ikut ke rumah Ibu? Nanti kalau aku gak mau malah dikira menantu durhaka gak pernah menjenguk Ibu mertuanya." Kudesak terus Mas Fauzan agar ia memperbolehkanku ikut dengannya.
"Eh, bukan begitu tapi …."
"Tapi kenapa, Mas? Kamu ngomongnya gak jelas deh."
"Ck, yaudah deh, kamu boleh ikut kalau begitu."
"Hemm jawab begitu saja kok susah banget sih, Mas. Kamu aneh deh."
"Ah apanya yang aneh? Perasaanmu saja kali, Dek. Yasudah kamu siapkan makanan untukku ya, Mas sudah lapar sekali nih."
"Oke deh, Mas, aku siapkan dulu makan malamnya baru setelah makan malam kita ke rumah Ibu." Mas Fauzan mengangguk pasrah. Ia pun kembali memilih baju yang akan ia gunakan sedangkan aku menuju ke dapur untuk mempersiapkan semuanya.
Aku dengan cekatan menyiapkan menu masakan yang tadi sore kumasak. Sayur sop dengan tempe dan ayam goreng, tidak lupa sambal kecap dan kerupuk udang sebagai menu pelengkapnya kini sudah tersaji di meja makan.
Setelah selesai menyipakan makam malam. Aku pun melangkah menuju kamar untuk memanggil Mas Fauza. Namun, saat kaki ini sudah sampai di depan pintu aku mendengar Mas Fauzan sedang menelepon seseorang, dari panggilannya kurasa Mas Fauzan sedang menelepon Ibu Mertua.
"Bu, gawat! Cepat suruh Anita ke rumah yang aku sewakan untuknya yang di sebelah rumah Ibu itu. Malam ini tiba-tiba saja Laura ingin ikut ke rumah Ibu."
Jantungku tiba-tiba berdetak kencang. "Apa maksudnya gawat? Dan siapa Anita?"
"Iya Bu, nggak tau kenapa tiba-tiba saja Laura ingin ikut ke rumah Ibu." Aku masih saja terus mendengarkan percakapan antara Mas Fauzan dan Ibunya. 'Apa mungkin Mas Fauzan selingkuh? Tapi apa iya Mas Fauzan setega itu sama aku sampai ia berselingkuh?' batinku memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. 'Pokoknya aku harus membuktikan apakah Mas Fauzan berselingkuh atau tidak. Awas saja kamu Mas, kalau sampai kamu berselingkuh kamu akan tau akibatnya!' Aku pun meninggalkan Mas Fauzan yang masih mengobrol dengan Ibunya. Aku biarkan saja dengan segala rencana yang Mas Fauzan rencanakan dengan Ibu. Aku yakin, suatu saat nanti bangkai itu akan tercium kalau memang benar Mas Fauzan menyembunyikan sesuatu di belakangku. "Mas, Mas Fauzan." Aku berpura-pura tidak melihat di mana Mas Fauzan berada. "Ya, Sayang. Mas di sini," ucap Mas Fauzan berteriak. Aku pun menghampiri Mas Fauzan yang sedang duduk di teras rumah. "Jadi ke rumah Ibu nggak, Mas?" "Jadi dong, Sayang, be
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUBab 3"Mas ... kenapa kamu bawa dia ke sini, sih?!" tanya Anita tidak senang."Kamu yang kenapa tiba-tiba minta tolong gantiin lampu, sih?! Kamu gak takut ketahuan apa?"Mas Fauzan menatap awas ke sekeliling ruangan. Sepertinya takut aku menyadari sesuatu yang mencurigakan dan akhirnya ketahuan olehku."Cih ... gak usah mengalihkan pembicaraan, Mas. Aku tanya kenapa kamu bawa dia ke sini?!""Aku bukannya mau bawa dia, Anita. Dia yang tiba-tiba mau ke rumah Ibu. Kangen Ibu katanya. Masa iya aku larang dia buat ketemu mertua sendiri. Yang ada Laura malah curiga sama aku.""Ck, aku gak percaya, Mas.""Aku gak bohong, Anita. Sumpah.""Kalau kamu gak bohong, pokoknya sekarang kamu bawa dia pulang dan pamit nginap di rumah Ibu. Kamu mau kan menghabiskan malam ini bersamaku?"Mas Fauzan tidak segera menjawab permintaan Anita yang terdengar tidak masuk akal. Mungkin sedang memikirkan bagaimana cara membuat Anita tenang dan agar aku tidak curiga."Mas, kamu kok diam a
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUBAB 4Aku memandang Mas Fauzan dan mengerutkan kening karena Mas Fauzan memesan ayam geprek beserta nasinya lima porsi, sedangkan kami hanya berempat saja."Tapi, kenapa kamu beli ayam gepreknya lebih, Mas? Di rumah ibu kan hanya ada empat orang," tanyaku menunjuk ke arah kantong kresek hitam yang berada di tangan kiri Mas Fauzan."Aku sengaja membeli lebih, Sayang. Siapa tahu Ibu atau Putri masih mau, jadi aku gak perlu bolak-balik. Lagipula ibu biasanya kalau makan ayam geprek memang dua porsi," terang Mas Fauzan memberi alasan.Sebenarnya alasan itu cukup masuk akal. Mungkin jika seperti biasa aku akan menerimanya, tetapi tidak setelah mendengar percakapan Mas Fauzan dengan Anita tadi. Aku curiga jika satu porsi ayam geprek itu untuk Anita. Aku pasti akan mencari tahu lebih dalam rahasia yang disembunyikan oleh Mas Fauzan dariku. Semuanya tanpa terkecuali."Kamu kenal sama Anita, Mas?" tanyaku kepada Mas Fauzan dan dia terlihat terkejut."Kenapa kamu berta
"Kenapa gugup, Mas?" tanya Laura. "Gugup? Mana ada aku gugup, Sayang, kamu tadi kan panggil aku. Jadi ya Mas jawab panggilan kamu." jawab Fauzan berusaha sesantai mungkin. "Terus kenapa kamu lama Mas?" Laura mengerutkan dahinya menatap Fauzan yang terlihat salah tingkah. "Ya tadi kan aku sudah bilang, kalau ngerokok dulu. Tadi Mas itu ngerokok dulu baru antar geprek ini buat Mbak Anita. Lagi pula Mas rasa itu cuma perasaan kamu aja, Sayang. Perasaan Mas malah Mas cuma sebentar nganternya." Fauzan selalu saja membuat alasan yang membuat Laura semakin curiga. "Ayo Mas kita masuk." Laura menarik tangan Fauzan untuk masuk ke dalam rumah. Saat Laura menarik tangan Fauzan, Fauzan sedikit menoleh ke rumah Anita. "Kalian kenapa tarik-tarikan gitu?" Bu Ana mengerutkan dahinya melihat Laura yang menarik tangan Fauzan. "Nggak apa-apa Bu, cuma pengen istirahat saja. Capek rasanya," jawab Laura sekenanya. "Oh ya Ra."Laura yang dipanggil Bu Ana menghentikan langkah kakinya dan duduk di se
"Kenapa? Biasanya gak pernah nolak?""Maaf, Mas, aku lagi halangan. Jangan sentuh-sentuh takutnya kebablasan." Fauzan menghela napasnya. Sebenarnya dia sedang ingin. Bahkan, menggilir dua wanita sekaligus pun Fauzan rasanya sangat mampu. Itu lah yang sejak dulu ia pikirkan ketika akan menikahi Anita. Yah, Fauzan dan Anita memang sudah menikah secara siri. Awalnya memang berjalan sukses karena Laura tidak mengetahuinya. Namun, kini sepertinya Laura mulai curiga dan jangan harap Laura akan diam saja. "Mas gak mau minta kok, cuma mau peluk saja." Fauzan kembali memeluk Laura dari belakang. Bahkan, tangannya sudah meremas area intim Laura yang menonjol yang sangat disukainya itu tidak besar tidak juga kecil. Sangat pas di tangannya. Namun, alih-alih Laura mendesah, ia justru menepis kasar tangan suaminya itu. Laura pun merubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Ia menatap tajam Fauzan yang masih bingung dengan sikapnya yang mulai berubah. "Kamu kenapa sih, Dek? Sejak tadi sore aku perha
Laura mengambil sandal itu dan melihat secara seksama. Apakah itu benar sandal milik adik iparnya atau bukan. "Iya, ini memang sandal milik Putri. Masa iya dia nginap di sini?" Laura masih menerka-nerka . "Apa aku coba cek aja ke kamar Putri?""Ah iya, kayaknya aku harus cek dulu ke kamar Putri." Laura berbalik arah pulang ke rumah. Ia ingin melihat apakah Putri ada di kamarnya atau tidak. Ia berjalan dengan jantung yang berdetak tak karuan. Entahlah, meski sebenarnya Laura sudah tahu jawabannya setelah ia mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi pada Fauzan dan Anita tadi malam. Namun, rasanya untuk memgetahui lebih detailnya, Laura rasa sedikit takut. Akan tetapi, jika terus dibiarkan maka rasa penasaran itu semakin membuat Laura tersiksa. Tanpa Laura sadari akhirnya ia pun sampai di deoan kamar Putri. Segera ia membukanya sedikit dan secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Saat melihat di kamar Putri, Laura terkejut ternyata Putri sedang tidur pulas di kamarnya. "K
"Suara siapa itu? Apa suara Mas Fauzan? Tapi aku kayak gak asing sama suaranya."Ia pun menyusuri jendela-jendela hingga sampai tepat di depan sebuah jendela yang ia yakini itu kamarnya Anita. Sebab rumah Anita memang hanya memiliki dua kamar saja. Laura mengintip di celah gorden yang sesekali terbang tertiup angin dari kipas. Beruntungnya, gorden itu sedikit terbuka. Dengan lampu yang temaram ,Laura memicingkan mata dan menatap tajam ke dalam kamar dari gorden yang tersingkap itu. Ia pun melihat keadaan dalam ruangan tersebut. Mata Laura membelalak saat melihat sebuah pemandangan yang begitu membuatnya jijik. Hingga Laura hampir saja memuntahkan isi dalam perutnya. Bagaimana tidak? Jika Laura sedang melihat Anita dan juga Fauzan yang sedang bergurau tanpa sehelai pakaian. Bahkan, tangan mereka saling mengelus serta membelai ke area intim tubuh mereka. Pikiran Laura langsung sigap kalau ternyata Fauzan dan juga Anita telah melakukan hubungan suami istri. Dada Laura bergemuruh. Ia
Laura pun akhirnya meninggalkan rumah Anita dan menuju pos ronda yang memang setiap malam minggu akan diadakan siskamling bergantian. Dia berjalan sedikit tergesa karena takut kalau Anita dan Fauzan terlebih dahulu menyelesaikan hasrat mereka. Meski Laura harus berusaha menahan hawa dingin yang menusuk kulit tapi semua ia lakukan demi memberi pelajaran pada suami dan gundiknya itu. "Lihat saja, kalian akan menyesal karena sudah menghianatiku." Mata Laura memicing saat melihat ada empat orang pria sedang duduk di pos ronda. Laura pun bergegas mendekati mereka. "Pak, Mas!" Ke empat orang pria tersebut terkejut mendapati Laura yang tiba-tiba saja berdiri di depan mereka. Bahkan, salah satu dari mereka melihat telapak kaki Laura apakah menempel ataukah tidak. "Mbak ini hantu apa manusia?""Astaga, Pak, masa cantik-cantik begini dikata setan? Aku manusia asli, Pak.""Oh syukurlah kalau manusia. Say kira setan, Mbak. Lagian malam-malam begini kenapa keluyuran, Mbak? Ada apa?""Anu, Pak,
Setelah Laura menghilang dari pandangannya, Anita langsung mengumpulkan semua barang belanjaannya dan hendak dibawa masuk ke dalam kamar.“Mau kemana kamu, An?” tanya Fauzan kesal. Dia belum mendapatkan jawaban seperti yang dia inginkan, apalagi setelah mendengar kata-kata dari Laura, kecurigaannya bertambah kuat terhadap Anita.“Dahlah, Mas, aku capek, aku ingin mandi dulu,” jawab Anita tidak menggubris suaminya yang tengah memandangnya dengan geram. Anita sudah tidak terlalu peduli dengan kemarahan Fauzan, toh sudah ada Angga yang siap memanjakannya kapan saja dia mau.“An … Anita! Aaahhhhhh …!" Fauzan berteriak kesal. Lelaki itu menyugar rambutnya dengan kasar.“Sial, benar-benar sial!” umpat Fauzan kemudian membanting pintu rumahnya dengan kasar. Lelaki itu hendak pergi ke rumah ibunya untuk meredakan emosi dirinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Kedua istrinya sama-sama tidak bisa dia atur dan semaunya sendiri, apalagi Laura sama sekali tidak mau memberikan uang kepadanya, sehing
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKU“Kamu jangan ngaco deh,” ucap Anta.“Aku serius tau. Ngomong-ngomong kamu udah punya suami belum?”“Menurut kamu gimana?” tanya Anita mencoba menggoda Angga.“Kalau dari wajah dan penampilan kamu sih kayak masih perawan ya,” ucap Angga sembari mengelus-elus dagunya dan menatap Anita dengan pandangan suka.“Hahaha! Padahal aku sudah punya suami, loh!” ucap Anita jujur kepada Angga.“Masa sih? Kok kayak belum pernah menikah ya?”“Serius aku sudah menikah.”“Terus kenapa kamu jalan sendirian? Ke mana suami kamu?” tanya Angga penasaran.“Suamiku? sebelas dua belas sih kayak istri kamu.”“Maksud kamu?”“Ya gitu,deh. Kamu pasti tau lah maksud aku, makanya aku pergi ke sini sendiri.”“Terus kenapa kamu nggak cerai saja sama suami kamu?”“Ya gimana mau cerai? Sedangkan aku saja nggak punya banyak uang untuk hidup aku. Mau nggak mau ya aku bertahan deh,” ucap Anita disedih-sedihkan agar Angga merasa iba kepadanya.“Duh, kasian banget sih wanita cantik seperti kamu men
Karena Anita merasa kesal dengan Fauzan yang tidak membelanya, Anita pun merajuk. Fauzan yang berusaha membujuk Anita agar tidak marah pun tidak mempan dengan segala bujuk rayunya. "Ayolah, Nit, jangan kayak anak kecil gini." Fauzan membujuk Anita agar Anita tidak marah. "Biar Mas! Mau kamu kata kayak anak kecil juga aku bodo amat.""Ayolah Nit, jangan gitu.""Kamu mau aku nggak marah kan Mas?"Tentu saja Fauzan mengangguk. Jangan sampai Anita marah dan tidak memberinya jatah nanti malam. "Kalau kamu mau aku nggak marah, sini kasih aku uang. Aku mau shoping. Selama jadi istri kamu kan aku belum pernah shoping.""Iya, nanti Mas kasih uangnya." Fauzan membelai rambut Anita. Anita pun membiarkan Fauzan membelai rambutnya asalnya uangnya lancar. "Aku minta lima juta Mas!""Li-lima juta? Kok banyak banget?""Ya kan aku mau shoping Mas!" Anita menyilangkan tangannya di dada. "Tiga juta aja ya Sayang.""Nggak! Aku nggak mau! Lima juta atau aku tetap marah sama kamu dan jangan harap aku
"Tapi lebih baik aku ke bank dulu saja deh. Biar hari ini aku cuti saja satu hari. Masih nggak tenang juga ini kalau sertifikat belum aman."Laura lalu merubah haluannya untuk pergi ke Bank. Karena Laura yakin, keluarga suaminya akan nekat untuk mengambil sertifikat itu kalau Laura tidak segera mengamankan. Laura akhirnya sampai juga di Bank. Ia lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam Bank. Di sana, ia ditanya oleh satpam yang bertugas. "Selamat siang, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam dengan ramah. "Iya Pak, saya mau menyewa safe deposit box bisa?""Tentu saja bisa, Bu, mari ikut saya. Saya antarkan untuk bertemu dengan atasan saya."Laura mengangguk dan mengikuti langkah satpam itu. Ia dipertemukan dengan petugas bank tersebut. "Silahkan duduk dulu, Bu," ucap satpam menunjukkan kursi untuk diduduki oleh Laura. "Terimakasih, Pak." Laura menjawab dengan sopan dan menganggukkan kepala. Ia pun lalu bertemu dengan petugas bank yang menangani bagian sewa SDB untuk mengam
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUBAB 15"Terus gimana dong sama wisudanya Putri?" tanya Bu Ana. "Ya mau gimana lagi, Bu, orang Fauzan udah nggak kerja. Ya otomatis Fauzan nggak ada pemasukan kan. Kalau Ibu mau ya minta aja sama Laura. Itu sih kalau di kasih sama dia." "Aduuuuh, kamu ini nggak bisa diandelin! Udah biar Ibu aja yang minta sama Laura." Bu Ana meninggalkan Fauzan dan Anita yang terbengong dengan tingkah Bu Ana. Bu Ana menghampiri Laura yang berada di kamar. Tok. Tok. Tok. "Laura! Laura!" panggil Bu Ana. "Ra! Buka Ra!" ucap Bu Ana menggedor pintu kamar Laura. Laura yang mendengar merasa kebisingan dengan suara ketukan pintu Bu Ana terpaksa membukakan pintu agar Bu Ana tidak semakin bar-bar mengetuk pintu nya. "Ck! Mau apa sih ini nenek tua peot!" Laura menggerutu namun tetap membukakan pintu. "Ada apa, Bu?" tanya Laura dengan santai. "Kamu ini gimana sih! Kita bicara belum selesai lho. Kenapa main pergi aja.""Mau bicara apa lagi sih, Bu? Kan urusan Ibu biasanya juga
Saat Laura di dalam ruangan, ia teringat kembali dengan BPKB milik Fauzan. Laura berpikir kalau BPKB itu hanya dititipkan saja ke Sintia, tidak bisa memberikan pelajaran kepada Fauzan. Karena Laura ingin memberikan pelajaran buat Fauzan. Hari itu, Laura pun tidak fokus saat sedang bekerja. Ia masih saja memikirkan bagaimana cara untuk membalas perbuatan Fauzan. "Mending aku gadai saja itu mobilnya Mas Fauzan. Kebetulan aku tau akan menggadaikan dengan siapa. Yang jalur ekspres bebas hambatan."Laura pun mengambil handphone nya dan menelpon seseorang yang dia tau sebagai rentenir itu. "Halo, Mami, apa kabar?" sapa Laura berbasa-basi. "Wah, Laura, kabar baik. Ada apa ini tumben kamu telepon Mami?" tanya Mami Valen. "Aku mau gadai BPKB mobil nih, Mi, Mami bisa nggak?""Mobil apa nih?""Fortuner Mi, baru aja lunas Mi, belinya juga baru satu tahun. Dijamin masih mulus," ucap Laura menjelaskan. "Mau harga berapa kamu?""400 juta gimana Mi? Bisa nggak?"Mami Valen nampak berpikir dan m
"Kamu tenang saja, aku akan menjual tanah yang dibeli sama Laura sebelum kejadian ini. Mungkin ada lah sekitar 700m² itu luasnya," ucap Fauzan kepada istri keduanya itu. Tanpa Fauzan sadari, kalau Laura sedang mengintip dan menguping pembicaraan sepasang suami istri siri itu. "Kamu serius Mas punya tanah seluas itu?" tanya Anita dengan mata berbinar. Anita tau kalau tanah itu dijual, mereka akan memiliki pundi-pundi uang yang banyak. "Ya serius lah, mana ada aku berbohong. Tanah itu juga letaknya berada di tengah kota. Kalau dijual juga pasti akan laku mahal harganya.""Wah, kalau gitu nanti aku mau dibelikan rumah atas namaku ya, Mas. Aku nggak betah kalau harus tinggal di sini. Seakan-akan aku dijadikan pembantu sama Mbak Laura.""Iya. Kamu tenang saja. Nanti, setelah tanah itu terjual, kita beli rumah buat kamu." Fauzan mengusap kepala Anita yang bersandar di bahu Fauzan. "Emang di mana surat-surat itu disimpan, Mas?""Surat-surat itu ada di dalam lemari. Rencananya, besok mau M
"Iya, Mas di pecat gara-gara video penggerebekan itu." Fauzan pun mendaratkan tubuhnya di sofa. Ia pun menghela napas. "Video? Kok bisa?" tanya Anita mengerutkan dahinya. "Nggak tau lah, Mas juga gak tahu dari mana video itu berasal karena tiba-tiba aja Mas dipanggil ke ruangan atasan terus dikasih surat pemecatan. Tapi aku yakin pasti semua ini karena ulah Laura!" Fauzan mengepalkan tangannya. Baru juga dirinya merasakan enaknya naik jabatan, tapi tiba-tiba saja harus dipecat. "Kurang ajar memang istri pertama kamu itu, Mas! Harus diberi pelajaran dia Mas, biar kapok. Gara-gara dia juga aku jadi dihajar sama Ibu-Ibu komplek," ucap Anita geram. "Siapa yang mau kamu kasih pelajaran? Mas Fauzan? Kok kamu sudah pulang, Mas? Biasanya jam segini kamu kan belum pulang?" tanya Laura tiba-tiba saat melihat Fauzan yang sudah berada di rumah. Biasanya dirinya terlebih dahulu lah yang pulang baru Fauzan pulang. "Aku dipecat!" jawab Fauzan dengan ketus sembari menatap Laura dengan tajam. "
"Saya dipanggil Pak Adit? Ada apa?" Dahi Fauzan mengerut. "Maaf Pak, saya tidak tau. Saya permisi dulu ya, Pak." Sang sekretaris itu pun pamit undur diri dengan membungkukkan sedikit tubuhnya dan meninggalkan ruangan Fauzan. Fauzan mengangguk. Dirinya bingung kenapa tiba-tiba saja Pak Adit memanggilnya? Karena Fauzan selama ini tidak pernah membuat masalah dengan kantor. Dia pun tidak menyadari kalau video penggerebekan dirinya dengan Anita sudah tersebar luas. Dan mungkin saja mam sang bos juga mengetahuinya. "Ada apa ya Pak Adit manggil gue? Tumben-tumbenan," tanya Fauzan kepada Andre yang masih duduk di samping Fauzan. "Nah kan Bro, bener apa yang gue bilang. Jangan-jangan Pak Adit udah tau tentang video lu yang lagi viral. Wah bahaya, Bro, bisa terancam lu kalau gini. Udah sono temuin Pak Adit. Siapa tau salah kan dugaan gue." Andre menepuk bahu Fauzan dan meninggalkan Fauzan sendiri yang tengah berpikir ada apa gerangan Pak Adit memanggil dirinya. "Ada apa ya kira-kira? Kok