RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKU
Bab 3"Mas ... kenapa kamu bawa dia ke sini, sih?!" tanya Anita tidak senang."Kamu yang kenapa tiba-tiba minta tolong gantiin lampu, sih?! Kamu gak takut ketahuan apa?"Mas Fauzan menatap awas ke sekeliling ruangan. Sepertinya takut aku menyadari sesuatu yang mencurigakan dan akhirnya ketahuan olehku."Cih ... gak usah mengalihkan pembicaraan, Mas. Aku tanya kenapa kamu bawa dia ke sini?!""Aku bukannya mau bawa dia, Anita. Dia yang tiba-tiba mau ke rumah Ibu. Kangen Ibu katanya. Masa iya aku larang dia buat ketemu mertua sendiri. Yang ada Laura malah curiga sama aku.""Ck, aku gak percaya, Mas.""Aku gak bohong, Anita. Sumpah.""Kalau kamu gak bohong, pokoknya sekarang kamu bawa dia pulang dan pamit nginap di rumah Ibu. Kamu mau kan menghabiskan malam ini bersamaku?"Mas Fauzan tidak segera menjawab permintaan Anita yang terdengar tidak masuk akal. Mungkin sedang memikirkan bagaimana cara membuat Anita tenang dan agar aku tidak curiga."Mas, kamu kok diam aja, sih?!" sentak Anita yang kedengarannya makin kesal. Bahkan, suaranya telah naik satu oktaf. Padahal selama pernikahan kami, aku bahkan belum pernah membentak Mas Fauzan sama sekali. Semua itu karena rumah tanggaku dan Mas Fauzan selalu bahagia dan tenang. Mas Fauzan memang orangnya lembut, perhatian, dan tidak pernah marah kepadaku."Sstt ... jangan keras-keras, nanti Laura dengar," ucap Mas Fauzan setengah berbisik dan menutup mulut Anita dengan tangan kanannya. Wajahnya jelas terlihat ketakutan.Sontak aku tahan napas dan segera bersandar di tembok karena takut ketahuan. Aku terkejut karena mengira Mas Fauzan dan perempuan itu menyadari keberadaanku. Setelah merasa aman, aku kembali mengintip ke dalam rumah."Mas, kamu nginap aja, ya," rengek Anita lagi sambil bergelayut manja di lengan Mas Fauzan. Sepertinya wanita tidak berniat untuk melepaskan suamiku malam ini.Mas Fauzan terlihat sedikit terkejut dengan keberanian dan permintaan Anita. Wanita itu meminta sesuatu yang sangat berlebihan. Bahkan saat mengetahui aku berada di luar rumah."Aku gak Bisa, Anita. Kamu mau Laura makin curiga? Dia tiba-tiba minta ikut ke rumah Ibu aja aku udah jantungan, apalagi kalau dia keberadaan kamu."Ya Tuhan, aku tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang. Seketika kurasa kepalaku berputar. Semua fakta mencengangkan yang kudapat hari terlalu berat untukku. Sebenarnya ada hubungan apa antara wanita itu dan Mas Fauzan sebenarnya? Kenapa mereka seperti sepasang kekasih? Meski percakapan yang kudengar hanya sepotong, tetapi entah kenapa perasaanku kuat jika Anita dan Mas Fauzan ada apa-apa. Aku bukan wanita bodoh. Setelah pulang dari sini aku akan melakukan penyelidikan untuk mencari bukti yang lebih banyak dan lebih akurat lagi. Kalau memang benar aku gak akan membiarkan pelakor itu memenangkan dan mendapatkan segalanya. Termasuk harta yang kami miliki. Sayangnya ada beberapa aset yang masih atas nama Mas Fauzan dan itu lah kebodohanku. Padahal semua itu dibeli dengan uangku. Berharap membeli dengan uangnya? Itu hal mustahil sebab jangankan untuk membeli sesuatu. Bahkan, untuk sekedar menabung dari uang nafkah yang ia berikan pun sangat sulit sebab uangnya yang diberikan padaku hanya pas-pasan. Aku harus pelan-pelan agar bisa semua jatuh ke tanganku entah bagaimana caranya nanti pokoknya aku harus membalikkan nama semua aset atas nama dia menjadi namaki. Sedangkan yang atas namaku ya biarkan saja karena semua itu memang aku beli dengan uangku. Aku kembali mengintip mereka dari celah pintu. Dan aku kembali menajamkan pendengaranku. "Tapi, Mas. Aku masih ingin bersamamu. Memangnya kamu gak merindukan aku, hm?"Aku kembali menajamkan pendengaran. Perempuan yang ternyata bernama Anita itu terus saja merengek kepada Mas fauzan untuk segera memulangkan aku ke rumah dan kembali ke rumah ibu mertuaku untuk menginap. Dia benar-benar wanita yang gigih dan tidak pantang menyerah."Kamu tahu jawabannya apa, Anita," jawab Mas Fauzan dengan nada sedikit genit."Kalau begitu, kamu mau kan?""Aku mau, tapi gak bisa malam ini. Lain kali saja, ya. Aku janji akan meluangkan waktu untuk kamu. Tapi nanti, bukan sekarang. Aku gak mau Laura curiga kepadaku dan juga kamu. Nanti ujung-ujungnya akan berimbas ke kamu juga. Tolong kamu mengerti dan bersabar untuk kali ini saja, ya," bujuk Mas Fauzan lagi.Alih-alih menjawab, Anita justru memunggungi Mas Fauzan. Wanita itu pasti sedang merajuk dan sengaja meminta perhatian lebih dari suamiku. Sialnya, Mas Fauzan justru terprovokasi dan memeluk Anita dari belakang.Pemandangan itu sungguh membuat hatiku tercabik-cabik. Kilasan semua kenangan indah bersama Mas Fauzan bagaikan kaca yang pecah. "Jangan marah lagi, ya. Aku janji akan meluangkan waktu buat kamu. Kamu sendiri kan tahu kalau aku gak bisa lama-lama gak sama kamu. Nanti aku akan memberi alasan alasan yang tepat agar Laura tidak curiga. Kamu mau kan?"Mas Fauzan lantas meregangkan pelukannya dan memutar tubuh Anita, lalu melepaskan tangannya. Mereka kini saling pandang dengan tatapan sayu. Namun, terlihat sangat menyakitkan untukku."Tapi kamu janji sama aku, ya, Mas. Awas saja kalau kamu ingkar janji." Anita berkata dengan nada sedikit mengancam dan segera dijawab dengan anggukan oleh Mas Fauzan. Tangan kanan Anita mengusap lembut lengan Mas Fauzan.Ah, aku akhirnya sudah tidak tahan mendengar keduanya berbicara mesra. Akhirnya aku berdeham dan tentu saja Mas Fauzan segera melepaskan tangan Anita yang memegang lengannya agar aku tidak salah paham. Padahal aku sudah melihat dan mendengar lebih dari itu."E-eh, Laura. A-aku baru saja akan ke luar," ucap Mas Fauzan gugup."Iya, Mbak. Aku dan Mas Fauzan baru saja akan ke luar," timpal Anita membenarkan perkataan Mas Fauzan.Aku tidak memberi tanggapan dan mengucapkan sepatah kata pun. Namun, saat mataku menyipit memandangi penuh curiga, Mas Fauzan justru tampak salah tingkah. Persis seperti seseorang yang tidak ingin kebohongannya ketahuan."Apa sudah selesai membenarkan lampunya atau belum?" tanyaku kepada Mas Fauzan tanpa memedulikan Anita."Ini sudah selesai kok.""Lampunya sudah selesai diganti. Tadi habis dari kamar mandi aku mampir untuk melihatnya. Siapa tahu Mas Fauzan butuh bantuan. Eh, gak tahunya sudah selesai. Terima kasih, ya, Mas," ujar Anita menjawab sambil tersenyum manis ke arah suamiku. Wanita itu tampak tenang, tidak seperti Mas Fauzan yang gelisah.Gegas Mas Fauzan melangkah dengan cepat ke luar dari rumah tersebut. Sedangkan Anita berjalan dengan perlahan di belakangnya. Lalu, langsung saja kurangkul mesra lengan Mas Fauzan."Kita berangkat sekarang, yuk, Mas," ajakku kepada Mas Fauzan, masih sambil merangkul lengannya. Tentu saja Mas Fauzan tidak bisa menolaknya dan aku yakin Anita akan kepanasan melihat pemandangan tersebut.Sengaja aku melakukan hal seperti itu hanya untuk melihat ekspresi wajah Anita. Sambil berjalan sesaat aku melirik ke arah Anita yang berjalan lambat di belakangku dan Mas Fauzan . Benar saja, Anita memandangku dengan tatapan tidak suka. Ah, aku sangat puas melihat wajah kesalnya itu.Saat aku dan Mas Fauzan sudah berjalan sampai pintu, aku berbalik ke arah Anita dan berkata, "kalau minta tolong sama suami orang itu boleh-boleh saja, tapi harap tau dirilah. Sebab kamu juga sudah bersuami."Anita tampak terkejut dan semakin kesal. Mungkin tidak mengira akan mendapat perkataan seperti ini dariku."Maksudnya gimana, ya, Mbak?" tanya Anita pura-pura tidak tahu."Aku yakin kamu wanita yang cerdas. Jadi, kamu pasti tahu apa yang kumaksud."Kulihat Anita menatap Mas Fauzan. Seolah-olah meminta pertolongan agar menegurku. Namun, seperti prediksi, Mas Fauzan tidak berkata apa-apa dan justru membuang pandangan ke arah lain."Selamat tinggal, Anita," ucapku sambil tersenyum puas. Lalu, melenggang pergi bersama Mas Fauzan yang tampak kurang nyaman.Kami kembali melanjutkan perjalanan untuk membeli ayam geprek pesanan ibu mertua."Apa maksud kamu bicara seperti itu kepada Anita, Laura?" "Aku gak ada maksud apa-apa kok. Hanya sekedar bicara aja. Masa kamu gak tahu sih?""Ya, tapi kan dia gak melakukan apa-apa.""Aku tahu. Makanya aku hanya memperingatkan Anita. Kalau dia melakukan sesuatu, tentu akan lain ceritanya, Mas. Lagian kenapa kamu terlihat tidak senang begitu sih, Mas?""Gak tuh. Kamu salah lihat, Sayang. Aku hanya merasa tidak enak karena Anita terlihat kurang nyaman tadi.""Oh, begitu."Sudah kuduga jika Mas Fauzan akan mempertanyakan tindakanku. Karena bukan hanya Anita, melainkan dia juga tampak tidak senang dan tidak nyaman.Sepanjang jalan aku memikirkan percakapan antara Anita dan Mas Fauzan. Tentang slip gaji suamiku dan jabatannya. Terlalu banyak kebohongan yang dilakukan Mas Rahman hari ini. Belum lagi ibu mertuaku yang bicaranya sedikit ketus dan kurang enak didengar.Padahal selama ini aku tidak pernah menuntut apa pun kepada Mas Fauzan. Aku selalu menerima keputusannya. Bahkan aku tidak melayangkan protes meski uang gaji yang katanya cuma sedikit untuk kubagi dua dengan ibunya. Justru aku sangat ikhlas karena aku sudah paham betul keadaan keluarganya.Jika separuh gajinya untukku dan ibu, lantas ke mana sisa gaji suamiku? Aku harus mencari lebih banyak petunjuk. Selama ini aku bersabar dengan uang bulanan yang kecil, tetapi ternyata gaji Mas Rahman besar dan sudah diangkat menjadi supervisor. Entah kebohongan apa lagi yang telah disembunyikan Mas Fauzan dariku."Kamu kok diam saja sih, Sayang?" tanya Mas Rahman saat kami masih dalam perjalanan membeli ayam geprek."Gak apa-apa kok, Mas. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.""Hm, memikirkan apa? Apa kamu ada masalah?"Aku menjadi sedikit kesal karena Mas Fauzan bertanya seperti itu. Padahal bukan aku yang memiliki masalah, melainkan Mas Fauzan."Aku hanya sedang memikirkan papan iklan yang tadi kita lewati. Tentang orang yang berselingkuh.""Oh, ya. Aku tidak melihatnya. Memang apa tulisannya?""Tulisannya seperti ini, Mas 'Kalau pasanganmu selingkuh dan kamu tidak bisa berkata kasar, serahkan saja kepada Ben Cabe. Ada level tertinggi untuk pedas yang hakiki untuk pelakor'. Begitu, Mas."Kulihat Mas Fauzan sedikit tersentak dengan apa yang baru saja kukatakan. Lalu, menengok ke kiri dan kanan mencari papan iklan yang kumaksud."Isinya unik sekali. Papan iklannya ada di sebelah mana, Sayang?""Gak usah dicari, Mas. Sudah lewat dari tadi."Tentu saja Mas Fauzan tidak akan pernah menemukan papan iklan tersebut meski mencarinya sampai kiamat, karena memang papan iklan itu tidak pernah ada. Hanya karanganku saja."Ah, padahal aku penasaran bagaimana gambarnya.""Cuma gambar cabe kok, Mas."Mas Fauzan tampak kurang puas dengan jawabanku. Entah gambar apa yang diharapkannya berada di papan iklan itu. Tidak berapa lama kemudian kami tiba di warung ayam geprek langganan Mas Fauzan."Mas, ayam geprek plus nasinya lima porsi, ya."RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUBAB 4Aku memandang Mas Fauzan dan mengerutkan kening karena Mas Fauzan memesan ayam geprek beserta nasinya lima porsi, sedangkan kami hanya berempat saja."Tapi, kenapa kamu beli ayam gepreknya lebih, Mas? Di rumah ibu kan hanya ada empat orang," tanyaku menunjuk ke arah kantong kresek hitam yang berada di tangan kiri Mas Fauzan."Aku sengaja membeli lebih, Sayang. Siapa tahu Ibu atau Putri masih mau, jadi aku gak perlu bolak-balik. Lagipula ibu biasanya kalau makan ayam geprek memang dua porsi," terang Mas Fauzan memberi alasan.Sebenarnya alasan itu cukup masuk akal. Mungkin jika seperti biasa aku akan menerimanya, tetapi tidak setelah mendengar percakapan Mas Fauzan dengan Anita tadi. Aku curiga jika satu porsi ayam geprek itu untuk Anita. Aku pasti akan mencari tahu lebih dalam rahasia yang disembunyikan oleh Mas Fauzan dariku. Semuanya tanpa terkecuali."Kamu kenal sama Anita, Mas?" tanyaku kepada Mas Fauzan dan dia terlihat terkejut."Kenapa kamu berta
"Kenapa gugup, Mas?" tanya Laura. "Gugup? Mana ada aku gugup, Sayang, kamu tadi kan panggil aku. Jadi ya Mas jawab panggilan kamu." jawab Fauzan berusaha sesantai mungkin. "Terus kenapa kamu lama Mas?" Laura mengerutkan dahinya menatap Fauzan yang terlihat salah tingkah. "Ya tadi kan aku sudah bilang, kalau ngerokok dulu. Tadi Mas itu ngerokok dulu baru antar geprek ini buat Mbak Anita. Lagi pula Mas rasa itu cuma perasaan kamu aja, Sayang. Perasaan Mas malah Mas cuma sebentar nganternya." Fauzan selalu saja membuat alasan yang membuat Laura semakin curiga. "Ayo Mas kita masuk." Laura menarik tangan Fauzan untuk masuk ke dalam rumah. Saat Laura menarik tangan Fauzan, Fauzan sedikit menoleh ke rumah Anita. "Kalian kenapa tarik-tarikan gitu?" Bu Ana mengerutkan dahinya melihat Laura yang menarik tangan Fauzan. "Nggak apa-apa Bu, cuma pengen istirahat saja. Capek rasanya," jawab Laura sekenanya. "Oh ya Ra."Laura yang dipanggil Bu Ana menghentikan langkah kakinya dan duduk di se
"Kenapa? Biasanya gak pernah nolak?""Maaf, Mas, aku lagi halangan. Jangan sentuh-sentuh takutnya kebablasan." Fauzan menghela napasnya. Sebenarnya dia sedang ingin. Bahkan, menggilir dua wanita sekaligus pun Fauzan rasanya sangat mampu. Itu lah yang sejak dulu ia pikirkan ketika akan menikahi Anita. Yah, Fauzan dan Anita memang sudah menikah secara siri. Awalnya memang berjalan sukses karena Laura tidak mengetahuinya. Namun, kini sepertinya Laura mulai curiga dan jangan harap Laura akan diam saja. "Mas gak mau minta kok, cuma mau peluk saja." Fauzan kembali memeluk Laura dari belakang. Bahkan, tangannya sudah meremas area intim Laura yang menonjol yang sangat disukainya itu tidak besar tidak juga kecil. Sangat pas di tangannya. Namun, alih-alih Laura mendesah, ia justru menepis kasar tangan suaminya itu. Laura pun merubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Ia menatap tajam Fauzan yang masih bingung dengan sikapnya yang mulai berubah. "Kamu kenapa sih, Dek? Sejak tadi sore aku perha
Laura mengambil sandal itu dan melihat secara seksama. Apakah itu benar sandal milik adik iparnya atau bukan. "Iya, ini memang sandal milik Putri. Masa iya dia nginap di sini?" Laura masih menerka-nerka . "Apa aku coba cek aja ke kamar Putri?""Ah iya, kayaknya aku harus cek dulu ke kamar Putri." Laura berbalik arah pulang ke rumah. Ia ingin melihat apakah Putri ada di kamarnya atau tidak. Ia berjalan dengan jantung yang berdetak tak karuan. Entahlah, meski sebenarnya Laura sudah tahu jawabannya setelah ia mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi pada Fauzan dan Anita tadi malam. Namun, rasanya untuk memgetahui lebih detailnya, Laura rasa sedikit takut. Akan tetapi, jika terus dibiarkan maka rasa penasaran itu semakin membuat Laura tersiksa. Tanpa Laura sadari akhirnya ia pun sampai di deoan kamar Putri. Segera ia membukanya sedikit dan secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Saat melihat di kamar Putri, Laura terkejut ternyata Putri sedang tidur pulas di kamarnya. "K
"Suara siapa itu? Apa suara Mas Fauzan? Tapi aku kayak gak asing sama suaranya."Ia pun menyusuri jendela-jendela hingga sampai tepat di depan sebuah jendela yang ia yakini itu kamarnya Anita. Sebab rumah Anita memang hanya memiliki dua kamar saja. Laura mengintip di celah gorden yang sesekali terbang tertiup angin dari kipas. Beruntungnya, gorden itu sedikit terbuka. Dengan lampu yang temaram ,Laura memicingkan mata dan menatap tajam ke dalam kamar dari gorden yang tersingkap itu. Ia pun melihat keadaan dalam ruangan tersebut. Mata Laura membelalak saat melihat sebuah pemandangan yang begitu membuatnya jijik. Hingga Laura hampir saja memuntahkan isi dalam perutnya. Bagaimana tidak? Jika Laura sedang melihat Anita dan juga Fauzan yang sedang bergurau tanpa sehelai pakaian. Bahkan, tangan mereka saling mengelus serta membelai ke area intim tubuh mereka. Pikiran Laura langsung sigap kalau ternyata Fauzan dan juga Anita telah melakukan hubungan suami istri. Dada Laura bergemuruh. Ia
Laura pun akhirnya meninggalkan rumah Anita dan menuju pos ronda yang memang setiap malam minggu akan diadakan siskamling bergantian. Dia berjalan sedikit tergesa karena takut kalau Anita dan Fauzan terlebih dahulu menyelesaikan hasrat mereka. Meski Laura harus berusaha menahan hawa dingin yang menusuk kulit tapi semua ia lakukan demi memberi pelajaran pada suami dan gundiknya itu. "Lihat saja, kalian akan menyesal karena sudah menghianatiku." Mata Laura memicing saat melihat ada empat orang pria sedang duduk di pos ronda. Laura pun bergegas mendekati mereka. "Pak, Mas!" Ke empat orang pria tersebut terkejut mendapati Laura yang tiba-tiba saja berdiri di depan mereka. Bahkan, salah satu dari mereka melihat telapak kaki Laura apakah menempel ataukah tidak. "Mbak ini hantu apa manusia?""Astaga, Pak, masa cantik-cantik begini dikata setan? Aku manusia asli, Pak.""Oh syukurlah kalau manusia. Say kira setan, Mbak. Lagian malam-malam begini kenapa keluyuran, Mbak? Ada apa?""Anu, Pak,
Laura meradang. Ia lalu menyuruh para warga mengarak Fauzan dan juga Anita ke balai desa. "Arak saja ke balai desa Pak RT! Biar mereka tau rasa!""Iya setuju! Arak saja mereka berdua ke balai desa ramai-ramai biar malu sekalian kedua orang itu."Para warga mengusulkan untuk mengarak Anita dan juga Fauzan agar semua warga tau kelakuan buruk mereka berdua. Dan kasus Fauzan juga Anita menjadi pelajaran untuk yang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama. Fauzan dan Anita pun mulai diarak warga ke balai desa. Anita menangis sesenggukan karena rasanya sangat malu sekali. Fauzan tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dirinya pun pasrah, saat ia diarak tak sedikit pun Fauzan menenangkan istri siri nya itu. Fauzan teramat malu karena kini seluruh warga tau kalau Fauzan telah mempunyai istri. Padahal ia dan sang Ibu sudah mati-matian membuat image keluarga harmonis dan bahagia. Ditambah dia juga membuat dirinya terlihat sempurna sebagai suami yang setia dan penyayang istri. Sampailah mereka
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUSampailah mereka bertiga di kediaman Laura dan Fauzan. Anita yang melihat rumah Laura sangat besar dan bagus, langsung tersenyum. Bayangan indah berkelebat dalam benaknya. Ia membayangkan kalau di rumah itu, dirinya akan menjadi nyonya Fauzan. Laura turun dari mobil diikuti dengan Fauzan dan Anita. Saat Anita ingin masuk ke dalam rumah, Laura mencegah Anita untuk masuk dan menyuruh Anita menurunkan dan membawa masuk barang bawaan mereka. Anita menatap Fauzan, seolah-olah Anita meminta pembelaan dari Fauzan. Fauzan menggeleng, ia pun tak berani membantah ucapan Laura karena Fauzan sadar kalau posisi Fauzan saat ini adalah serba salah. "Eh, kamu mau ke mana?" tanya Laura pada Anita saat Anita mengekor di belakang Laura. "Y-ya mau masuk lah, Mbak." Anita menjawab dengan ragu. "Emang siapa yang nyuruh kamu masuk duluan? Tuh, bawa barang-barang yang di bagasi ke dalam rumah. Ingat! Jangan sampai ada yang ketinggalan." Laura melenggang pergi meninggalkan Anita
Setelah Laura menghilang dari pandangannya, Anita langsung mengumpulkan semua barang belanjaannya dan hendak dibawa masuk ke dalam kamar.“Mau kemana kamu, An?” tanya Fauzan kesal. Dia belum mendapatkan jawaban seperti yang dia inginkan, apalagi setelah mendengar kata-kata dari Laura, kecurigaannya bertambah kuat terhadap Anita.“Dahlah, Mas, aku capek, aku ingin mandi dulu,” jawab Anita tidak menggubris suaminya yang tengah memandangnya dengan geram. Anita sudah tidak terlalu peduli dengan kemarahan Fauzan, toh sudah ada Angga yang siap memanjakannya kapan saja dia mau.“An … Anita! Aaahhhhhh …!" Fauzan berteriak kesal. Lelaki itu menyugar rambutnya dengan kasar.“Sial, benar-benar sial!” umpat Fauzan kemudian membanting pintu rumahnya dengan kasar. Lelaki itu hendak pergi ke rumah ibunya untuk meredakan emosi dirinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Kedua istrinya sama-sama tidak bisa dia atur dan semaunya sendiri, apalagi Laura sama sekali tidak mau memberikan uang kepadanya, sehing
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKU“Kamu jangan ngaco deh,” ucap Anta.“Aku serius tau. Ngomong-ngomong kamu udah punya suami belum?”“Menurut kamu gimana?” tanya Anita mencoba menggoda Angga.“Kalau dari wajah dan penampilan kamu sih kayak masih perawan ya,” ucap Angga sembari mengelus-elus dagunya dan menatap Anita dengan pandangan suka.“Hahaha! Padahal aku sudah punya suami, loh!” ucap Anita jujur kepada Angga.“Masa sih? Kok kayak belum pernah menikah ya?”“Serius aku sudah menikah.”“Terus kenapa kamu jalan sendirian? Ke mana suami kamu?” tanya Angga penasaran.“Suamiku? sebelas dua belas sih kayak istri kamu.”“Maksud kamu?”“Ya gitu,deh. Kamu pasti tau lah maksud aku, makanya aku pergi ke sini sendiri.”“Terus kenapa kamu nggak cerai saja sama suami kamu?”“Ya gimana mau cerai? Sedangkan aku saja nggak punya banyak uang untuk hidup aku. Mau nggak mau ya aku bertahan deh,” ucap Anita disedih-sedihkan agar Angga merasa iba kepadanya.“Duh, kasian banget sih wanita cantik seperti kamu men
Karena Anita merasa kesal dengan Fauzan yang tidak membelanya, Anita pun merajuk. Fauzan yang berusaha membujuk Anita agar tidak marah pun tidak mempan dengan segala bujuk rayunya. "Ayolah, Nit, jangan kayak anak kecil gini." Fauzan membujuk Anita agar Anita tidak marah. "Biar Mas! Mau kamu kata kayak anak kecil juga aku bodo amat.""Ayolah Nit, jangan gitu.""Kamu mau aku nggak marah kan Mas?"Tentu saja Fauzan mengangguk. Jangan sampai Anita marah dan tidak memberinya jatah nanti malam. "Kalau kamu mau aku nggak marah, sini kasih aku uang. Aku mau shoping. Selama jadi istri kamu kan aku belum pernah shoping.""Iya, nanti Mas kasih uangnya." Fauzan membelai rambut Anita. Anita pun membiarkan Fauzan membelai rambutnya asalnya uangnya lancar. "Aku minta lima juta Mas!""Li-lima juta? Kok banyak banget?""Ya kan aku mau shoping Mas!" Anita menyilangkan tangannya di dada. "Tiga juta aja ya Sayang.""Nggak! Aku nggak mau! Lima juta atau aku tetap marah sama kamu dan jangan harap aku
"Tapi lebih baik aku ke bank dulu saja deh. Biar hari ini aku cuti saja satu hari. Masih nggak tenang juga ini kalau sertifikat belum aman."Laura lalu merubah haluannya untuk pergi ke Bank. Karena Laura yakin, keluarga suaminya akan nekat untuk mengambil sertifikat itu kalau Laura tidak segera mengamankan. Laura akhirnya sampai juga di Bank. Ia lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam Bank. Di sana, ia ditanya oleh satpam yang bertugas. "Selamat siang, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam dengan ramah. "Iya Pak, saya mau menyewa safe deposit box bisa?""Tentu saja bisa, Bu, mari ikut saya. Saya antarkan untuk bertemu dengan atasan saya."Laura mengangguk dan mengikuti langkah satpam itu. Ia dipertemukan dengan petugas bank tersebut. "Silahkan duduk dulu, Bu," ucap satpam menunjukkan kursi untuk diduduki oleh Laura. "Terimakasih, Pak." Laura menjawab dengan sopan dan menganggukkan kepala. Ia pun lalu bertemu dengan petugas bank yang menangani bagian sewa SDB untuk mengam
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUBAB 15"Terus gimana dong sama wisudanya Putri?" tanya Bu Ana. "Ya mau gimana lagi, Bu, orang Fauzan udah nggak kerja. Ya otomatis Fauzan nggak ada pemasukan kan. Kalau Ibu mau ya minta aja sama Laura. Itu sih kalau di kasih sama dia." "Aduuuuh, kamu ini nggak bisa diandelin! Udah biar Ibu aja yang minta sama Laura." Bu Ana meninggalkan Fauzan dan Anita yang terbengong dengan tingkah Bu Ana. Bu Ana menghampiri Laura yang berada di kamar. Tok. Tok. Tok. "Laura! Laura!" panggil Bu Ana. "Ra! Buka Ra!" ucap Bu Ana menggedor pintu kamar Laura. Laura yang mendengar merasa kebisingan dengan suara ketukan pintu Bu Ana terpaksa membukakan pintu agar Bu Ana tidak semakin bar-bar mengetuk pintu nya. "Ck! Mau apa sih ini nenek tua peot!" Laura menggerutu namun tetap membukakan pintu. "Ada apa, Bu?" tanya Laura dengan santai. "Kamu ini gimana sih! Kita bicara belum selesai lho. Kenapa main pergi aja.""Mau bicara apa lagi sih, Bu? Kan urusan Ibu biasanya juga
Saat Laura di dalam ruangan, ia teringat kembali dengan BPKB milik Fauzan. Laura berpikir kalau BPKB itu hanya dititipkan saja ke Sintia, tidak bisa memberikan pelajaran kepada Fauzan. Karena Laura ingin memberikan pelajaran buat Fauzan. Hari itu, Laura pun tidak fokus saat sedang bekerja. Ia masih saja memikirkan bagaimana cara untuk membalas perbuatan Fauzan. "Mending aku gadai saja itu mobilnya Mas Fauzan. Kebetulan aku tau akan menggadaikan dengan siapa. Yang jalur ekspres bebas hambatan."Laura pun mengambil handphone nya dan menelpon seseorang yang dia tau sebagai rentenir itu. "Halo, Mami, apa kabar?" sapa Laura berbasa-basi. "Wah, Laura, kabar baik. Ada apa ini tumben kamu telepon Mami?" tanya Mami Valen. "Aku mau gadai BPKB mobil nih, Mi, Mami bisa nggak?""Mobil apa nih?""Fortuner Mi, baru aja lunas Mi, belinya juga baru satu tahun. Dijamin masih mulus," ucap Laura menjelaskan. "Mau harga berapa kamu?""400 juta gimana Mi? Bisa nggak?"Mami Valen nampak berpikir dan m
"Kamu tenang saja, aku akan menjual tanah yang dibeli sama Laura sebelum kejadian ini. Mungkin ada lah sekitar 700m² itu luasnya," ucap Fauzan kepada istri keduanya itu. Tanpa Fauzan sadari, kalau Laura sedang mengintip dan menguping pembicaraan sepasang suami istri siri itu. "Kamu serius Mas punya tanah seluas itu?" tanya Anita dengan mata berbinar. Anita tau kalau tanah itu dijual, mereka akan memiliki pundi-pundi uang yang banyak. "Ya serius lah, mana ada aku berbohong. Tanah itu juga letaknya berada di tengah kota. Kalau dijual juga pasti akan laku mahal harganya.""Wah, kalau gitu nanti aku mau dibelikan rumah atas namaku ya, Mas. Aku nggak betah kalau harus tinggal di sini. Seakan-akan aku dijadikan pembantu sama Mbak Laura.""Iya. Kamu tenang saja. Nanti, setelah tanah itu terjual, kita beli rumah buat kamu." Fauzan mengusap kepala Anita yang bersandar di bahu Fauzan. "Emang di mana surat-surat itu disimpan, Mas?""Surat-surat itu ada di dalam lemari. Rencananya, besok mau M
"Iya, Mas di pecat gara-gara video penggerebekan itu." Fauzan pun mendaratkan tubuhnya di sofa. Ia pun menghela napas. "Video? Kok bisa?" tanya Anita mengerutkan dahinya. "Nggak tau lah, Mas juga gak tahu dari mana video itu berasal karena tiba-tiba aja Mas dipanggil ke ruangan atasan terus dikasih surat pemecatan. Tapi aku yakin pasti semua ini karena ulah Laura!" Fauzan mengepalkan tangannya. Baru juga dirinya merasakan enaknya naik jabatan, tapi tiba-tiba saja harus dipecat. "Kurang ajar memang istri pertama kamu itu, Mas! Harus diberi pelajaran dia Mas, biar kapok. Gara-gara dia juga aku jadi dihajar sama Ibu-Ibu komplek," ucap Anita geram. "Siapa yang mau kamu kasih pelajaran? Mas Fauzan? Kok kamu sudah pulang, Mas? Biasanya jam segini kamu kan belum pulang?" tanya Laura tiba-tiba saat melihat Fauzan yang sudah berada di rumah. Biasanya dirinya terlebih dahulu lah yang pulang baru Fauzan pulang. "Aku dipecat!" jawab Fauzan dengan ketus sembari menatap Laura dengan tajam. "
"Saya dipanggil Pak Adit? Ada apa?" Dahi Fauzan mengerut. "Maaf Pak, saya tidak tau. Saya permisi dulu ya, Pak." Sang sekretaris itu pun pamit undur diri dengan membungkukkan sedikit tubuhnya dan meninggalkan ruangan Fauzan. Fauzan mengangguk. Dirinya bingung kenapa tiba-tiba saja Pak Adit memanggilnya? Karena Fauzan selama ini tidak pernah membuat masalah dengan kantor. Dia pun tidak menyadari kalau video penggerebekan dirinya dengan Anita sudah tersebar luas. Dan mungkin saja mam sang bos juga mengetahuinya. "Ada apa ya Pak Adit manggil gue? Tumben-tumbenan," tanya Fauzan kepada Andre yang masih duduk di samping Fauzan. "Nah kan Bro, bener apa yang gue bilang. Jangan-jangan Pak Adit udah tau tentang video lu yang lagi viral. Wah bahaya, Bro, bisa terancam lu kalau gini. Udah sono temuin Pak Adit. Siapa tau salah kan dugaan gue." Andre menepuk bahu Fauzan dan meninggalkan Fauzan sendiri yang tengah berpikir ada apa gerangan Pak Adit memanggil dirinya. "Ada apa ya kira-kira? Kok